Petani Asal Desa Pandran Raya Bebas Setelah Menjalani Hukuman Selama 5 Bulan

oleh -331 views
Petani Asal Desa Pandran Raya Bebas Setelah Menjalani Hukuman Selama 5 Bulan.

MUARA TEWEH, HR – Selama lima bulan di Lapas II B Muara Teweh, sebanyak delapan orang petani asal Desa Pandran Raya, Kecamatan Teweh Selatan, Kabupaten Barito Utara, bebas sejak Selasa (13/04/2021). Para petani dilaporkan oleh salah satu perusahaan perkebunan sawit terbesar di Barito Utara PT Antang Ganda Utama atau PT AGU ke polisi pada 13 November 2020. Mereka dituduh mencuri sawit di lahan milik PT AGU. Sebaliknya para petani merasa memanen di atas lahan kemitraan.

Kuasa Hukum dari Perhimpunan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Jubendri Lusfernando kepada wartawan menyebut para petani dikenakan tiga pasal dakwaan, yakni pencurian pasal 362 KUHP, UU Darurat nomor 12/1951, dan Pasal 107 UU Perkebunan nomor 39/2014. “Selama proses persidangan, kita dapat menerapkan upaya hukum secara baik. Majelis hakim memberikan putusan yang sangat adil,” kata putera asli Bukit Sawit ini.

Delapan orang petani yang bebas hari ini atas nama Agayanto, Rendi Saputra, Gerindil, Yanuar Yuda Lesmana, Adri, Umbun, Cahmudi, dan Toni Kusmoyo. Sedangkan tiga orang yang bebas pada Maret lalu adalah Susanto, Purwanto, dan Riki Kardo. “Harapan saya sebagai bekas napi, perusahaan cepat merealisasikan lahan kemitraan yang dituntut warga desa Pandran Raya. Selama ini, orang lain yang makan dari situ, kita tidak menikmati hasilnya. Masyarakat kecewa, sehingga terjadi aksi panen. Kami yang serahkan tanah itu, bukan desa lain. Tata batas juga mesti selesai, supaya masyarakat tidak dikriminalisasi,” ujar pria yang juga tokoh masyarakat Pandran Raya.

Camat Teweh Selatan Aspuri dan Kepala Desa Pandran Raya Mus Muliadi, terlihat turut menjemput warganya dari Lapas II B Muara Teweh dan berlanjut ke Mapolres Barito Utara untuk mengurus barang bukti sepeda motor. “Alhamdulillah, warga kami bebas. Mereka dipidana mencuri, padahal saya tahu persis mereka mencari makan di tanah leluhur mereka sendiri,” tegas Aspuri.

Sekadar diketahui, dari tiga dkawaan, para petani dikenakan pidana Pasal 107 UU Perkebunan yang berbunyi, setiap Orang secara tidak sah yang:mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Lahan Perkebunan, mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan, melakukan penebangan tanaman dalam kawasan Perkebunan, atau memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat miliar rupiah.

Namun demikian, frasa “setiap orang secara tidak sah” dalam Pasal 55 dan Pasal 107 UU Perkebunan ini dikecualikan bagi masyarakat hukum adat. Sebagaimana bunyi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015. mps

Tinggalkan Balasan