JAKARTA, HR – Paket lelang Renovasi Laboratorium Terintegrasi di Kementerian Perindustrian Politehnik APP Jakarta dengan nilai HPS sebesar Rp 3.264.210.000 diduga sarat dengan rekayasa dan tindakan melanggar hukum.
Lebih tegas lelang telah dimanfaatkan dengan semaunya tanpa menghiraukan rambu-rambu prosedur lelang maupun ketentuan lelang yang mengacu ke Perpers No 54 tahun 2010 serta perubahannya. Sebut misalnya lelang yang dikepalai Achmad Shoim (Ketua Pokja III), pegawai Kementrian Perindustrian yang tingkatannya masih staff, sudah berani mengabaikan dan merekayasa sedemikian rupa yang diduga untuk mencapai tujuan pribadi pegawai tersebut.
Presiden kita Bapak Jokowi dengan sangat giat menggalakkan good governance, pemberantasan korupsi, meningkatkan integritas pegawai, terlihat tidak ada artinya bagi Shoim, dibandingkan dengan tindak-tanduk yang bersangkutan.
Keputusan Ketua Pokja III untuk memenangkan PT Deficy Sigar Pratama penuh dengan teki-teki, apalagi dengan adanya perubahan jadwal yang terjadi dalam beberapa kali. Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, team berhasil menemui salah satu narasumber yang sangat mengecewakan proses lelang ini, yaitu Ibu Mala, Direktur PT Gorga Mitra Bangunan.
Perusahaan tersebut dinyatakan tidak lulus dengan alasan yang tidak masuk akal dan cenderung akal-akalan. Lebih lanjut Ibu Mala menjelaskan, bahwa perusahaannya dikalahkan dengan alasan PT Gorga Mitra Bangunan tidak memenuhi Dasar Kemampuan, dalam SBU yang diterbitkan LPJK per tanggal 26 Oktober 2017 (cetak perubahan terakhir, dari website lpjk) KD BG 007 PT. Gorga bernilai Nol.
Untuk persyaratan ini, dinilai oknum tersebut jauh-jauh hari telah mengatur siasat pada persyaratan lelang yang cenderung mengada-ada dan melanggar ketentuan hukum, antara lain menetapkan peserta harus perusahaan non kecil, ketentuan KD, tenaga ahli, tenaga tehnisi.
Salah satu narasumber yang dimintai keterangan oleh team reporter kami adalah PT Gorga Mitra Bangunan (GMB) yang berdiri Oktober 2016 dan telah berpengalaman mengerjakan Projek di UNJ dan beberapa perusahaan lainnya. Perusahaan tersebut digagalkan hanya karena pengalaman kerja di SBU perusahaan tersebut yang diterbitkan oleh LPJK pada tanggal 26 Oktober 2017, tidak terdaftar di LPJK. Masalah pencatatan pengalaman kerja di LPJK seharusnya tidak menjadi dasar untuk mengalahkan satu perusahaan, karena tidak ada landasan hukumnya.
KD PT Gorga Mitra Bangunan sudah memenuhi hanya tidak terdaftar di LPJK. Walaupun terkesan diskriminatif jika ditelaah lebih jauh, Panitia tidak perlu terlalu jauh memeriksa hal tersebut ke LPJK, karena dalam Perpers No 54 tahun 2010 diatur dalam pasal 19 ayat c dan d dengan bunyi sebagai berikut: (c). Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai penyedia barang/jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak; (d). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dikecualikan bagi penyedia barang/jasa yang baru berdiri kurang lebih dari 3 (tiga) tahun.
Dengan pasal tersebut, persyaratan lelang yang dibuat oleh panitia sebenarnya telah melanggar hukum, sehingga proses lelang ini cacat hukum dan tidak layak untuk dilanjutkan.
Kami duga panitia melakukan produr pemeriksaan ke LPJK sifatnya tendensius dan hanya untuk mencari alasan belaka untuk mengalahkan perusahaan yang bukan menjadi pinangan panitia. Namun sangat disayangkan alasan ini sangat mengada-ada dan tidak berdasar, tegas Cek Komalasari S.Sos, Msi, yang akrab dipanggil Mala, direktur perusahaan tersebut.
