SEMARANG, HR – Penetapan pemenang kepada dua paket untuk pekerjaan “tahun jamak” di lingkungan Satker SNVT Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Jawa Tengah yang bersumber dana APBN 2016 sarat kepentingan untuk memenangkan rekanan tertentu dari kalangan plat merah.
Kedua paket yang tayang di aplikasi LPSE Kementerian PUPR yakni paket Pembangunan Fly Over Dermoleng dengan nilai HPS Rp 66.272.000.000, dengan penawaran harga Rp 64.299.093.000 atau 97 persen; dan paket Pembangunan Fly Over Kretek dengan HPS Rp 83.410.000.000, dengan penawaran harga 99,49 persen atau Rp 82.987.679.500.
Kedua paket itu dimenangkan oleh PT Adhi Karya dalam waktu bersamaan, atau tanggal kontrak kedua paket yakni 9 Desember 2016.
Seperti di paket Pembangunan Fly Over Dermoleng dengan nilai penawaran PT Adhi Karya (PT. AK) senilai Rp 64.299.093.000 atau 97 persen itu, dimana 113 peserta yang daftar ikut lelang, namun hanya dua peserta yang memasukkan dokumen penawaran harga, yakni PT AK dan PT IK.
Peserta yang memasukkan harga PT IK senilai Rp 61.154.501.700 atau 96,8 persen yang merupakan terendah, “di pengumuman yang tayang di LPSE” ternyata tidak disebutkan alasan gugur, dan hanya disebutkan nilai atau skor akhir yakni 977,50. Sedangkan skor teknisnya tidak disebutkan.
Sedangkan pemenang PT AK disebutkan nilai skor akhir 991,78 dan skor harga 998,00. Namun sayang, skor teknis juga tidak disebutkan, padahal paket ini memakai system nilai dengan bobot (30 untuk teknis dan harga untuk 70), yang seharusnya jelas-jelas skor teknis dicantumkan.
Lelang dengan metode kualifikasi, “Prakualifikasi” itu dimana peserta hanya yang ikut tender atau tidak memasukkan penawaran harga malah dievaluasi dan dicantumkan dengan berbagai alasan. Padahal yang memasukkan harga malah tidak dievaluasi dengan alasan apapun tidak dicantumkan dan seperti PT IK tersebut.
Begitu pula di paket Pembangunan Fly Over Kretek yang dimenangkan PT AK dengan penawaran fantastis 99,49 persen yakni Rp 82.987.679.500, dimana yang ikut tender 110 peserta termasuk PT IK. Namun di paket ini tidak memasukkan harga, namun evaluasi dengan alasan, “tidak memasukkan dokumen penawaran”
Kedua paket dengan dibawah nilai Rp 100 miliar itu, bukan tergolong pelelangan kompleks, artinya bukan jenis pekerjaan yang memerlukan teknologi tinggi, peralatan desain dan mempunyai resiko.
Walaupun Pokja Satker PJN Wilayah I Provinsi Jawa Tengah mensyaratkan SBU untuk subbidang kualifikasi B1 dab B2, namun hal ini seharusnya cukup B1 mengingat pembagian subklasifikasi dan subkualifikasi usaha jasa konstuksi sudah dijelaskan, bahwa paket bernilai diatas Rp 50 miliar sampai Rp 250 milair untuk badan usaha berkualifikasi B1.
Sedangkan perusahaan pemenang PT AK adalah berkualifiaksi B2 untuk subklasifikasi Jasa Terintegrasi Untuk infrastruktur transportasi (TI501) dan Subklasifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi Jembatan, Jalan Layang, Terowongan Dan Subway (SI 004) dengan mengerjakan paket diatas Rp 250 miliar atau tak terbatas, dan hal ini dipertegas sesuai Peraturan Menteri PU no.19/PRT/M/2014 tentang perubahan Permen PU No. 8/PRT/M/2011 tentang pembagian subklasifikasi dan subkualifikasi usaha jasa konstuksi.
Bahkan diduga persyaratan personil (SKA) dan peralatan yang diajukan perusahan pemenang pada kedua yakni paket Pembangunan Fly Over Dermoleng dan Pembangunan Fly Over Kretek tidak sesuai persyaratan dalam dokumen pengadaan, bahkan overlapping dalam waktu bersamaan, terutama dukungan tenaga ahli dan peralatan.
Padahal diketahui bahwa personil dan peralatan yang disampaikan dalam penawaran hanya untuk 1 (satu) paket pekerjaan yang dilelangkan, apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil (tenaga ahli) dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda, apalagi dalam “waktu bersamaan” sehingga hal ini tidak sesuai aturan didalam Perpres. 54/2010 dan perubahannya Perpres No70/2012 dan Perpres 4/2015, dan Permen PUPR No.31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.
Surat Kabar Harapan Rakyar (HR) telah mengajukan klarifikasi dan konfirmasi sejak tanggal 23 Januari 2017, dengan surat bernomor: 002/HR/I/2017, yang disampaikan kepada Kepala Satker SNVT Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Jateng, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, namun sampai tiga bulan ditunggu, tidak ada tanggapan hingga berita ini naik cetak.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum LSM Lapan (Lembaga Pemantau Aparatur Negara), Gintar Hasugian, bahwa pelelangan kedua paket yang dimenangkan perusahaan plat merah di Satker PJN Jateng, itu patut dicurigai dengan memenangkan rekanan tertentu.
Oleh karena itu, katanya, berharap aparat terkait segera turun mengawasinya, juga Kementerian PUPR yang dpimpin Basuki Hadimuljono menindak tegas bawahannya yang bermain dalam proses kedua paket dengan penawaran tinggi tanpa ada perlawanan.
“Harus komit menegakkan aturan dan menindak tegas yang dibuat oleh Kementerian PUPR termasuk perusahaan ber plat merah, dan jangan hanya perusahaan swasta yang dilemahkan saja,” ujar Gintar kepada HR, (22/4), di Jakarta. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});