JAKARTA, HR– Kejaksaan Agung mengajukan banding atas vonis ringan yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat terhadap lima terdakwa dalam kasus mega korupsi tata niaga komoditas timah Provinsi Bangka Belitung. Kasus ini mencuri perhatian publik karena nilai kerugian negara yang fantastis, mencapai Rp300 triliun, dan dampak kerusakan lingkungan yang sangat signifikan.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai putusan hakim tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Hukuman yang dijatuhkan jauh lebih rendah dari tuntutan awal. Contohnya, Harvey Moeis, yang dituntut 12 tahun penjara, hanya divonis 6 tahun 6 bulan. Terdakwa lainnya, Suwito Gunawan alias Awi dan Robert Indarto, yang masing-masing dituntut 14 tahun, juga hanya dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.
Kasus ini melibatkan praktik manipulasi harga dan penggelapan keuntungan dalam pengelolaan komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. Selain kerugian negara yang besar, aktivitas ilegal ini mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah, menambah dampak negatif dari kejahatan korupsi ini.
Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum., Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, menyatakan bahwa putusan ini belum memenuhi rasa keadilan.
“Majelis Hakim tidak mempertimbangkan besarnya kerugian negara dan dampak kerusakan lingkungan yang dirasakan masyarakat akibat tindakan para terdakwa,” tegas Harli dalam siaran persnya, Jumat (27/12).
Langkah banding juga dilakukan terhadap terdakwa Reza Andriansyah dan Suparta. Reza, yang dituntut 8 tahun penjara, hanya divonis 5 tahun. Sementara Suparta, yang dituntut 14 tahun dengan uang pengganti Rp4,5 triliun, hanya dijatuhi hukuman 8 tahun. Kejaksaan Agung menegaskan, hukuman ringan ini tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukan.
Sebagai perbandingan, terdakwa Rosalina, yang turut terlibat tetapi tidak menikmati hasil korupsi, dijatuhi hukuman 4 tahun, sesuai dengan tuntutan JPU. Putusan ini diterima JPU karena telah memenuhi 2/3 tuntutan dan Rosalina tidak diwajibkan membayar uang pengganti. Hal ini menunjukkan adanya keadilan yang proporsional dalam kasus ini.
JPU menekankan pentingnya hukuman yang memberikan efek jera dalam kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi.
“Dengan nilai kerugian negara yang sangat besar, hukuman ringan hanya akan menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum,” tambah Harli.
Proses banding yang diajukan Kejaksaan Agung mencakup lima terdakwa utama, yaitu Harvey Moeis, Suwito Gunawan, Robert Indarto, Reza Andriansyah, dan Suparta. Kejaksaan berharap pengadilan banding akan memperbaiki vonis dengan menjatuhkan hukuman yang lebih berat sesuai tuntutan awal.
Kasus korupsi timah ini menjadi ujian serius bagi sistem peradilan Indonesia. Dengan kerugian negara yang luar biasa besar, masyarakat menuntut langkah tegas untuk menjamin keadilan ditegakkan.
“Nilai Rp300 triliun bukan hanya kerugian angka, tetapi kerugian bangsa. Hukuman ringan tidak bisa dibiarkan,” tegas Harli.
Kejaksaan Agung berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan dalam kasus ini. Langkah ini tidak hanya untuk memulihkan kerugian negara tetapi juga memberikan efek jera yang nyata bagi pelaku kejahatan korupsi. Upaya ini diharapkan menjadi tonggak dalam pemberantasan korupsi besar di Indonesia. agus priadi