JAKARTA, HR – Meski sudah aturan ada agar reklame konvensional yang tidak memiliki Izin di wilayah Jakarta Barat dirobohkan, namun masih terlihat banyak tiang reklame berdiri di atas lahan asset pemda yang tidak dirobohkan.
Dirobohkannya tiang reklame itu selain nantinya bisa roboh sendiri dan memakan korban juga karena zaman ini sudah zamannya reklame jenis Large Electronic Display (LED).
“Reklame konvensional yang tidak memiliki izin harus dirobohkan sebelum roboh sendiri memakan korban tidak ada yang bertanggungjawab. Apalagi zaman kini sudah canggih reklame LED sebagaimana sudah tertuang dalam Pasal 8 Pergub 148/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame dengan Sistem Light-Emitting Diode (LED),” kata Gintar, Ketua Umum LSM LAPAN di Jakarta, Kamis (10/5/2018).
Gintar menegaskan, seharusnya pihak Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Barat bekerjasama untuk mendata serta menertibkan reklame reklame yang melanggar peraturan.
“Saya berharap tindakan penertiban tiang tiang reklame yang tidak memiliki izin segera dirobohkan. Melokalisir titik reklame yang bermasalah. Banyak reklame tidak berizin masih berdiri. Seperti reklame di Jalan Puri Kembangan dekat Pasar Puri Kecamatan Kembangan harus dirobohkan,” katanya.
Menurutnya, reklame bodong tetap eksis disana. Tidak pernah bayar pajak.
“Apakah ada kongkalikong antara pemilik dan pengusaha disana?” tanya Gintar.
Kepala UPPRD Kembangan, Posman Sitorus, mengatakan, setelah mendapat laporan, pihaknya langsung mengecek keberadaan reklame di Jalan Raya Puri Kembangan dekat Pasar Puri Kembangan Jakarta Barat.
“Setelah kami cek ternyata reklame itu tidak terdaftar di database kami,” sambungnya.
Begitu mengetahui reklame itu tidak terdaftar, pihaknya kemudian mengirimkan surat imbaukan kepada pengelola reklame di lokasi tersebut. Selambat lambatnya 3×24 jam kerja sejak diterimanya surat himbauan ini dan pemilik harus segera mengurus perijinannya ke PTSP.
“Begitu kami tahu kami langsung mengirim surat himbauan supaya mengurus izinnya. Kalau himbauan ini tidak diindahkan maka kami minta untuk bongkar sendiri. Tidak juga diindahkan baru kami tembuskan surat kepada Satpol PP supaya ditertibkan,” tegasnya.
Posman menjelaskan, sesuai Perda 12 Tahun 2011 pasal 19 tentang pajak reklame dan instruksi kepala badan pajak, penyelenggara reklame pada saat reklame sudah tayang namun belum punya izin harus memenuhi kewajiban pajak reklame.
Kalau sudah tayang tapi langsung diturunkan maka hilanglah pajak. Yang mereka lakukan selama ini, kalau tidak dibongkar sendiri tetap kami terbitkan pajaknya.
“Jadi dia harus tetap bayar pajak walaupun tidak memiliki izin karena aturan perpajakan itu bahwa penyelenggara reklame harus bayar dulu pajaknya. Kalau kita biarkan enak mereka tidak bayar pajak. Dari sisi perpajakan ya kita kenakan pajak karena sudah tayang,” sambung Posman.
Masih kata Posman, kalau dibiarkan sama saja dengan bunuh diri. “Kita tahu kok sejak kapan reklame ditayangkan bisa dicek kita Sudah memeiliki alat canggih, tinggal klik di goggle ketahuan kapan itu reklame ditayangkan,” ujarnya.
Mengenai papan reklame konvensional yang berdiri di atas lahan pemda, dia juga menyarankan unuk dibongkar tapi tetap berkoordinasi dengan Satpol PP.
“Kita sudah serahkan daftarnya ke Satpol PP supaya dibongkar tapi kita tidak tahu apa kendalanya,” tandasnya.
Ketika dikonfirmasi kepada Kasatpol PP Jakarta Barat terkait tindakan pembongkaran reklame yang tidak memiliki izin, Tamo Sijabat belum bersedia menjawabnya. kornel