JAKARTA, HR – PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) diminta agar segera membayar lahan ahli waris pemilik 511 girik tanah adat seluas 347,083 hektar yang berlokasi di kelurahan Kebun Pala dan Kelurahan Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur kepada pemegang kuasa penuh lahan warga Y Jaberlin Lumban Gaol.
Y Jaberlin Lumban Gaol
|
Kepada HR, di lokasi kali Sunter, kemarin, Y Jaberlin Lumban Gaol menyebutkan, bahwa telah menyampaikan desakan pembayaran ini kepada Direktur Utama PT KCIC Nugroho dalam suratnya yang dikirim pada 24 Mei 2017.
“Kami minta segera realisasikan pembayaran ganti untung lunas dari pihak KCIC. Sebelum dibayar ganti untung lunas atas tanah kami, jangan sekali-kali KCIC sentuh dan injak tanah dimaksud,” sebut Jaberlin yang mengaku sebagai pemegang kuasa penuh kahan warga.
Dia menambahkan, bahwa pihanya belum pernah menerima pembayaran ganti untung dari pihak manapun termaksuk dari pihak AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia). Tanah diambil paksa oleh AURI sejak tahun 1947 dan surat-surat girik diambil secara paksa oleh AURI pada tanggal 21 Januari 1966.
Warga yang merasa hak atas tanahnya belum pernah menerima pembayaran mempercayakan secara penuh kepada kuasa tunggal yaitu Y Jaberlin Lumban Gaol untuk menerima uang pembayaran untung lunas dari proyek KCIC.
“Apabila belum ada pembayaran ganti untung lunas kepada ahli waris pemilik tanah 511 girik adat dari KCIC, kami akan ‘stop proyek’ dan tidak boleh dilanjutkan. Pihak KCIC dilarang keras membayar ganti untung kepada AURI, karena AURI bukan pemilik tanah dan tidak ada hak memiliki tanah dimaksud. Pihak KCIC hanya diperbolehkan membayar uang ganti untung lunas kepada Y Jaberlin Lumban Gaol,” jelasnya.
Disebutkan lagi, ahli waris pemilik 511 girik milik adat, memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada kuasa tunggal Y Jaberlin Lumban Gaol untuk menentukan harga jual ganti untung kepada KCIC dan menerima uang ganti untung lunas dari pihak KCIC.
Warga tidak pernah menandatangani surat penyataan dalam bentuk apapun kepada siapapun baik kepada PT atau kepada yayasan atau kepada perorangan individu kecuali hanya kepada Y Jaberlin Lumban Gaol selaku kuasa tunggal dari tahun 1995 sampai dengan saat ini tahun 2017.
“Apabila diluar sana banyak beredar surat pernyataan ahli waris pemilik 511 girik milik adat hal tersebut kami nyatakan tidak benar, palsu dan atau dipalsukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan kami nyatakan batal tidak berlaku dengan alasan apapun.”
Diinformasikan kepada pimpinan dan jajaran PT KCIC dalam melaksanakan pembayaran ganti untung lunas kepada pemilik 511 girik tanah milik adat agar tidak salah banyar. Hal itu perlu ditegaskan untuk diketahui oleh pihak KCIC, bahwa pihaknya pernah “dikelabuhi atau dibohongi” oleh oknum AURI yaitu ketika pada tahun 1983 pengelola proyek jalan tol Jakarta–Cikampek memberikan pembayaran ganti lahan kena jalur tol, uang dibayar diterima oleh oknum pihak AURI yang notabene AURI tidak memiliki lahan/ tanah untuk jalan tol itu.
Lanjutnya, tanah hak milik adat 511 girik seluas 375,083 hektar tahun 1937 pajak tahun 1938 terkena proyek jalan KCIC Jakarta – Bandung seluas 14,9 hektar yang terletak di Jakarta Timur tanah tersebut telah diukur bersama dengan bagian pengukur KCIC dan warga oleh kuasa atas tanah warga Y Jabelin Lumban Gaol serta harga tanah telah disetujui bersama appraisal. Warga Betawi mendukung proyek Jakarta – Bandung. Maka kebaikan warga supaya dibalas oleh KCIC dengan cara harus banyar lunas tanah melalui kuasa warga Y Jaberlin Lumban Gaol sejak tahun 1995.
“Tidak boleh bayar kepada TNI AU atau kepada siapapun agar proyek dapat terlaksana. Kalau salah bayar, maka proyek akan distop tidak boleh dilanjutkan akan turun puluhan ribu orang,” jelasnya lagi.
Hal ini warga ingatkan bahwa waktu Joko Widodo Gubernur DKI Jakarta melaksanakan normalisasi kali Sunter dari lebar 5 meter jadi 40 meter sepanjang 10 kilometer pembebasan bayar tanah diberikan Gubernur DKI kepada TNI AU, padahal TNI AU tidak punya tanah dan tidak ada hak atas tanah tersebut. Justru telah memanfaatkan tanah menjadi mesin uang semenjak tahun 1947 seluas 1.250 hektar.
Pada waktu itu, warga sudah menang PN Jaktim, PT Jakarta dan sedang proses di Mahkamah Agung, Pemda DKI memohon kepada kuasa Y Jaberlin Luban Gaol agar warga tidak menghalangi normalisasi kali Sunter. Setelah selesai Mahkamah Agung akan bayar lunas, tetapi sampai sekarang belum menerima pembayaran. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});