JAKARTA, HR – Penerbitan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 247 dan Nomor 248 atas nama Moh Kalibi dan istrinya Siti Mutmainah di atas sebagian lahan di Jalan Kramat Jaya, Tugu, Koja, Jakarta Utara, dinilai cacat prosedur, cacat yuridis dan cacat administrasi.
Ahli hukum administrasi pertanahan Dr Yagus Suyadi SH MSi mengungkapkan penilaian seperti itu dalam sidang kasus pemalsuan beragendakan pemeriksaan saksi dan ahli di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dengan terdakwa Moh Kalibi, Senin (26/4/2021).
Cacat prosedur, yuridis dan administrasi, menurut Yagus yang sehari-harinya menjabat Kepala Biro Hukum Kementerian Agraria dan Tata Ruang itu, termasuk ketidaklengkapan identitas berupa KTP, KK dan lain sebagainya. “Boleh menyertakan fotokopi KK tetapi harus ditunjukkan aslinya,” tuturnya dalam persidangan majelis hakim pimpinan Tumpanuli Marbun SH MH.
Jika syarat-syarat administrasi sudah dilengkapi, tahapan selanjutnya dilakukan pengukuran. Pemohon peningkatan hak harus bisa menunjukkan batas-batas lahannya, dan selama ini mengusahakan tanah itu kalau kepemilikannya bukan over garap.
“Kalau perolehannya over garap, maka pemohon wajib menyertakan bukti perolehannya tersebut. Bisa berupa keterangan dari desa/kelurahan setempat,” jelas ahli yang mengaku telah banyak sekali memberikan pendapat-pendapat terkait permasalahan tanah.
Jika semua permohonan peningkatan hak sudah dilengkapi dan memenuhi syarat, maka diterbitkanlah peningkatan hak berupa SPH sebagaimana dimiliki Moh Kalibi dan istrinya Siti Mutmainah. Tetapi setiap permohonan peningkatan hak harus diajukan pemohon masing-masing atau langsung. Tidak boleh diurus suami istri jika tidak didukung surat kuasa.
“Permohonan peningkatan hak harus diajukan masing-masing kecuali istri memberi kuasa kepada suami atau sebaliknya,” tutur Yagus seraya menyebutkan bahwa jual beli tanah garapan (negara) di bawah tangan tidaklah bisa disetarakan dengan akta yang sah sebagaimana adanya.
“Di bawah tangan itu termasuk cacat yuridis. Tidak ada itu diatur dalam ketentuan yang berlaku,” katanya.
Tanah seluas 7.168 m2 di Jalan Kramat Jaya, Tugu, Koja Utara, Jakarta Utara yang diklaim diover garap Hadi Wijaya dari Mamat Tristianto, diakui dibeli oleh H Muhai bersama keponakannya Mahfudi alias Budi dari Purnami. Dasar hak pembelian tersebut putusan perkara pidana yang sesungguhnya tidak berkaitan dengan hak kepemilikan tanah.
Mahfudi kemudian menjual tanah itu ke H Rawi di bawah tangan dan selanjutnya H Rawi menghibahkan ke menantunya Moh Kalibi yang kemudian menghibahkan lagi ke istrinya Siti Mutmainah. Pasangan suami istri ini kemudian memohon peningkatan hak hingga terbit SPH No 247 dan 248.
Namun dalam salah satu bundel atau warkah permohonan itu, tepatnya di fotocopi KK untuk kelengkapan permohonan peningkatan hak, bukan Siti Mutmainah istrinya Moh Kalibi. Melainkan Sarovia, yang di persidangan terungkap bahwa wanita tersebut tercatat sebagai kakak ipar Moh Kalibi.
Menjawab pertanyaan JPU Yerich Sinaga SH, ahli Yagus dengan tegas menyatakan kedua SPH cacat hukum, karena kelengkapan permohonan tidak memenuhi syarat. Ada di antara warkahnya yang diduga dipalsukan.
Dalam salah satu klausul disebutkan pemohon bersedia dituntut di pengadilan apabila dokumen dalam warkah permohonan peningkatan haknya dipalsukan, apakah itu masih berlaku, Tanya JPU Yerich kepada ahli. “Tentu saja itu masih berlaku. Apalagi ada yang berkeberatan dengan dengan penerbitan dua SPH,” kata Yagus menegaskan.
Penasihat hukum terdakwa Moh Kalibi mempertanyakan pula bagaimana kalau warkah berupa fotocopi KK itu terpisah dari bundel permohonan, dijawab Yagus hal itu tidak membuat kesalahan dilemparkan ke orang lain. “Warkah itu kan satu kesatuan dan diajukan oleh terdakwa,” ujarnya.
Selain ahli, didengar juga keterangan saksi H Muhai. Lelaki yang sudah berusia lanjut itu mengaku membeli tanah yang kini dipersengketakan itu dari Purnami hanya dengan dasar kepemilikan putusan pengadilan. nen