JAKARTA, HR – Tokoh anak rantau dari Kab Samosir yang kini menetap di Kota DKI Jakarta, Eddy Naibaho, Jumat (20/1), mengungkapkan, agar Pemkab Samosir bersikap manusiawi merelokasi pedagang Onan Tajur Kota Pangururan.
Para pedagang Onan Tajur menolak di relokasi ke Onan Baru, dengan alasan bahwa di tempat yang baru ternyata sepi pembeli/konsumen. Dan terbukti, beberapa pedagang ‘ditekan’ harus pindah dengan diimingi diberikan uang kerohiman sebesar Rp 1 juta. Sebagian besar pedagang menolak menerima dana itu.
Namun, ada seorang pedagang yang menerima dan langsung pindah ke Onan Baru. Dan pada hari berikutnya, si pedagang itu kembali lagi berdagang di tempat lama, karena di Onan Baru minim pembeli.
Minimnya pembeli diakibatkan jarak tempuh ke Onan Baru mampu menguras kantong warga. Bila naik becak, pembeli wajib merogoh kocek sebesar minimal Rp20 ribu (pergi-pulang). Bila tidak ada pembeli, berarti perputaran uang di Onan Baru juga sedikit, dan hal itu menghambat kesejahteraan pedagang dalam berusaha.
Sebaliknya, perputaran uang di Onan Lama terbilang sangat baik dan mampu mendongkrak perekonomian warga setempat dan pedagang lainnya. Namun, Pemkab tidak melihat hal itu. Pemkab terkesan memaksakan agar wilayah Tajur dikosongkan dari usaha dagang. Pemkab terlihat hanya mampu mencari solusi instan, tanpa memperhatikan kesejahteraan warga pedagang Onan Tajur.
Terkait itu, pedagang pun mendatangi Eddy Naibaho, selaku putra daerah yang kini merantau dan sukses di Kota DKI Jakarta. Kepada Eddy Naibaho, pedagang meminta kuasa dan dukungan agar pihak keluarga Eddy Naibaho mengizinkan meminjamkan lahannya yang berada di Jalan Gereja Pangururan, untuk digunakan sebagai penampungan sementara para pedagang dari Onan Tajur.
Demi tujuan kemanusiaan, Eddy Naibaho dan keluarga pun menyetujui permohonan warga, dengan syarat bahwa pedagang harus membangun sendiri kios berdagangnya, dan menjaga kebersihan, kenyaman, tertib dan keamanan di lahan yang dipinjamkan.
Menindaklanjuti hal itu, pada 19 Oktober 2016, Eddy Naibaho pun bersurat ke Pemkab Samosir untuk memberitahukan mengenai lokasi sementara para pedagang Onan Tajur. Ironisnya, Pemkab Samosir justru mengesampingkan informasi tersebut, dan membalasnya dengan memasang spanduk larangan mendirikan pasar tanpa izin di lokasi penampungan yang baru.
Pemkab Samosir terlihat kebakaran jenggot karena kebijakannya memindahkan pedagang ke Onan Baru tidak berjalan sempurna. ‘Serangan’ Pemkab Samosir itu memperlihatkan kelemahan birokrasi pimpinan Rapidin Simbolon dan Juang Sinaga. Padahal, penampungan sementara itu bertujuan agar Pemkab Samosir dapat mencari lahan lain yang strategis untuk pemindahan pedagang Onan Tajur. Cara instan Pemkab Samosir itu justru menyiratkan adanya upaya untuk membangkrutkan atau ‘membinasakan’ pedagang Onan Tajur.
Sebelumnya, Eddy Naibaho juga telah berusaha melakukan audiensi dengan Bupati dan jajarannya, dengan harapan dapat menyalurkan/menyampaikan aspirasi pedagang Onan Tajur kepada kepala daerahnya. Namun ironisnya, Kepala Daerah Kab Samosir, Rapidin Simbolon, tidak menggubris upaya positif Eddy Naibaho itu.
“Pemkab Samosir mulai menunjukkan arogansinya dengan mengabaikan upaya pembinaan terhadap UMKM atau pedagang Onan Tajur. Aspirasi masyarakat atau pedagang juga harus didengarkan Bupati dan jajarannya, dan dicarikan win-win solution bila ada keluhan,” ujar Eddy Naibaho.
Keberadaan Onan Tajur memang sangat dibutuhkan warga setempat. Letaknya yang sangat strategis, ternyata menggiurkan banyak pihak untuk menguasainya.
“Saya memberi ijin kepada pedagang untuk beraktivitas bukan dasar komersil tapi sosial. Pembinaan adalah wajib hukumnya dari Pemkab. Jangan ‘binasakan’ pedagang Onan Tajur tanpa dasar hukum yang kuat,” tegasnya. redaksi
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});