SURABAYA, HR – Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No.10 Tahun 2008 Bab III Tentang Inspektorat Provinsi Pasal 3 Ayat 1, disebutkan dengan jelas Inspektorat merupakan unsur pengawas penyelenggaraan Pemerintah Daerah, dan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggung jawab langsung kepada Gubernur dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari Sekretaris Daerah.
Sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), Inspektorat memiliki peran dan posisi yang sangat strategis, baik ditinjau dari aspek-aspek fungsi manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi serta program-program pemerintah.
Dari segi fungsi dasar manajemen, Inspektorat mempunyai kedudukan yang setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi, misi dan program-program pemerintah, Inspektorat daerah menjadi pilar yang bertugas sebagai pengawas sekaligus pengawal dalam pelaksanaan program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Tapi sayangnya fungsi strategis di bidang pengawasan yang diemban Inspektotrat sering sekali dituding penggiat anti korupsi masuk angin alias mandul, hal tersebut terlihat dari masih banyaknya proyek pemerintah Provinsi Jawa Timur yang pendanaannya berasal dari uang rakyat melalui APBD, terindikasi terjadi penyimpangan tetapi tidak pernah “disemprit”. Padahal media masa maupun penggiat anti korupsi sering menemukan adanya indikasi penyimpangan dari RAB yang telah disepakati pihak penyedia barang/jasa dengan pengguna barang/jasa pemerintah.
Salah satu proyek pemerintah Provinsi Jatim yang banyak dituding publik tidak sesuai RAB dan terindikasi adanya kerugian keuangan negara akibat perencanaan dan pelaksanaan yang terkesan asal jadi, yakni proyek yang berlokasi di Kabupaten Banyuwangi dengan nama paket Pembangunan Konstruksi Plat Form dan Dinding Dermaga di IPP Pancer TA 2015 HPS Rp. 6.752.072.500,- yang dikerjakan oleh PT. GEMARIPAH LOHJINAWI dengan nilai penawaran Rp. 6.544.210.000,- (97%).
Dari hasil temuan HR di lapangan (8/5) , proyek yang dibawa kendali Dinas Kelautan Dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Timur, diketahui fisik bangunan konstruksi sudah berantakan diterjang ombak dan di beberapa lokasi fisik konstruksi tertimbun pasir laut.
Sementara dari keterangan beberapa nelayan yang berhasil di wawancarai HR, diketahui bahwa umur bangunan konstruksi saat porak poranda di hantam ombak belum ada 1 tahun. Herman salah satu dari nelayan Pancer mengatakan, sebelum bangunan di hantam ombak bangunan sudah banyak yang retak-retak, “ini sepertinya perencanannya asal jadi, karena di Pancer ombaknya sangat tinggi dan biasanya membawa pasir”, imbuhnya.
Dari keterangan yang berhasil di himpun HR, kuat dugaan biaya pengawasan pekerjaan proyek tersebut yang menyedot anggaran hampir 200 juta dijadikan bancaan berjamaah oleh oknum Pejabat DKP Provinsi Jawa Timur dengan kontraktor pelaksana.
Sampai berita ini naik cetak, DKP Provinsi Jatim selaku pengguna barang/jasa masih bungkam dan terkesan tidak ambil pusing. ian