SURABAYA, HR – Dinas Perkebunan Jatim (Disbun) dalam tahun ini mejadi salah satu SKPD di Pemeritahan Provinsi Jawa Timur yang paling banyak mendapat sorotan tajam dari penggiat anti korupsi terkait pimpinannya (Kadis, red), diduga memberikan “fee” kepada anggota DPRD Jatim, kembali mendapat sorotan dan tudingan miring. Tudingan miring yang dialamatkan ke Disbun Jatim dikarenakan adanya indikasi pengelolaan anggaran yang tidak transparan dan cenderung mengarah ke korupsi berjamaah.
Berdasarkan data yang tertuang pada SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan) Disbun Jatim Tahun Anggaran 2017, diketahui terdapat 167 kegiatan (89 paket penyedia dan 78 paket swakelola) yang menelan anggaran Rp 63.190.000.000.
Informasi yang diperoleh HR, pada 89 paket penyedia barang/jasa terdapat paket yang terindikasi dijadikan lahan bancaan oleh oknum-oknum pejabat Disbun Jatim untuk mencari keuntungan pribadi maupun kelompok.
Paket yang ditenggarai jadi bancaan yakni paket Pengadaan Para-Para (Kode Lelang 9348523) HPS Rp 180.000.000, sebanyak 180 buah, lokasi Kab Jombang, Kab Lamongan, Kab Bojonegoro, Kab Lumajang, pemilihan penyedia dilaksanaan secara Pengadaan Langsung (PL).
Paket berikutnya yakni Pengadaan Terpal (Kode Lelang 9348077) HPS Rp 104.000.000, sebanyak 16 lembar, lokasi Kab Lumajang.
Kedua paket tersebut terindikasi jadi proyek pat gulipat dikarenakan Disbun Jatim ditenggarai menetapkan pemenang paket PL tersebut dari satu rekanan. Hal tersebut didasarkan bukti yang diperoleh HR dari salah satu rekanan yang rencananya akan ditunjuk oleh Disbun selaku penyedia/pelaksana.
Tetapi anehnya, paket yang disodorkan ke rekanan tersebut ternyata tidak sesuai dengan jumlah fisik maupun HPS yang tertuang di Rencana Umum Pengadaan (RUP).
Untuk paket Penyediaan Terpal, di RUP tertera 16 lembar, fisiknya hanya 10 lembar. Sementara untuk paket Pengadaan Para-Para, tertera di RUP ada 180 buah, tetapi yang diberikan hanya 10 buah. Apabila merujuk kepada jumlah yang tertera di RUP, berarti selisih terpal sebanyak 6 lembar dan para-para 170 buah. Timbul pertanyaan, rekanan mana yang menyediakan sisa fisik pengadaan ?
Tidak hanya jumlah fisiknya saja yang layak disorot, nilai per lembar terpal dan per buah para-para juga perlu dipertanyakan. Untuk pengadaan terpal, di RUP nilainya tertera Rp. 6.500.000 (Rp 104.000.000/16 lembar), sementara data yang diberikan ke rekanan nilainya Rp 750.000 (Rp 7.500.000/10 lembar).
Jikalau paket pekerjaan yang diberikan Disbun kepada kontraktor tidak termasuk dari ke dua paket diatas, maka publikpun pantas menuding bahwa paket PL yang dikelolah Disbun Jatim telah dijadikan alat untuk mencari keuntungan pribadi oknum-oknum yang bermental korup dengan cara tidak memasukkan di SIRUP agar luput dari pantauan publik.
Dari uraian diatas, HR jadi bertanya mengapa harga satuan antara yang tertera di RUP dengan yang diperoleh rekanan bisa berbeda ? apakah ini salah satu cara untuk merampok uang rakyat yang hasilnya sebagian akan diberikan kepada oknum anggota DPRD Provinsi Jatim ? Hanya Ir. Karyadi selaku pimpinan (Kadis) Dinas Perkebunan yang mengetahuinya. ian
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});