JAKARTA, HR – Meminta kepastian hukum atas Laporan yang telah mereka sampaikan sampai saat ini sudah tiga kali, sejak tahun 2015, namun belum ada kejelasan, Warga Violet Garden selaku Korban atas dugaan Penipun dan Penggelapan yang dilakukan oleh suatu pengembang perumahan berinisial PT. NK dan PT. MK yang dimiliki (owner) yang sama, yaitu Cipto Sulistio, menghadap Polda Metro Jaya, Rabu (31/5/2017).
Warga meminta Penyidik dan jajaran Kepolisian Polda Metro Jaya untuk lebih berani memperjuangkan hak-hak masyarakat, berupa serah terima sertifikat hak milik tanah mereka, yang belakangan diketahui ternyata ada 300 an sertifikat yang telah pecah dan masih atas nama PT. NK, yang telah dijaminkan di pihak ketiga yaitu PT. Maybank Indonesia Tbk.
Dalam kasus ini juga melibatkan 2 (dua) bank BUMN penyedia jasa KPR, yaitu PT. BRI (Persero) Tbk dan PT. BTN (Persero) Tbk, dimana hingga saat ini juga tidak mampu melakukan tindakan apapun untuk turut melindungi kepentingan nasabahnya yang beberapa telah lunas KPR dan masih mengangsur KPR, karena sebagian sertifikat mereka dijaminkan oleh Pihak Pengembang ke PT. Maybank Indonesia Tbk.
“Sebelum menempuh jalur pidana, Warga pada dasarnya telah melakukan upaya persuasif dan kekeluargaan dengan menemui langsung pihak pengembang secara baik-baik untuk menyerahkan Sertifikat ke tangan Warga yang telah lunas, dan menyerahkan Sertifikat ke tangan Bank Pemberi KPR atau Notaris/PPAT apabila memang masih KPR”, ungkap Madina selaku Kuasa Hukum Warga.
“Selain itu kami juga sudah mengupayakan pertemuan mediasi yang melibatkan Pihak Pengembang, Bank Pemberi Fasilitas KPR, dan Maybank selaku pemegang jaminan. Namun kesepakatan yang tertuang dalam forum tersebut hingga saat ini tidak dapat direalisasikan sesuai dengan yang dijanjikan oleh Pak Cipto selaku owner dan Direktur perusahaan-perusahaan tersebut,” imbuhnya.
lebih lanjut Madina memaparkan,pPada Oktober 2016, Warga juga pernah meminta perlindungan dari sisi administratif melalui jajaran camat dan pimpinan Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi untuk dapat memperjuangkan status sertifikat warga dan beberapa pelanggaran yang dilakukan pengembang terkait dengan Fasum Fasos, akses pintu masuk, rasio Ruang Terbuka Hijau, serta hal-hal lain yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang. Akan tetapi setelah dua kali pertemuan yang turut dihadiri Camat, Danramil, Kapolsek, dan jajaran pejabat kecamatan serta kelurahan setempat, tidak juga membuahkan hasil. Karena justru pada saat pertemuan ketiga saat Warga bersama-sama Jajaran Camat dan Lurah hadir ke Kantor Pengembang, Camat Bekasi Barat menyatakan agar permasalahan ini diselesaikan secara damai dan kekeluargaan serta meminta warganya untuk membuka komunikasi baik-baik dengan Pihak Pengembang.
Desakan warga agar Cipto dkk menuntaskan permasalahan ini sedikit membuahkan hasil dengan adanya penandatangan AJB yang difasilitasi oleh PT. BRI Tbk Cab.Kalimalang. Meskipun dalam penandatangan tersebut tidak dihadiri oleh Cipto dan Notaris Rika Adriani selaku Notaris yang ditunjuk oleh Pihak Pengembang untuk mengurus segala akta dan sertifikasi tanah tersebut. Hal ini jelas tidak sesuai dengan UU dan peraturan yang berlaku terkait dengan penandatanganan akta notariil.
“Lebih parahnya lagi dalam proses penandatanganan tersebut sempat terjadi pengusiran Kuasa Hukum Warga yang saat itu sedang menjalankan tugasnya mendampingi Warga oleh staff Pengembang yang bernama Nani. Selain itu dalam penandatangan tersebut Nani juga meminta Warga untuk mencabut Kuasa ke Madina dan Associates apabila memang sertifikat mereka mau diserahkan. Atas kekisruhan ini, Bambang selaku Manager Operasional BRI Kalimalang turut meminta Madina untuk keluar dari ruangan tanpa alasan yang dapat dibenarkan,” tandasnya.
Tuntutan pencabutan kuasa Warga ke Madina dan Associates, ternyata tidak berhenti sampai di situ. Hingga saat ini setiap Warga yang diundang ke kantor pengembang untuk menuntaskan masalah serah terima sertifikat dan AJB selalu diminta untuk mencabut Kuasa.
“Mereka sepertinya tidak sadar bahwa tekanan dan paksaan mereka semacam ini pada dasarnya adalah teror, ancaman, upaya pemerasan yang melanggar hak-hak warga negara. Ini jelas-jelas bertentangan dengan hukum yang berlaku. Untuk hal ini kami sudah mempersiapkan upaya tersendiri terhadap pihak-pihak yang melakukan tindakan tersebut termasuk kepada Nani dan Bambang” beber Madina.
Salah seorang Warga bernama Ridwan mengutarakan, permasalahan ini pada dasarnya tidak hanya terkait dengan sertifikat, namun juga terkait dengan perhitungan-perhitungan biaya yang ditagihkan ke warga yang seringkali tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Terlebih terkait dengan pembayaran PPN dan BPHTB. Faktur pembayarannya pun hingga saat ini belum pernah kami terima. Bahkan kami pernah menemukan ada faktur pajak palsu. Ini sebenarnya juga harus dituntaskan,” ungkapnya.
Terkait kedatangan perwakilan Warga hari ini ke Polda Metrojaya, Koordinator warga, Awaludin mengatakan, tidak lain adalah untuk memastikan sejauh mana penegakan hukum ini telah diproses. Karena hingga saat ini berkas masih di Penyidik dan Panit.
“Beliau mengatakan bahwa telah selesai dilakukan pemberkasan, namun terkendala diatas untuk gelar perkara di Kanit, Kasubdit, dan Direktur Hardabangtah. Sehingga kami berharap hari ini kami dapat bertemu dengan beliau-beliau untuk mendapat kepastian tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan proses hukum ini. Selama ini kami hanya dijanjikan. Sejak 2015 berkas tidak juga naik padahal semua unsur sudah terpenuhi,” terang Awaludin.
“Ya, semua unsur sudah terpenuhi, dan berkas tersebut tidak kunjung naik. Kedatangan kami ke sini juga untuk memberikan dukungan moral kepada Pihak Kepolisian untuk lebih berani mengambil sikap dan tindakan,” imbuh Madina. igo/kornel
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});