JAKARTA, HR – Kepala Sudin Nakertrans (Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi) Jakbar, Hikmah SE.MM diharapkan dapat bersikap proaktif meningkatkan kepekaannya dalam menangani berbagai masalah ketenagakerjaan di wilayah kerjanya.
Hal itu dikatakan Mangontang Silitonga, SH, selaku kuasa hukum Rendy Setiawan yang dipecat atau di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari perusahaan PT PAI di Pergudangan Bizpark Green Sedayu No 18, Jalan Daan Mogot, Jakbar, beberapa waktu lalu.
Ironisnya, masih kata Mangontang, perusahaan itu tidak memberikan pesangon, padahal Rendy sudah bekerja dengan penuh loyalitas selama 4 tahun kepada perusahaan.
Kasus ini sudah berulangkali diadukan ke Hikmah, tapi sampai saat ini tidak ada tindakan yang berarti.
Menurut Mangontang, tindak kesewenangan ini terjadi karena kurangnya pengawasan ataupun pembinaan dari instansi terkait tertutama dari Kasudin Nakertrans Jakbar.
“Iya dong, kalau dia (red-Hikmah) sedikit saja memberikan perhatian terhadap permasalahan buruh ataupun ketenagakerjaan, dapat dipastikan perusahaan tersebut akan memperlakukan buruhnya dengan manusiawi” katanya.
Dalam mengurus kasus PHK ini, masih kata Mangontang, Hikmah sepertinya lebih berpihak kepada si pengusaha dan tidak mempedulikan nasib buruh yang dipecat tanpa pesangon.
“Satu bukti, kami dipimpong kesana kemari dan sampai saat ini tidak ada tindakan yang berarti dari Hikmah, padahal kasus ini adalah tugasnya” jelasnya.
Ketika wartawan menanyakan perihal perusahaan tersebut, Mangontang menduga perusahaan tersebut diduga milik orang asing yang menjual barang-barang impor untuk dipasarkan di dalam negeri.
“Yah, mungkin saja kesewenangan itu terjadi, karena perusahaan itu milik orang asing yang tidak mempedulikan UU Ketenagakerjaan” kata Mangontang, sambil menyebutkan disinilah tugas dan peran Hikmah selaku pejabat di Ketenagakerjaan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan.
Bukti lain tidak adanya pengawasan yang dilakukan Hikmah, perusahaan itu seenaknya memberi upah murah, padahal UMP DKI sebesar Rp 3.355.750. Kedua, buruh tidak disertakan ke program BPJS, dan pekerja tidak dilengkapi K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) dalam melakukan pekerjaannya.
Mengantong menjelaskan, tindak kesewenangan pengusaha terhadap buruh di Jakbar, sudah sering terjadi, diantaranya upah murah, tidak disertakan ke program BPJS, serta pengabaian K3.
“Belum lagi persoalan maraknya TKA (Tenaga Kerja Asing) yang bekerja tanpa ijin, ataupun menyalahi ijin kerja. Sampai saat ini kasus kasus seperti itu belum juga dilakukan tindakan” ujarnya.
Menurut Mangontang, hal-hal seperti ini terjadi, karena Hikmah selaku Kasudin Nakertrans Jakbar, kurang melakukan monitoring ataupun pengawasan dan sepertinya melakukan pembiaran yang mengakibatkan banyaknya kasus PHK tanpa pesangon, dan maraknya TKA ilegal di Jakbar.
“Padahal, anggaran dan biaya untuk pengawasan dan pembinaan sudah disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta dan jumlahnya sangat besar,” ujarnya, sambil menghimbau agar Hikmah hendaknya bekerja sebagai abdi dan pelayan yang baik terhadap masyarakat, terutama kepada kaum buruh, dan bukan seperti seorang ‘Bos’ yang maunya minta dilayani dan dilayani.
Mangontang menyebutkan, seandainya anggaran tersebut dioptimalkan dengan baik dan tepat sasaran, saya yakin kasus-kasus ketenagakerjaan akan dapat diminimalisir, dan pengusaha pengusaha nakal tidak akan berani lagi menzolimin buruhnya, karena mereka sudah menerapkan UU Ketenagakerjaan. kornel
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});