Huru Hara Omnibus Law, Masyarakat Berhak Berpartisipasi

oleh -449 views

JAKARTA, HR – Terhitung sejak 12 Februari 2020 Draf RUU Cipta Kerja dan Naskah Akademik telah diterima oleh DPR RI, tiga hari kemudian laman-laman berbasis hukum maupun berita menyediakan unduhan yang dapat diakses secara bebas oleh masyarakat.

Jika sebelumnya banyak terdapat aksi unjuk rasa yang menolak maupun menuntut masyarakat untuk dapat turut andil dalam proses pembahasan RUU Omnibus Law, melalui akses ini DPR RI memenuhi tuntutan tersebut.

Menariknya, Draf RUU Omnibus Law yang dibahas oleh DPR bukan hanya tentang RUU Cipta Kerja, namun juga RUU Perpajakan. Lantas apakah tuntutan masyarakat yang selama ini terfokus pada RUU Cipta Kerja telah secara sadar memahami tentang dasar pengertian terkait RUU Omnibus Law itu sendiri?

Dilansir dari laman hukumonline.com, Jimmy Zefarius Usfunan, dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana menyampaikan bahwa Implementasi konsep omnibus law dalam peraturan perundang-undangan ini lebih mengarah pada tradisi Anglo-Saxon Common Law.

Beberapa negara seperti Amerika, Kanada, Irlandia, dan Suriname disebutnya telah menggunakan pendekatan omnibus law atau omnibus bill. “Misalnya di Irlandia, tahun 2008, Irlandia mengeluarkan sebuah undang-undang tentang sifat yang mencabut kurang lebih 3.225 undang-undang,” terang Jimmy.

Secara sederhana omnibus law merupakan satu regulasi baru dibentuk sekaligus menggantikan lebih dari satu regulasi lain yang sudah berlaku. Konsep ini bisa saja hanya menggantikan beberapa pasal di satu regulasi dan saat bersamaan mencabut seluruh isi regulasi lain. Jimmy menyebutnya tak lebih dari sekadar metode dalam menyusun suatu undang-undang.

Masih dari laman yang sama, Ahmad Redi, dosen Fakultas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara menyinggung bahwa sebenarnya metode omnibus law tak sepenuhnya baru dikenal oleh Indonesia. Terlepas dari soal istilah, substansi omnibus law sudah pernah digunakan dalam legislasi.

Ia menunjuk contoh pada UU Pemda yang sudah berkali-kali mengalami perubahan, dan yang terakhir terdiri dari 411 pasal. Pada Pasal 409 mencabut pasal-pasal dalam undang-undang lain sekaligus pembatalan beberapa undang-undang secara utuh. UU No.5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannya adalah yang dicabut sepenuhnya.

Mempertimbangkan hal tersebut, maka pada dasarnya RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan sama halnya seperti UU Pemda, merupakan kumpulan penyederhanaan dari regulasi yang tumpang tindih. Selain itu, ketiganya juga ditujukan untuk memangkas birokrasi yang kurang efektif dan efisien.

Namun karena pada RUU Cipta Kerja khususnya, kita akan dihadapkan pada lebih dari seribu pasal, kita harus bersikap hati-hati dan mengkaji dengan melibatkan Naskah Kajian Akademik yang menjadi dasar dari pembuatan RUU itu sendiri. Agar kita dapat memahami sepenuhnya latar belakang dan tujuan pasal terkait.

Mungkin hal tersebut juga yang menjadi cikal bakal protes keras sebelum Draf RUU resmi dirilis, karena sebelumnya tidak dilengkapi dengan Naskah Kajian Akademik sehingga masyarakat menelan secara mentah apa yang tertuang dalam RUU tanpa ada paparan latar belakang pembentukannya.

Jika memandang dari sudut pandang pemerintah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, memprediksi RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan Perpajakan bisa menumbuhkan investasi sebesar 0,2% sampai 0,3 % pada tahap awal pemberlakuan, karena dalam draf dua undang-undang tersebut memudahkan perizinan, sehingga tidak berbelit-belit. Angka tersebut juga berlaku bagi UMKM sehingga mampu meningkatkan capaian pasar mereka.

Oleh karena itu, meski rumit, partisipasi masyarakat khususnya yang terdampak pada kedua RUU tersebut tentu dibutuhkan. Komunitas, organisasi, maupun lembaga swadaya masyarakat yang akan melayangkan kritik kiranya harus lebih teliti dalam mengkaji pasal demi pasal yang dianggap bermasalah.

Lebih jauh lagi, tentu hasil kajian dan kritik ini dapat disertai dengan solusi, regulasi seperti apa yang diinginkan disertai pertimbangan kaitan solusi tersebut dengan pasal-pasal lainnya. Sehingga maksud baik dari kedua RUU itu dapat tercapai tanpa mengesampingkan kepentingan dan aspirasi masyarakat. gina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *