JAKARTA, HR – Tim yang solid dengan kerjasama yang baik, antara Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba (Dittipid Narkoba) Bareskrim Polri dengan Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta berhasil mengungkap sindikat jaringan internasional peredaran narkotika Belanda-Indonesia, jenis Extacy, sebanyak 120 bungkus atau sekitar 600.000 butir senilai Rp 300 miliar lebih.
Ratusan ribu butir pil ekstasi itu dimasukan ke dalam dua boks kayu berukuran besar dengan keterangan dokumen bahwa dua boks kayu tersebut berisi mesin vakum, Rabu (8/11/2017).
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Ari Dono Sukamto mengutarakan setelah mendapat informasi akan adanya narkoba yang masuk ke Indoensia dari Belanda menggunakan jalur udara. Kemudian membentuk tim dan melakukan koordinasi dengan pihak Bea Cukai guna membentuk tim gabungan untuk bersama-sama mengawasi masuknya barang. Maka dilakukan penyelidikan terhadap sindikat ini kurang lebih selama satu bulan oleh Satgas yang dipimpin oleh AKBP Alamsyah Pelupessy
“Setelah diketahui barang diduga narkotika tiba di bandara Soekarno Hatta, tim langsung melakukan pengawasan terhadap barang itu,” ungkap Ari didampingi Kepala Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta Erwin Situmorang, di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan kantor Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta, Kamis (23/11/2017).
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta, Erwin Situmorang mengatakan, pada awal November 2017 petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta dari Bareskrim Polri mendapat informasi bahwa akan masuk ekstasi melalui Bandara Soekarno Hatta.
“Kita mendapat informasi adanya penyelundupan narkotika, maka kita jaga dan perketat semua barang yang masuk ke Indonesia. Petugas kemudian melakukan pemeriksaan sebuah paket kotak besar yang diberitahukan bersisi vacuum machine mengunakan sinar X. Dengan kotak sebesar ini memang kotak vakum mesin. Setalah kita analisa, kan kita punya ahli analisa X-Ray dan kita lihat imagenya bukan vakum mesin,” ungkap Erwin.
Saat melakukan X-Ray, tim gabungan Bea Cukai dan Bareskrim Polri mencurigai dua boks kayu besar di Bandara Soekarno-Hatta. Namun, setelah melakukan X-Ray rupanya boks itu bukan vakum mesin. Hanya saja data untuk boks tersebut diganti dengan data vakum mesin.
Bersama Polisi, lanjut Erwin, petugas Bea dan Cukai kemudian sengaja meloloskan barang tersebut dan diperbolehkan dibawa ke luar bandara. Tim gabungan kemudian melakukan control delivery, yakni melakukan pengawasan dan mengamati pengiriman barang hingga ke tempat tujuan terakhir pengiriman.
“Saat dibuntuti petugas, ternayata dua boks kayu berukuran besar itu dibawa ke Villa Mutiara di Bekasi. Setelah tiba di lokasi tujuan, barulah diketahui bahwa dua boks kayu itu ternyata berisi pil ekstasi berwarna hijau, orange dan pink,” jelas Kepala Bea Cukai Soeta, Erwin Situmorang
Lebih lanjut Ari memaparkan kronologis penangkapan, bahwa pada Rabu, 8 November 2017, sekitar pukul 08.00 WIB tim satgas melakukan rencana peangkapan terhadap pemilik ekstasi di perumahan Villa Mutiara Gading 2 Blok F 7 No. 9 A RT 007/RW 016, Desa Karang Satria, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Awalnya Polisi menangkap tersangka Dadang Firmanzah dan Waluyo di lokasi itu. Setelah diinterogasi, satgas lalu melakukan penggeledahan di dalam rumah tersebut dan didapatkan dua kotak besar yang berada di salah satu ruangan di dalam rumah tersebut. Di rumah tersebut ditemukan narkotika jenis ekstasi sebanyak 120 bungkus dengan berat total mencapai 243 kilogram atau kurang lebih 600 ribu butir,” katanya
Menurut Ari, dari hasil interogasi itulah diketahui tersangka adalah jaringan internasional dari Belanda. Masuknya barang itu dikendalikan oleh napi bernama Andang Anggara alias Aan bin Suntoro di Rutan Kelas I Surakarta, Jawa Tengah. Sementara satu tersangka lain adalah Sonny Sasmita alias Obes yang berada di Lapas Tingkat I Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
“Sekitar pukul 17.30 WIB petugas melakuan pemantauan kedua pelaku yang mengirimkan 5 ribu butir ekstasi kepada tersangka Randy Yuliansyah di Lotte Mart Grand Pramuka City, Jalan Jenderal Ahmad Yani Kav 49, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Kemudian pada pukul 21.00 WIB dilaksanakan Control Delivery atau CD kembali sebanyak empat bungkus ekstasi sebanyak 20 ribu butir, kemudian dilakukan penangkapan terhadap tersangka Handayana Elkar Manik di tempat yang sama,” sebut Ari..
Tak hanya disitu, lanjut Ari, satgas Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri melakukan pengembangan pada Jumat, 10 November 2017 pukul 10.00 WIB, berkoordinasi dengan Lapas Tingkat I Surakarta untuk bertemu dengan Andang Anggara yang berperan sebagai pengendali Dadang Firmanzah dan Waluyo.
Informasi dari Andang Anggara dilakukan pengembangan lanjutan pada hari yang sama. Pada pukul 17.00 WIB tim satgas berkoordinasi dengan Lapas Tingkat I Gunung Sindur untuk bertemu Sonny Sasmita alias Obes yang berperan sebagai pengendali Andang Anggara.
“Jaringan sindikat narkotika internasional jenis Extacy Belanda – Indonesia harus dilakukan secara tuntas, baik di dalam maupun luar negeri, maka penyidik akan melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI untuk memeriksa pengendali jaringan ini, yaitu Andang Anggara di rutan kelas I Surakarta, Jawa Tengah dan Sonny Sasmita alias Obes di Lapas Tingkat I Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat,” papar Kabareskrim.
Jaringan sindikat narkotika internasional jenis Extacy Belanda – Indonesia, kata Ari menggunakan modus dengan memasukkan pil ekastasi ke dalam dua kotak kayu berukuran besar melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Dari kotak kayu tersebut disita 120 bungkus ekstasi yang terdiri dari tiga warna, orange, pink, dan hijau dengan jumlah per warna 40 bungkus.
“Pil ekstasi tersebut akan dipasarkan dengan harga per butir Rp 500 ribu. Sehingga total harganya mencapai Rp 300 miliar. Dengan pengungkapan ini kami perkirakan 1,2 juta jiwa bisa terselamatkan,” tutur Kabareskrim Polri, Komjen Pol Ari Dono Sukamto.
Ari menyebut para pelaku atas perbuatan para tersangka, mereka dijerat Pasal 112 ayat 2 Jo Pasal 132 (1) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 tahun, dan paling lama 20 tahun penjara. Dan denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 10 miliar ditambah sepertiga.
Dan mereka juga diancam subsider Pasal 112 ayat 2 Jo Pasal 132 (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat lima tahun, dan paling lama 20 tahun. Serta pidana denda denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 10 miliar ditambah sepertiga. igo/kornel
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});