PEKANBARU, HR – CV. JM telah sukses sebagai penyedia jasa/pemenang tender pengadaan meubelair property Kantor Walikota Pekanbaru dengan harga penawaran Rp 6.953.943.957, sementara PT Gorga Mitra Bangunan yang memberi penawaran Rp 5.737.095.751, atau lebih rendah Rp 1.166.432.749 harus tereliminasi dari pelelangan. Adapun Meubelair Property Kantor Walikota Pekanbaru yang dilelangkan itu berupa kursi sofa dan meja.
Sebagai penyedia yang sudah terbiasa mengikuti lelang, PT. PT Gorga Mitra Bangunan tidak mau tinggal diam, sehingga melayangkan surat sanggahan ke ULP Pokja 28. Poin menarik lainnya dalam sanggahan tersebut terkait akte perusahaan CV JM tersebut yang baru berdiri Maret 2018, sudah dipercaya mengerjakan proyek di Walikota. Tidakkah syarat legalitas menjadi syarat mutlak! Berarti JM mengerjakan proyek di Walikota tanpa memiliki legalitas yang sudah ada aktenya.
JM tidak memiliki pengalaman sejenis namun dipercaya dan dimenangkan, sedangkan perusahaan yang memiliki pengalaman lebih dan sesuai dengan bidang yang ditenderkan justru dikalahkan oleh panitia.
“Lelang ini adalah sistim gugur. Cara mengisi data kualifikasi peserta saja, pihak JM keliru. Bagaimana dengan kemampuan mengisi dan mempersiapkan data yang lebih kompleks dan rumit lainnya, patut dipertanyakan,” ujar owner PT Gorga Mitra Bangunan, Luhut Simanjuntak.
JM sudah seharusnya gugur di awal, karena mengisi data kualifikasi peserta saja sudah salah. Sesuai Perpers No 54 tahun 2010, dengan sistim gugur ditetapkan jika tahap administrasi kalah, maka peserta tersebut akan gugur. Kenapa panitia tidak mengugurkan peserta tersebut? Ada apa dengan panitia?
Direktur PT Gorga Mitra Bangunan Cek Eni Komalasari, S.Sos, M.Si mendesak dilakukan pemeriksaan terhadap keputusan panitia tersebut dan jika sanggahan PT Gorga Mitra Bangunan benar adanya, maka agar ditetapkan PT Gorga Mitra Bangunan sebagai pemenang. Lebih lanjut Mala-sapaan akrab Cek Eni Komalasari meminta agar panitia lelang segera diusut dan diperiksa perihal integritas, fairness, independensi, kapabilitas, sikap diskriminatif, sesuai dengan tuntutan Perpers No 54 tahun 2010 serta perubahannya.
HR kesulitan menemukan kepastian terkait tahun berdirinya CV. JM, sebab berdasarkan data yang tertera di layar komputer DPMPTSP Kota Pekanbaru CV JM memasukkan surat permohonan pada Maret 2018.
“Kita tidak tau pak, apakah ini permohonan perpanjangan atau baru, alamatnya di Jalan Ciptasari Nomor 6A,” kata pegawai loket pelayanan perizinan.
HR kemudian berusaha melakukan penelusuran melalui jalur Notaris untuk menemukan kepastian apakah Akta tahun 2018 milik CV. JM adalah Akta Pendirian atau Akta Perubahan.
Elfit Simanjuntak SH, Notaris di Pekanbaru sewaktu dihubungi melalui selularnya mengaku tidak kenal dengan Notaris yang dimaksud dalam akte CV. JM.
“Notaris banyak, aku gak kenal kalau Notaris itu,” kata Elfit Simanjuntak.
Hal yang paling mencengangkan adalah saat HR ke Kantor CV JM, dimana pengurus RT setempat tidak tahu kalau rumah No 6A adalah kantor kontraktor.
“Ibu tidak tau kalau itu Kontraktor, coba tanya aja langsung, Pak” kata seorang Ibu yang menyambut HR di rumah Ketua RT domisili CV JM.
Ibu tersebut sempat bingung seolah mencoba mengingat, lalu mengatakan kalau di RT setempat Kantor Kontraktor pasti pake plang nama, dan seolah tidak yakin kalau rumah No 6A adalah kantor Kontraktor.
“Kalau rumah nomor 6A, yang catnya putih itu setauku bukan Kontraktor tapi kerja di kebun. Tapi gak tau, coba pastikan aja, tapi seharusnya kan ada papan namanya” kata si Ibu.
Sewaktu HR menyambangi Kantor CV. JM, yang didapati hanya wanita muda dan dua orang anak kecil. Wanita tersebut membenarkan kalau rumah tersebut adalah CV JM.
“Iya benar. Tapi Bapak sedang ke Kantor. Kantornya di mana, aku gak tau” jawab wanita muda tersebut.
Adapun ULP Pokja 28 dan Edi Suherman sangat sulit ditemui, dengan satu alasan yang sama.
“Bapak lagi tugas luar,” kata pegawai di Biro Umum dan begitu juga jawaban pegawai di kantor LPSE. ti/dar