MEDAN, HR – Terkait proses hukum eks. Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho atas kasus suap anggota DPRD sumatera Utara atas persetujuan laporan pertanggung jawaban Pemprov Sumut 2012-2014 serta Persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ) pemprov Sumut 2013 dan 2014.
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Sumatera Corruption Watch (SCW ) melalui surat No: 117/SCW/SLK/I/19, tertanggal 7 Januari 2018 yang ditujukan ke Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) meminta Klarifikasi Kasus Suap Gubernur Sumut .
Ketua SCW, Drs. Johanes KK deidampingi Sekretaris SCW, Albert Soekanta mengutarakan lembaga Swadaya Masyarakat LSM Sumatera Corruption Watch ( SCW ) yang telah berdiri sejak September 1999, adalah suatu gerakan LSM yang bergerak selain melakukan pemantauan terhadap adanya tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme , khususnya di daerah Sumatera Utara . juga aktif dalam advokasi dan pelayanan masyarakat untuk keadilan dan transparansi.
Dikatakannya sehubungan tengah diprosesnya eks. Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho atas kasus suap anggota DPRD sumatera Utara terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban pemprov sumut 2012-2014 serta Persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemprov Sumut 2013 dan 2014. Dimana hal tersebut menurut pantuan kami telah melibatkan pihak pihak yang menjadi tersangka KPK dan telah diproses secara hukum yaitu : 1. Gelombang pertama , Pihak eks Gubernur itu sendiri yakni Sdr Gatot Pujo Nugroho; 2. Gelombang kedua, yakni pimpinan DPRD Sumatera Utara sejumlah 5 Orang; 3.Gelombang ketiga, Pimpinan Fraksi sejumlah 7 Orang dan 4. Gelombang keempat, anggota DPRD Sumut sejumlah 38 orang
“Kami SCW sebagai lembaga anti korupsi dan bekerja untuk hal tersebut sangat mengapresiasi prihal tersebut, dimana telah diproses Gubernur Sumut, Pimpinan DPRD sumut dan Anggota DPRD sumut yang terlibat. Namun demikian kami juga ada menerima laporan pengaduan masyarakat bahwa ada ketidakadilan, adanya tebang pilih, adanya inkonsistensi KPK. Dan untuk itu kami merasa perlu untuk melaporkan kepada KPK agar ada cek and recek/investigasi kembali tentang kebenaran informasi tersebut,” ujarnya, Senin (71/2019) di Jakarta.
Johanes memaparkan berdasarkan PP No 71 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih, dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam Pasal 9 ayat (3) menegaskan bahwa tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dengan ini kami sampaikan keterangan mengenai dugaan adanya intransparansi, tebang pilih ataupun ketertinggalan ataupun kealfaan KPK dalam pemberantasan korupsi atas kasus tersebut diatas.
Adapun laporan masyarakat yang kami terima dapat kami rangkum dan kami paparkan sebagai berikut:
1). Bahwa pihak dari eksekutif dalam perkara kasus tersebut yang diproses sebagai tersangka hanya Gubernur Gatot Pujo Nugroho sementara semua pihak mengetahui adanya keterlibatan dari pihak eksekutif beberapa oknum yang tidak bisa tidak terlibat mereka itu adalah pihak yang menyambungkan antara pihak Gubernur GPN (pihak penyuap) dengan pihak DPRD Sumut (Pihak yang disuap) menurut laporan kepada kami nama nama itu diindikasikan adalah: a) Nurdin Lubis ( Sekda Sumut ); b)Kuat Lubis ( Ka Biro Keuangan ); c)Bahar Siagian ( Mantan Kabiro Keuangan); d)Randiman Tarigan ( Sekwan DPRD Sumut.
Masyarakat dan kami SCW bertanya mengapa mereka sampai hari ini tidak menjadi tersangka ?
2).Bahwa menurut laporan masyarakat kepada kami diindikasikan ada pemain pemain utama yang pada saat suap berproses , merekalah yang melakukan pembagian uang kepada anggota DPRD sumut bersama sama dengan bendahara DPRD sumut. Dimana mereka ini memainkan peran ganda yaitu mereka ikut menikmati uang suap karena mereka juga anggota DPRD yang mendapat bagian dan mereka ikut menyuap sebagai perpanjangan tangan pihak penyuap , dimana menurut kami mereka inilah yang seharusnya pertama diajukan sebagai tersangka karena dianggap pihak yang mentriger terjadinya tindak pidana suap. Karena itu juga seharusnya harus mendapat hukuman lebih tinggi dari yang lain. Nama-nama mereka yang teriindikasikan yakni :
a)Zulkarnain alias Jul Jenggot (dari Fraksi PKS DPRD Sumut ); b)H. Mamiek Subalshan ( dari Fraksi Hanura DPRD Sumut ); c)Hardi Muliono (dari Fraksi Golkar DPRD Sumut); d)Aduhot Simamora (dari Fraksi Hanura DPRD Sumut ); e) Oloan Simbolon (dari Fraksi PPD DPRD Sumut); f) Ichyar Hasibuan (dari Fraksi Demokrat DPRD Sumut ); g) Alinafiah (Bendahara DPRD Sumut).