Lebih lanjut Ibu Mala menyampaikan bahwa panitia menyebut alasan mengalahkan perusahaan yang digawanginya tersebut, bahwa dalam penawaran tehnis, pengalaman TA Arsitek a.n Nur Evita Sari (lulus tahun 2016) dan TA ME a.n. Yuni Selvia (lulus tahun 2016) tidak memenuhi sesuai yang diminta KAK yaitu pengalaman 5 tahun. Alasan tersebut ditanggapi dengan keras oleh Ibu Mala bahwa Panitia harus membedakan atau memisahkan antara pengalaman dengan tahun kelulusan. Apakah panitia pernah mendengar Arsitektur Mesjid Istiqal yang sangat terkenal di mancanegara dan beberapa gedung terkenal lainnya adalah hanya tamatan STM dari Pematang Siantar?
“Dia bukan Sarjana Arsitek. Artinya bahwa sejak tamat SLTA, tenaga tenaga Asitek dan ME yang diperkerjakan di GMB sudah bekerja dibidangnya masing-masing dan lulus S1 pada tahun 2016. Apakah panitia tidak mengakui pengalaman tersebut? Jika panitia tidak mengakui maka apa dasar panitia?” tegas Mala.
Menyikapi itu, Ibu Mala mengharapkan aparat hukum untuk memeriksa dan turun tangan menyikapi adanya dugaan persekongkolan ditubuh Pokja III untuk memenangkan perusahaan tertentu, sehingga Pokja III rela membangun alasan yang mengada – ada, berfikir seakan-akan tidak mengerti, lalai atau ada unsur kesengajaan untuk melakukan tindakan yang sangat merugikan peserta tender lainnya?
Ibu Mala juga memprotes keras prosedur yang dilakukan oleh panitia dan dinilai sangat bias dan akan menjadi indikasi kuat adanya dugaan panitia telah melakukan keberpihakan. Dugaan ini sangat kuat indikasinya dengan melihat factor-faktor berikut ini, antara lain:
1. Pada tanggal 30 Oktober 2017, jam 11, PT. Gorga Mitra Bangunan mendapatkan undangan untuk datang menghadiri verifikasi data pada jam 2. Dan diverifikasi oleh Bpk. Abdul. Hasil verifikasi adalah semua data lengkap dan sesuai kecuali ada salah satu Ijazah asli dan NPWP tenaga ahli yang belum dibawa saat verifikasi dan menunggu staff perusahaan untuk menghantarkan ke lokasi. Bapak Abdul memperbolehkan besok harinya untuk diberikan ke panitia.
2. Pada saat verifikasi tersebut, menurut pengakuan Bp. Abdul bahwa yang diverifikasi hanya PT. Gorga Mitra Bangunan. Batas waktu penetepan pemenang seharusnya pada tanggal 30 November 2017, jam 16.00. Kemudian ada pengunduran jadwal sampai 4 kali. Yang menjadi pertanyaan besar adalah ketika merubah pembuktian kualifikasi dan penetapan pemenang, jadwal pembukaan dokumen penawaran dan evaluasi penawaran turut dirubah kembali, sehingga ada dugaan panitia dengan peserta tertentu (jagoan) melakukan post bidding, tegas ibu Mala.
Post bidding ini jelas diatur di Perpres 70 tahun 2012, Pasal 79 yakni: (1) Dalam melakukan evaluasi penawaran, ULP/Pejabat Pengadaan harus berpedoman pada tata cara/kriteria yang ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan. (2) Dalam evaluasi penawaran, ULP/Pejabat Pengadaan dan Penyedia Barang/ Jasa dilarang melakukan tindakan post bidding.
Penjelasan Pasal 79 – Ayat (2) Tindakan post bidding yaitu tindakan mengubah, menambah, mengganti dan/atau mengurangi Dokumen Pengadaan dan/atau Dokumen Penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran.
Panitia diduga keras telah melakukan post bidding untuk memenangkan peserta yang sudah menjadi jagoannya. Jika hal ini terbukti, maka jelas telah terjadi pelanggaran hukum dan sudah selayaknya proses lelang ini diusut oleh aparat hukum.
Ketua Pokja III, Shoim, dengan anggota yang kemungkinan juga masih muda dan menjadi harapan bangsa kedepannya, perlu diusut secepatnya untuk membuktikan apakah dugaan kecurangan yang disangkakan ini benar-benar terjadi atau tidak, segera dibuktikan dan dapat dicegah, dan apabila benar adanya masih ada waktu untuk membina para kaum muda tersebut.
Karena itu, Ibu Mala mendesak Menteri Perindustrian dan Dirjen yang membawahi Pokja III untuk mengevaluasi kembali penetapan pemenang lelang tersebut.
“Batalkan dan lelang ulang atau kami laporkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi,” ujarnya. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});