TANGERANG, HR – Sosialisasi silsilah Raden Aria Wangsakara diselenggarakan Dinas sosial Tangerang dengan keturunan dan ahli waris dari Raden Aria Wangsakara, Selasa, 4 Agustus 2018.
Dalam cerita Rakyat dan hasil dari temuan Dimas sosial mencari di manakah makan Raden Aria Wangsakara. Menurut sejarah dan menurut hasil check end ricek ada keturunan dua tokoh besar, yaitu Sulthan Abul Mafakhir (Sultan Banten keempat ) dan Pangeran Arya Wangsakara (Penguasa Tangerang 1663 di bawah Kesulthanan Banten bergelar Arya Tangerang).
Banyak orang mengenal keturunannya yaitu Gubernur Wahidin Halim sebagai birokrat yang handal, meniti karir menjadi Walikota Tangerang. Dan Wahidin Halim sekarang telah ditetapkan KPUD Banten sebagai Gubernur Banten terpilih periode 2017-2022 berpasangan bersama Andhika Hazrumi putara Mantan Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiah.
Tapi banyak yang tidak kita ketahui bahwa Raden Aria Wangsakara, dibalik yang disebutkan di atas ternyata keturunan dari Kesultanan Banten. Silsilah Gubernur Wahudin Halim dari garis ibu yang menjadi keturunan Raden Aria Wangsakara, adalah pertemuan dua tokoh besar yaitu Sulthan Abul Mafakhir (Sultan Banten keempat ) dan Pangeran Arya Wangsakara (Penguasa Tangerang 1663 di bawah Kesulthanan Banten bergelar Arya Tangerang). Makom arya wangsakara di lengkong ulama kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.
Dalam sosialisasi tersebut dipaparkan bahwa Pangeran Arya Wangsakara atau dikenal juga dengan nama Kiayi Wangsaraja atau dikenal Raden Lenyep adalah cucu dari Prabu Geusan Ulun, Raja Sumedang Larang dari putra Prabu Geusan Ulun yang bernama Pangeran Arya Wiraraja, yang
Pangeran Arya Wangsakara sebelum menjadi penguasa Tangerang pada zaman Sultan Agung Tirtayasa, sebelumnya adalah tangan kanan Sultan Abul Mafakhir di Kesultanan Banten.
“Berbagai masalah kesultanan selalu dibicarakan terlebih dahulu dengan Wangsakara. Bahkan wangsakaralah yang dijadikan pemimpin duta Banten ke Makkah untuk menjemput piagam pengangkatan sultan Banten dari khalifah utsmaniyah Turki. Dalam rombongan, ikutserta pula putra mahkota Pangeran Abul Ma’ali Ahmad.
Dan Pangeran Wangsakara dinikahkan dengan cucu sultan Abul Mafakhir yang bernama Ratu Zakiyah binti Ratu Salamah. Dari pernikahan ini mempunyai anak Ratu Ratnasih. Ratu Ratnasih atau Raden Wiratnasih atau Raden Ratna Sukaesih ini. Kemudian menurunkan sosok Gubernur Banten yaitu Wahidin Halim.
“Jadi Wahidin Halim adalah dzuriyat dari Sulthan Abul Mafakhir Banten dan Pangeran Arya Wangsakara Tangerang. Pangeran Wangsakara meninggal di usia senja dalam pertempuran sengit antara pasukan Sultan Tirtayasa dan VOC di Ciledug Tangerang.
Selain dengan cucu Sultan Abul Mafakhir, Wangsakara juga mempunyai dua isteri lainnya yaitu Nyaimas Nurmala putri Adipati Karawang mempunyai anak Raden Yudanagara dan Raden Raksanagara. Isteri yang lain adalah putri dari Tubagus Idham yang bernama Ratu Maimunah mempunyai anak Raden Wiranegara atau disebut Syekh Ciliwulung kresek.
Raden Ratna Sukaesih mempunyai anak Raden Tapa Dilaga atau Kiayi Tapa. Kiayi Tapa bersama Tubagus Buang memimpin gerilya melawan kompeni Belanda. Pemberontakan Kyai Tapa berawal dari rakyat Banten yang dikhianati oleh Ratu Syarifah yang bersekutu dengan VOC. Ratu Syarifah adalah istri dari Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin (1733-1750).
Sebelumnya Ratu Syarifah adalah seorang janda dari pegawai VOC di Batavia, Ratu Syarifah bersekutu dengan VOC dan membuang putra mahkota yaitu Pangeran Gusti ke Ceylon (Srilangka).
Ratu Syarifah menginginkan agar menantunya yaitu Pangeran Syarif Abdullah dijadikan Sultan Banten. Ia pun menyebarkan fitnah bahwa suaminya gila dan kemudian ditangkap Belanda. Diangkatnya Pangeran Syarif Abdullah sebagai Sultan Banten atas persetujuan Belanda, hal ini membuat kemarahan bagi kerabat kesultanan dan rakyat Banten yang tidak setuju dengan pengangkatan sultan baru.
“Pemberontakan dipimpin oleh Tubagus Buang dan Kyai Tapa dengan menyerang Keraton Surosowan. Akan tetapi Benteng Keraton sulit ditembus karena bantuan VOC yang begitu kuat. Selanjutnya Tubagus Buang dan Kyai Tapa menyerang dengan cara gerilya dan mendirikan kanton-kantong perlawanan, salah satunya di Gunung Munara (Rumpin), Pandeglang, Bogor dan Tangerang. Tubagus Buang melakukakan gerilya sekitar Banten selama dua tahun, karena desakan pasukan VOC maka pasukan Tubagus Buang terpukul mundur ke pedalaman.
Sementara Kyai Tapa meneruskan hingga ke Pandeglang dan Bogor, Pasukan Tubagus Buang mundur hingga ke Jasinga. rakyat Jasinga ikut serta membantu perlawanan yang dilakukan Tubagus Buang.
Perlawanan gerilya membuat VOC semakin terdesak dan hingga akhirnya Gubernur Jenderal Mossel menanggapi tuntutan rakyat Banten, agar Pangeran Gusti (Putra Mahkota) dikembalikan dari Srilanka dan menangkap Ratu Syarifah beserta menantunya Pangeran Syarif Abdullah sebagai biang kerusuhan rakyat Banten.
Wahidin Halim mempunyai ibu bernama Raden Hajjah Rohanah binti Raden H. Gozali bin Raden Hj. Syari’ah binti Raden Kujang Dilaga bin Raden Muhdor dilaga bin Kiayi Tapa bin Raden Ratnasih bin Arya Wangsakara.
“Jadi sangat jelas, bahwa Wahidin Halim memiliki histori panjang silsilah kesultanan banten, karena menurut mitos orang tua terdahulu, Banten akan menjadi daerah tersendiri dan dipimpin oleh keturunan-keturunan dari kesultanan banten. Mungkin inilah mitos yang diceritakan oleh orang tua kita. Bahwa Banten benar menjadi daerah sendiri dan dipimpin oleh sosok Wahidin Halim keturunan dari kesultanan Banten. Wahidin Halim binti Raden Hajjah Rohanah binti Raden H. Gozali bin Raden Hj. Syari’ah binti Raden Kujang Dilaga bin Raden Muhdor dilaga bin Kiayi Tapa bin Raden Ratnasih bin Arya wangsakara. linda