BADUNG, HR – Pelarangan penerbangan dari dan ke Cina diketahui memberikan dampak bagi jumlah wisatawan asing di Bali. Pasalnya, peraturan yang berlaku mulai 5 Februari 2020 ini mengakibatkan paket wisata yang telah dibeli oleh kelompok wosatawan asal Cina harus ditunda.
Padahal, berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, per tahun 2018 wisatawan Cina menempati posisi kedua jumlah wisatawan asing terbanyak yang datang ke Bali. Lantas dengan pelarangan penerbangan tersebut, bagaimana situasi pariwisata di Bali? Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Putu Astawa menegaskan bahwa berita Bali sepi wisatawan merupakan berita hoaks.
“Penurunan wisatawan memang terjadi, tapi itu khusus market Tiongkok saja, sekitar 25-27%, sementara market yang lain masin on schedule, belum ada yang cancel,” jelasnya.
Selain itu, untuk menutup adanya kerugian dari penundaan kedatangan wisatawan Cina, saat ini pihaknya tengah membidik wisatawan selain Tiongkok untuk datang ke Bali. “Karena kasus ini kita akan gaet wisatawan Eropa, Australia atau Amerika untuk datang ke Bali.” imbuhnya.
Penurunan wisatawan ini dirasakan oleh para penyedia layanan wisata secara khusus yang menyasar pasar tiongkok seperti Water Sport di Tanjung Benoa. Namun berdasarkan penelusuran di pusat oleh-oleh dan perbelanjaan yang banyak dikunjungi wisatawan asing secara general, diketahui penurunan tersebut tidak terjadi secara signifikan.
“Tentut pasti ada pengaruhnya, mengingat Bali sendiri merupakan destinasi wisata Internasional dan Tiongkok merupakan salah satu negara yg kunjungan wismannya ke Bali cukup tinggi,” terang General Manager Krisna Oleh-oleh, Ida Ayu Komang Firna Erawati saat dihubungi (23/02/2020).
Menurutnya, dengan diberlakukan regulasi pelarangan penerbangan memiliki dampak lanjutan kepada stakeholder pariwisata salah satunya kami pasar oleh-oleh termasuk Krisna.
Sementara itu, ditemui secara terpisah, Market dan Communication Beach Walk, Angelika menjelaskan bahwa penurunan yang dirasakan tidak ekstrem. “Secara keseluruhan memang terjadi perubahan, namun jumlahnya masih diimbangi dengan wisatawan domestik dan wisatawan asing dari negara lain.” terangnya.
Menariknya, Ketua Kamar Dagang dan Industri Bali, Made Ariandi saat dihubungi lewat sambungan telepon, justru memberikan perspektif baru. Menurut Ari, belakangan ini tingginya wisatawan asal Cina menjadi salah satu penyebab menjamurnya paket wisata murah yang dinilai kurang menguntungkan bagi pengusaha lokal.
“Paket wisata murah merupakan virus lain yang harus diantisipasi oleh kita para pengusaha. Dengan adanya kejadian pelarangan penerbangan ini kita patutnya melakukan evaluasi, bahwa memperluas pasar mealui paket wisata yang berkualitas merupakan hal yang penting,” terang Ari.
Ia menambahkan, bahwa saat wisatawan Cina ditunda kedatangannya sampai waktu yang tidak tentu, paket wisata murah tidak cukup menjual bagi wisatawan asing dari negara lainnya.
“Oleh karena itu kita harus menilik dan berbenah, akan dibentuk dan berfokus pada pasar macam apa pariwisata di Bali agar bisa berkelanjutan dan bertahan ketika ada faktor-faktor tidak terduga seperti sekarang,” tutup Ari. gina