DENPASAR, HR – Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, inflasi bulanan Provinsi Bali mencapai 1,61 persen, yang mencerminkan adanya peningkatan harga secara umum di masyarakat. Kepala BPS Bali, Agus Gede Hendrayana Hermawan mengatakan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, inflasi year-on-year Maret 2025 terhadap Maret 2024 tercatat sebesar 1,89 persen. Sedangkan untuk inflasi year-to-date, yakni sejak Desember 2024 hingga Maret 2025 tercatat sebesar 1,01 persen.
Dari berbagai kelompok pengeluaran, dua kelompok mencatatkan kontribusi tertinggi terhadap inflasi bulan Maret. Pertama yaitu Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga melonjak signifikan dengan inflasi 9,92 persen, atau memberikan andil 1,18 persen terhadap total inflasi. Sementara kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga menyumbang cukup besar dengan inflasi 1,16 persen, atau menyumbang 0,39 persen terhadap inflasi.
“Januari, Februari itu pemerintah menetapkan harga (listrik) turun, Maret sudah kembali (normal), secara otomatis harganya akan meningkat, itu yang menyebabkan tarif listrik menjadi penyumbang utama dengan andil sebesar 1,19 persen, diikuti oleh cabe rawit sebesar 0,28 persen,” jelasnya.
Selain itu, dikatakannya, komoditas lain yang turut memberikan andil inflasi bulanan antara lain bawang merah (0,09 persen), beras (0,05 persen), air kemasan (0,03 persen), sigaret putih mesin (0,02 persen), angkutan antar kota (0,02 persen), dan emas perhiasan (0,01 persen).
Disisi lain, dua kelompok mengalami deflasi alias penurunan harga, yaitu komoditas transportasi serta informasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Namun Hermawan mengatakan dampaknya tidak terlalu besar karena kelompok lain rata-rata tetap menunjukkan tren kenaikan harga.
Untuk inflasi year-on-year, tiga kelompok yang menjadi penyumbang terbesar antara lain makanan, minuman, dan tembakau (inflasi 4,33%, andil 1,36%), penyediaan makanan dan minuman/restoran (inflasi 4,09%, andil 0,39%), serta perawatan pribadi dan jasa lainnya (inflasi 3,21%, andil 0,30%). Di tingkat komoditas, cabe rawit (0,45 persen), daging babi (0,20 persen), minyak goreng (0,20 persen), kopi bubuk (0,19 persen), dan tarif parkir (0,10 persen) menjadi pemicu utama penyumbang inflasi tahunan.
“Yang menarik di sini adalah tarif listrik menjadi komoditas penyumbang deflasi tertinggi dengan sumbangan minus 0,76%. Jadi Maret sekarang itu masih ada sisa-sisa diskon dari listrik yang diberlakukan oleh pemerintah untuk pembayaran (pascabayar),” ungkapnya.
Secara umum, seluruh empat wilayah di Bali yakni Singaraja, Tabanan, Badung, dan Denpasar mencatatkan inflasi. Inflasi bulanan tertinggi ada di Singaraja (1,71 persen), Tabanan (1,52 persen), Denpasar (1,69 persen), dan terendah di Badung (1,45 persen). Namun, jika dibandingkan secara tahunan, justru Denpasar mencatatkan inflasi tertinggi (2,53 persen), dan Singaraja terendah (1,09 persen). dyra