Pentingnya Kehadiran Rasa Kasih Sayang Guru dalam Pendidikan

oleh -322 views

JAKARTA, HR – Dunia pendidikan kembali dihebohkan dengan kasus tewasnya sejumlah Siswa SMPN 1 Turi Yogyakarta, yang disebabkan hanyut terbawa arus sungai yang banjir pada saat kegiatan susur sungai (21/02/2020). Kegiatan yang merupakan rangkaian pelatihan Pramuka tersebut digelar pada saat cuaca di hulu sungai hujan, dan diketahui tanpa didampingi oleh guru.

Berdasarkan pengakuan Pengelola outbound Desa Wisata Sempor, Dusun Dukuh, Donokerto,Turi, Sleman, Dudung Laksono, pihaknya sempat bertemu dengan ratusan siswa dan seorang kakak pembina Pramuka. Tepatnya ketika mereka melintas di jembatan sebelum dilakukan susur sungai. Namun tidak pernah ada pemberitahuan bahwa akan ada kegiatan susur sungai.

“Tidak ada konfirmasi atau izin ke desa untuk susur sungai. Kalau ada tamu, terus air keruh biasanya kami enggak membolehkan dan kita batalkan [susur sungai],” terangnya.

Menurut pemaparan Kabid Humas Polda DIY, Kombes Yulianto, pihaknya telah menetapkan oknum Guru berinisial IYA yang juga merupakan Pembina Pramuka di SMP 1 Turi (22/2/2020).

Ia menjadi tersangka dikarenakan meninggalkan anak didiknya setelah mengantar siswa di Lembah Sempor. Adapun pasal yang dikenakan pada tersangka IYA adalah Pasal 359 KUHP, tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Kelalaian tenaga pendidik yang mengakibatkan hilangnya nyawa siswa merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Namun pada dasarnya hal ini tidak akan terjadi jika para Guru benar melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan sepenuh hati dan mementingkan kesejahteraan dan keselamatan siswa.

Hal tersebut disinggung oleh Pakar Psikologi, Retno IG Kusuma dalam materinya saat mengisi workshop di Objek Wisata Kampung Langit di Lokasi The Keranjang, Bali dengan tema “Mendidik Anak dengan Cinta” pada Sabtu (22/02/2020).

Retno menekankan bahwa yang paling pertama dibutuhkan oleh seorang Guru adalah rasa kasih dan sayang dalam hatinya agar setiap apa yang ia kerjakan memang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan murid.

“Mengajar dengan cara yang demokratik dan asertif berarti berbasis pada P&3K yaitu Perhatian, Kasih sayang, Konsistensi, dan kebutuhan anak, dimana akan tercipta suatu situasi yang akan membuat anak berkembang secara optimal dan menerima rangsangan dengan rasa nyaman dan rasa aman,” terang Retno di hadapan 80 orang pengajar dari sekolah-sekolah di Wilayah Bali.

Jika seorang Guru telah memiliki pemahaman dan rasa kasih sayang tersebut, maka diyakini kejadian-kejadian yang disebabkan pada kelalaian akan dapat diminimalisir, karena Guru akan terus berorientasi pada tanggung jawabnya atas siswa. gina

Tinggalkan Balasan