Permendiknas Larang Penjualan Buku di Sekolah, Praktik di Cengkareng Dipertanyakan

Ilustrasi.

JAKARTA, HR — Adanya laporan masyarakat terkait penjualan Buku Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah swasta, khususnya di wilayah Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat, mendapat sorotan dari berbagai pihak. Praktik tersebut dianggap menimbulkan beban tambahan bagi orang tua murid dan diduga melanggar aturan yang telah ditetapkan pemerintah.

Salah satu kasus terjadi di SMP, SMA, dan SMK Yakin yang berlokasi di Cengkareng, Jakarta Barat. Berdasarkan keterangan yang diterima, para murid diminta membayar sebesar Rp180 ribu untuk mendapatkan 12 buku LKS. Pembelian ini berlaku bagi siswa dari kelas 7 hingga kelas 9 SMP Yakin.

Ketika awak media mencoba melakukan konfirmasi kepada Kepala Sekolah maupun Ketua Yayasan SMP IP Yakin, pihak sekolah tidak memberikan jawaban langsung.

“Kepsek sedang tidak ada di tempat, sedang keluar,” kata Susanto, petugas keamanan yang berjaga di sekolah tersebut.

Menanggapi hal ini, Kepala Sudin Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat, Diding, meminta agar konfirmasi langsung diarahkan kepada Plt Kasi SMP-SMA Sudin Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat, Muklis.

Muklis kemudian menjelaskan bahwa sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Pasal 51 ayat (6), satuan pendidikan yang dikelola masyarakat memang dapat menarik dana dari peserta didik atau orang tua/wali, sepanjang dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat dapat bersumber dari pungutan peserta didik atau orang tua/walinya,” jelas Muklis

Selain itu, ia juga mengacu pada Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 Pasal 6, yang menyebutkan bahwa pungutan dan sumbangan dari peserta didik atau orang tua/wali merupakan salah satu sumber dana bagi sekolah swasta.

Namun, perlu dicatat bahwa dalam Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008, khususnya Pasal 11, sekolah, guru, dan tenaga kependidikan dilarang menjual buku, termasuk buku pelajaran, di lingkungan sekolah.

Larangan ini bertujuan untuk mencegah praktik monopoli penjualan buku oleh sekolah dan memastikan siswa dapat mengakses berbagai sumber belajar yang berkualitas dengan harga yang wajar.

Kasus penjualan LKS ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai apakah praktik tersebut sesuai dengan regulasi yang berlaku atau justru melanggar ketentuan yang sudah diatur.

Sorotan publik semakin menguat karena praktik serupa seringkali memberatkan orang tua siswa, terlebih jika tidak ada transparansi dalam penetapan harga maupun mekanisme pembelian.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak sekolah Yakin Cengkareng belum memberikan keterangan resmi terkait penjualan LKS tersebut.

Publik menunggu tindak lanjut dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk memastikan apakah praktik ini telah sesuai aturan atau justru melanggar ketentuan yang berlaku. •didit

[rss_custom_reader]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *