BANDUNG, HR – Proses pengadaan fisik pada dua paket di lingkungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan), Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian PUPR RI yang bersumber dari dana APBN 2016 terindikasi KKN untuk memenangkan rekanan tertentu.
![]() |
Kepala Badan Litbang Kemen PUPR
DR Ir Arie Setiadi Moerwanto MSc
|
Kedua paket tersebut, yang ditayang di website LPSE Kementerian PUPR adalah Paket 2432.053.001.301.E1. Pilot Project Baja Bergelombang untuk Fly Over di Kota Bandung dengan kode lelang: 17059064 dengan nilai Harga Perkiraan Sendiri ( HPS) senilai Rp 21.289.725.000, sedangkan pemenangnya PT Likatama Graha Mandiri dengan nilai penawaran Rp 21.245.072.000 atau sekitar 99,79 persen.
Kemudian, paket 2432.051.001.106.A1. Prototipe Teknologi Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Tipe 2: untuk Penerapan Teknologi Hasil Pusjatan dengan kode lelang: 16206064 dengan nilai HPS Rp 9.583.966.400. Sedangkan pemenangnya juga PT Likatama Graha Mandiri dengan nilai penawaran Rp 9.526.766.400 atau 99,40 persen. Kedua paket tersebut, kontraknya ditandatangani selisih sehari, yakni tanggal 25 Mei 2016 dan 26 Mei 2016.
Kedua paket yang dimenangkan PT Likatama Graha Mandiri (PT LGM) adalah penawaran tertinggi, dan bahkan masing-masing kedua paket itu pula tidak ada peserta yang lain memasukkan penawaran harga, atau tidak ada lawan dan hanya peserta PT LGM yang memasukkan penawaran harga atau tunggal, sampai penawaran harga diatas 99 persen dari nilai HPS, hingga hal ini sangat merugikan keuangan negara.
Anehnya, Satker Pokja dalam mengevaluasi dengan System Nilai itu, dimana kedua paket itu yang dimenangkan PT LGM diberikan nilai skor harga sampai mencapai 100 dan nilai skor akhir masing-masing 94,12 dan 94,36, dan juga kepada peserta lainnya (ada dua peserta) yang sampai tahap kualifikasi administrasi teknis, namun tidak ada penawaran harga pada paket Prototipe Teknologi Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Tipe 2: untuk Penerapan Teknologi Hasil Pusjatan hanya disebut “Tidak menyampaikan jaminan penawaran”.
Padahal, perusahaan PT LGM tidak memiliki Kemampuan Dasar/KD atau pengalaman sejenis pada SBU subbidang atau Kualifikasi/Klasifikasi yakni : Jasa Pelaksana Konstruksi Pekerjaan Jembatan, Jalan Layang, Terowongan dan Subways/S1004 untuk paket 2432.053.001.301.E1. Pilot Project Baja Bergelombang untuk Fly Over di Kota Bandung, dan begitu pula untuk paket untuk paket 2432.051.001.106.A1. Prototipe Teknologi Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Tipe 2: untuk Penerapan Teknologi Hasil Pusjatan, yakni :- Jasa Pelaksana Untuk Konstruksi Jalan Raya (kecuali Jalan layang), jalan, rel kereta api, dan landas pacu bandara/S1003.
Kedua subbidang yakni S1004 dan S1003 pada kedua paket masing-masing yang dimenangkan PT LGM, dan hal itu berdasarkan detail data dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK-NET), jelas-jelas tidak memiliki kemampuan dasar atau pengalaman sejenis pada Subbidang S1004 dan S1003, padahal perusahan pemenang PT LGM sudah berdiri sejak kurang lebih 17 Tahun, dan itu berdasarkan “akte pendirian perusahan” yakni tanggal 05 Januari 2009 dan pengesahan tanggal 12 Maret 2012.
Berdasarkan hal itu, karena belum memiliki pengalaman sejenis atau kemampuan dasar, maka penetapan pemenang atas nama PT LGM seharusnya gugur, terkecuali bagi Penyedia Barang/Jasa/perusahaan yang baru berdiri 3 (tiga tahun) sehingga sudah jelas tidak terpenuhi baik didalam dokumen pengadaan maupun berdasarkan Perpres 54/2010 dan perubahan Perpres 70/2012 dan Perpres 4/2015.
Bahkan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19/PRT/M/2014 tentang perubahaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi, bahwa nilai total HPS paket 2432.053.001.301.E1. Pilot Project Baja Bergelombang untuk Fly Over di Kota Bandung dengan nilai Rp 21.289.725.000, yang seharusnya perusahaan yang berkualifikasi M2, sedangkan perusahaan pemenang PT LGM sesuai detail di lpjk net berkualifikasi M1, dan itu pun tidak memiliki pengalaman sejenis setara 10 tahun terakhir ini.
Juga diduga bahwa persyaratan personil inti dan peralatan yang diajukan perusahaan pemenang (PT LGM) pada kedua paket masing-masing yang dikerjakan dalam “waktu bersamaan” tidak sesuai persyaratan dalam dokumen pengadaan, bahkan overlapping.
Padahal diketahui, bahwa personil dan peralatan yang disampaikan dalam penawaran hanya untuk 1 (satu) paket pekerjaan yang dilelangkan, apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil inti dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda, apalagi dalam “waktu bersamaan” tidak sesuai aturan didalam Perpres. 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres 4/2015, dan Permen PUPR No.31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mempertanyakan dengan mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi dengan Nomor: 040/HR/IX/2016 tanggal 19 September 2016 kepada Kepala Satker Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Balitbang, Kementerian PUPR, namun sampai saat ini belum ada tanggapan hingga berita naik cetak.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum LSM Lapan (Lembaga Pemantau Aparatur Negara), Gintar Hasugian menilai, bila benar perusahaan pemenang tidak memiliki sejumlah pengalaman sejenis pada subbidang, maka hal itu patut dicurigai.
“Kenapa perusahaan tidak memiliki kemampuan dasar, lalu dimenangkan? Ini jelas sudah pelanggaran dan hal itu perlu diusut yang berwenang,” katanya kepada HR (6/10), di Jakarta.
“Masih ada oknum di Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Balitbang yang bermain dengan menjagokan rekanan tertentu yang mengusung atau memenangkan perusahaan tak miliki kemampuan dasar, dan hal ini sebenarnya bahwa ULP Pokja/Satker tahu masalah itu, namun membiarkan hal itu sebagai pemenang,” ujarnya.
Oleh karena itu, katanya, diminta kepada Menteri PUPR segera menindak tegas bawahannya yang bermain dalam pelelangan yang tidak kondusif itu. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});