Didalam kesaksian kesaksian di pengadilan atas para terdakwa bahwa mereka meraka ini lah yang membagikan uang dan mereka para tersangka menerima dari mereka dan sungguh menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat dan juga kami SCW mengapa mereka belum menjadi tersangka ?
3). Bahwa kasus suap Gubernur GPN kepada DPRD sumut telah di ekspose di berbagai media bahwa Gubernur GPN menyuap anggota DPRD Sumut tidak hanya pada kasus persetujuan laporan pertanggungjawaban pemprov sumut 2012-2014 serta Persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ) pemprov Sumut 2013 dan 2014. Namun juga sudah ada pengakuan dari pihak Gubernur GPN bahwa suap juga di jalankan pada kasus Pansus PAD pada periode DPRD 2014-2019 diduga keterlibatan sejumlah 20 orang anggota DPRD sumut . dan juga pada kasus Interpelasi diduga keterlibatan 22 Anggota DPRD Sumut.
Masyarakat berharap dan mendesak agar KPK juga segera memproses kasus ini dan berharap agar segera mengumumkan pihak pihak yang menjadi tersangka agar jelas KPK bekerja secara profesional.
4).Bahwa di dalam hal kinerja KPK dalam hal menjadikan tersangka pihak anggota DPRD masyarakat melihat adanya banyak kejanggalan seperti ; yang mengembalikan uang ada yang menjadi tersangka ada yang tidak menjadi tersangka . Dalam Catatan kami beberapa nama dari anggota DPRD sumut yang sudah mengembalikan dana hasil suap tersebut ke KPK yang jumlahnya seharusnya tidak hanya sepihak tapi harus berdasarkan proses hukum diantaranya Evi Diana , Meilizar Latif SE, Palar Nainggolan, Alamsyah Hamdani Dll: ada juga oknum yang tidak mengaku padahal pengakuan sesama anggota dewan mengetahui mereka juga terima namun tidak menjadi tersangka. Bahkan beberapa kesaksian dalam persidangan bahwa semua anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 menerima suap dari gubernur GPN sehingga ada kesan di masyarakat pihak KPK masih melakukan cara tebang pilih dalam melakukan kewenanangannya.
“Dan kami mencatat pada saat hakim pembacakan putusannya pada sidang putusan kasus korupsi Gubernur GPN bahwa dengan tegas Hakim Didik Setyo Handono Meminta agar KPK mengajukan pihak lain yang terlibat dalam perkara ini baik dari penerima maupun pemberi yang belum diadili di persidangan,” tambah Albert Soekanta.
“Berdasarkan paparan diatas kami LSM SCW berharap komisioner KPK dapat menangggapi surat kami ini yang berupa keluhan masyarakat yang peduli terhadap penanggulangan korupsi , yang peduli akan keadilan dalam penanggulangan korupsi dan peduli akan transparansi dalam penanggulangan korupsi. Kami LSM SCW juga berharap dan masih percaya KPK dalam waktu dekat segera dapat melakukan tindakan yang jelas dan nyata atas keluhan yang dipaparkan diatas sebagai jawaban dari surat kami ini. Dan kami bersamasama dengan masyarakat tidak merasa perlu untuk melakukan aksi aksi agar hukum dan keadilan tegak di republik ini,” tegasnya.
Albert menyampaikan sebagaimana KPK selalu mendorong adanya transparansi di berbagai lembaga negara. SCW sebagai pengawasan masyarakat juga mendorong bahkan menantang KPK untuk menegedepankan transparansi dalam kasus Suap gubernur DPRD Sumatera Utara.
Menurut Albert surat klarifikasi ini juga disampaikan kepada Ketua Laskar Rakyat Jokowi di Jakarta dan Ketua Relawan Padamu Negeri di Jakarta, yang ikut juga mengontrol jalan proses hukum tersebut. igo