KARIMUN, HR – Kanwil Bea Cukai Khusus Prov Kepri, Parzia, dan Kepala KPPBC Madya Pabean B Tanjung Balai Karimun, Benhard Sibarani, beserta Kasie Pelayanan dan Penindakan (P2) KPPBC Madya Pabean B Tanjung Balai Karimun, Andi, diduga melindungi bos-bos penyelundup yang bercokol di Kabupaten Karimun.
Kantor Kanwil Khusus Bea Cukai Prov Kepri di Kab Karimun. Inzet: Kakanwil, Parzia. |
Ketiga pejabat teras yang juga perpanjangan tangan Menteri Keuangan dan Dirjen Bea Cukai itu, dinilai gagal menjalankan tugas, pokok dan fungsinya. Akibatnya lemahnya kinerja ketiga pejabat teras itu, aksi penyelundupan di pelabuhan-pelabuhan tikus di wilayah Kabupaten Karimun berjalan aman dari penindakan.
Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi, seharusnya tanggap, sebab sampai saat ini publik tidak mengetahui jelas jumlah kasus yang diungkap Kanwil Bea Cukai Kepri dan KPPBC Madya Pabean B Tanjung Balai Karimun, dalam melakukan penindakan kepada penyelundup setempat.
“Tidak diketahui berapa kasus yang diungkap bea cukai di sini (Karimun). Pelabuhan tikus masih berjalan sampai saat ini, dan bongkar muat dengan manifest kepabeanan yang tidak jelas, masih berlangsung aman,” ungkap Saragih, warga setempat.
Saragih mengungkapkan, bahwa oknum-oknum pejabat bea cukai di Tanjung Balai Karimun telah tertidur pulas akibat dinina-bobokan oleh cukong-cukong penyelundup. “Kalaupun ada penindakan, hanya bersifat pencitraan, agar seakan-akan mereka bekerja, padahal pelakunya hanya ‘bemper’ dari bos penyelundup. Sedangkan pelaku sebenarnya, yakni cukong-cukong penyelundup, justru masih menghirup udara bebas dan masih berkeliaran di Kabupaten Karimun ini,” tegas Saragih.
Saragih mencurigai adanya pembiaran dari Bea Cukai setempat dan Pemkab Karimun yang membiarkan tata ruang pesisir pantai dikuasai oleh beberapa warga. “Warga yang bermukim di pesisir pantai, dengan leluasa bisa membangun dermaga pelabuhan tikus, dan dermaga itu terkoneksi langsung dengan gudang penampungan barang-barang selundupan. Setiap bongkar muat kapal, tidak pernah ada pemeriksaan dari bea cukai dan instansi terkait lainnya. Semua aksi bongkar muat di pelabuhan tikus, selalu dikategorikan “zona hijau”, padahal itu adalah barang-barang selundupan,” tegas Saragih.
Aksi bongkar muat di dermaga milik Ahuat.
Dan barang selundupan yang dijual
di salah satu supermarket di Kab Karimun.
|
Berdasarkan pantauan www.harapanrakyatonline.com ada beberapa nama cukong penyelundup yang bercokol di Kabupaten Karimun, dan diduga mempunyai hubungan harmonis dengan oknum-oknum pejabat bea cukai setempat, dan oknum di kepolisian. Nama-nama cukong penyelundup itu yakni Ahok (penyelundup daging), Ahong, Ahuat dan Along (tiga nama terakhir dikenal sebagai bos penyelundup sembako).
Media ini juga memergoki aktivitas bongkar muat di pelabuhan tikus yang dikelola Ahuat, di Pantai Pa Imam Baran Satu, Kecamatan Meral, Kab Karimun, yang dikelola Ahuat. Pelabuhan tikus itu, dibangun sedemikian rupa sehingga terkoneksi langsung dengan gudang penampungannya. Dari gudang itu, barang-barang selundupan didistribusikan ke bos-bos penyelundup lainnya, untuk didistribusikan ke pasar lokal maupun luar daerah.
Di pelabuhan tikus milik Ahuat, bersandar kapal-kapal berkekuatan 186 GT, yang mampu mengangkut 200-an ton barang selundupan. Mayoritas barang-barang yang diselundupkan di pelabuhan tikus milik Ahuat adalah barang sembako asal luar negeri, khususnya Thailand, Malaysia dan Singapura. Barang selundupan tersebut dipastikan tidak memilik dokumen yang sah. (Karimun Sarang Penyelundup: Dirjen Bea Cukai Diminta Sidak)
“Hanya aparat terkait seperti bea cukai, KPLP, polisi, dan TNI yang bisa masuk. Itu pun bukan sembarang aparat yang bisa masuk ke pelabuhan tikus. Hanya aparat pilihan yang bisa masuk. Aktivitas bongkar muat di pelabuhan tikus tidak bisa terpantau bila dilihat dari pinggir jalan raya. Jadi harus bisa menembus ke areal terdekat,” ujar Saragih.
Senin (3/4), media ini telah berusaha konfirmasi kepada Kanwil Bea Cukai Khusus Prov Kepri, Parzia dan jajarannya di KPPBC Madya Pabean B, namun Irvan Rustian selaku pihak keamanan setempat terkesan menghalangi, dengan membuat alasan bahwa pimpinannya tidak ada.
Bukan itu saja, Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budi Gusdian dan Kapolres Karimun AKBP Armaini pun tidak mau membuka suaranya terkait membudayanya aksi penyelundupan di wilayah hukumnya. Bukan tidak mungkin, narkoba pun didatangkan dari pelabuhan-pelabuhan tikus itu. Hal ini jelas, bahwa hukum tidak berlaku di Provinsi Kepri, khususnya di Kabupaten Karimun. kornel
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});