SINTANG, HR – Apa yang dikhawatirkan masyarakat Kayan Hilir terkait pemindahan ibu kotanya dari Desa Nanga Mau ke Desa Bombai Begununk, mulai terungkap.
Pemindahan ibu kota Kayan Hilir yang dimulai dari pembongkaran kantor Camatnya tahun 2019 lalu, ternyata hanya kebijakan Pemkab Sintang saja.
DPRD Sintang belum pernah bahas, rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang pemindahan ibu kota Kayan Hilir yang pernah diajukan Pemkab Sintang,
Untuklebih jelasnya berikut wawancara media ini dengan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Sintang Tuah Mangasih Situmorang (4/2)
Tuah menjelaskan, Sesuai UU No. 15 tahun 2019 dan Tatib No. 1 tahun 2019 tentang DPRD Kab Sintang. Pemerintah Kab Sintang memang ada /pernah mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pemindahan ibu kota Kayan Hilir.
Terkait Raperda itu, tentunya setelah beberapa kali diajukan maka dibahas Bapemperda DPRD Sintang dan telah membentuk Pansus.
Tapi oleh Pansus, menunda membahasnya karena masih belum memenuhi syarat ketika itu.
Dan tahun 2020 di ajukan lagi dan masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) tahun 2021 ini. namun lagi-lagi sampai sekarang Raperda tersebut belum di bahas.
Apakah nanti bisa di bahas dan di setujui Dewan hanya Pansuslah yang bisa memutuskannya. jelas Mangasih.
Ditanya, belum Raperda Kayan Hilir dibahas mengapa pemkab Sintang buru-buru ada aksi bongkar kantor Camatnya dan pembangunan pasar rakyat di lahan yang sama, Tuah Mangasih jawab, Pertanyaan seperti ini juga yang dewan sampaikan kepada Exsekutive (Pemerintah) dalam rapat Bapemperda beberapa waktu yang lalu.
Tapi oleh pemerintah Kab Sintang ungkap Tuah Mangasih, belum bisa menjelaskannya secara gamblang dan tentunya sikap pemkab Sintang ini akan dibahas/diperdalam pada rapat Pansus nanti kalau sudah di bentuk lagi, lanjutnya.
Khusus mengenai kantor Camat sendiri mengapa langsung dibongkar, Tuah Mangasih jelaskan, Dari sisi aturan tentu saja baik pembongkaran maupun pembangunan kantor camat di tempat yang baru, hanya saja pembongkaran dan pembangunan itu menjadi tidak sesuai karena belum ada payung hukum nya, itu masalahnya, sambungnya..
Jadi supaya masyarakat Kayan Hilir tahu, informasi pemindahan ibu kota Kayan Hilir itu, Peraturan Daerah (Perda)- nya belum ada, baru hanya Rancangan Perdanya (Raperda) saja dan juga belum di bahas di Dewan, tegasnya.
Untuk mengetahui hal di pemerintah kab Sintang alasan dewan belum berkenan bahas Raperda Kayan Hilir, Kamis (4/2) media ini hendak menemui Kepala Bappeda Sintang namun tidak di tempat.
Demikian juga Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Permukiman, tidak berada ditempat.
Namun tokoh masyarakat Kayan Hilir – Kayan Hulu yang mohon namanya tak usah disebut menuturkan, bahwa Raperda Kayan Hilir berpotensi merugikan masyarakat Kayan Hilir sendiri.
Bila Raperda Kayan Hilir belum menjadi Perda 1-2 tahun ini jika ada dana pembangunan mungkin saja akan saling berebut, apakah membangun Nanga Mau ibu kota lama atau Bombai Begununk ibu kota baru.
Pastinya, akan banyak timbul masalah pembangunan jika Perdanya belum ada, tegasnya.
Jadi harapan saya sebagai warga yang dituakan dari sana, menyarankan saja supaya Kayan Hilir – Kayan Hulu jangan dijadikan arena politik tetapi mari jadikan arena ekonomi untuk kesejahtraan masyarakatnya, pesannya.
Tokoh ini pun membenarkan sikap Pansus DPRD Sintang yang belum mau membahas Raperda Kayan Hilir 2020.
“Saya juga dukung sikap dewan itu, selama pemerintah Sintang tidak transparan atas usul Raperda itu, jangan dibahas, memang harus begitu Dewan pro rakyatnya,” pungkasnya.
Untuk pembaca ketahui, Sejak kantor Camat Kayan Hilir dibongkar 2019 lalu, pelayanan di sana menggunakan mess pemerintah yang sempit dan sumpek.
Untungnya, efek pelayanan dari kantor darurat itu, masyarakat Kayan Hilir tidak banyak komplin, warga disana memaklumi keadaan itu karena mengetahui mau pindah ibu kota kecamatan.
Namun bagi sebagian besar warga kota Kayan Hilir (Ng.Mau) ada pula yang ingin tahu sejauh mana proses pemindahan ibu kota kecamatan itu, terutama keuntungan yang akan dirasakan masyarakatnya.
Saat mendia ini ke Kayan Hilir minggu lalu, 2-3 warga memberi tanggapan, pindah ibu kota kecamatan Kayan Hilir, Desa Nanga Mau – ke Desa Bombai Begununk, tidak masalah selagi tujuannya perluasan kota dan ikutannya perekonomian masyarakat berubah. meningkat.
Soal belum punya Perda pindah ibu kota kami warga tidak tahu menahu soal itu, itu politik, hanya kalau boleh usul janganlah pemindahan ibu kota Kayan Hilir ini dijadikan lahan korupsi dan politik, katanya. mr/js