Sidang Perkara Rehab di PN Jakbar Perlu Diawasi

oleh -12 Dilihat
oleh
JAKARTA, HR – Persidangan perkara rehabilitasi Narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) perlu diawasi oleh publik. Pasalnya, kerap dijadikan sidang asal-asalan dan dijadikan objekan oleh oknum aparat untuk meraih pundi-pundi rupiah.
Hukuman rehabilitasi menjadi rebutan para terdakwa Narkoba yang berkantong tebal. Sangat jarang ditemui orang tidak mampu mendapat hukuman rehabilitasi, karena tingginya biaya yang dikeluarkan mulai dari pemberkasan hingga putusan ahkir yaitu biaya asesmen, biaya rehabilitasi di yayasan, dan adanya oknum aparat yang “membisiniskan” pasal 127 Undang Undang No 35 Tahun 2009.
Dalam pantauan HR di PN Jakbar saat ini ada beberapa perkara rehabilitasi narkotika yang disidangkan masih dalam tahap pembuktian pemeriksaan saksi diantaranya terdakwa Gumaidi Chandera oleh jaksa Tri Megawati.
Dalam sidang, Kamis (19/1/2017) kemarin, dihadapan majelis hakim, jaksa menghadirkan satu saksi polisi penangkap menjelaskan, bahwa terdakwa ditangkap 28 Oktober 2016 lalu di Jalan Keadilan, Jakbar sebuah kos-kosan dengan menemukan barang bukti bungkusan sabu dan bong.
Demikian, terdakwa Suhendra Wijaya als Sincan oleh jaksa Yulianto Aribowo disidangkan Selasa (17/1/2016) kemarin din PN Jakbar dengan dakwaan pasal 127 Undang Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Untuk pemeriksaan saksi dilanjutkan Selasa (24/1/2017) minggu ini.
Kedua terdakwa tersebut perlu adanya pantauan dari publik dalam pembuktian hingga mendapat vonis dari majelis hakim. Apakah putusan pemidanaan penjara atau rehabilitasi kepada kedua terdakwa tersebut.
Sebelumnya, dalam perkara lain, disidangkan di PN Jakbar pembuktian perkara rehab narkotika terkesan formalitas belaka, dengan menghadirkan saksi ahli dokter atau asesmen dari yayasan yang dikelola oleh swasta notabene harus mengeluarkan sejumlah uang.
Padahal, sudah jelas-jelas diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 4 Tahun 2014, bahwa terdakwa yang direhabilitasi harus memenuhi kriteria dalam SEMA salah satunya pemeriksaan dokter atau psikiater pemerintah.
Bahkan, setelahnya sudah ada aturan dalam Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung, Ketua MA, Kapolri, Kepala BNN dan Kemensos mengenai adanya tim asesmen terpadu. Hanya saja hal ini kerap dikesampingkan oknum jaksa dan hakim.
Dalam kedua perkara ini, apakah jaksa dan hakim nanti menghadirkan tim asesmen terpadu? Bila tidak berarti mereka telah mengangkangi Peraturan Bersama tersebut. Ayo kita pantau. jt


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.