SERANG, HR – Ketua DPRD Provinsi Banten, Asep Rahmatullah menolak penghapusan Peraturan Daerah (Perda) Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat (Pekat). Pernyataan tersebut disampaikan Asep, saat menerima aksi unjuk rasa yang dilakukan Ulama dan Organisasi Kemahasiswaan Kota Serang di DPRD di KP3B, Curug Kota Serang.
Ketua DPRD Provinsi Banten,
Asep Rahmatullah menyampaikan pernyataan
saat menerima pengunjuk rasa
di DPRD di KP3B, Curug Kota Serang.
|
Dikatakan Asep, Provinsi Banten memiliki budaya sendiri, dan tidak bisa dicampur adukkan dengan budaya di daerah lain. “Karena itu, saya sepakat dengan para ulama, kiyai, tokoh masyarakat, dan para mahasiswa di Kota Serang. Yaitu menolak penghapusan Perda Pekat Kota Serang,” kata Asep.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, mengatur tentang kearifan lokal. Sedangkan Perda Pekat dibuat berdasarkan keputusan Pemerintah Kota Serang dengan para ulama, tokoh masyarakat, MUI, dan Kemenag Kota Serang. Juga mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Perda Pekat itu cerminan dari kultur islami yang ada di Banten, dan sudah berjalan selama enam tahun tanpa ada masalah. Masyarakat di Provinsi Banten, khususnya di Kota Serang juga dari dulu toleransi kepada masyarakat non islam,” ujarnya.
Harusnya, lanjut Asep, masyarakat yang melanggar Perda Pekat diberikan sanksi pidana minimal penjara tiga bulan, bukan sebaliknya.
“Hukum harus ditegakkan, jika bu Saeni pemilik warung tegal di Kota Serang benar melanggar Perda Pekat harus diadili minimal penjara tiga bulan,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, perwakilan ulama Banten, KH Matin Sarkowi menyambut baik.
“Masyarakat Banten melawan kezaliman, penghina budaya, penghinaan tradisi keagamaan. Dasar Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila maka tradisi keislaman, dan keagamaan harus dipertahankan, termasuk Perda Pekat Kota Serang,” ucapnya. pun