Eks Kasatpol PP Jakbar Bungkam Dikonfirmasi Dugaan Penerima Dana Rp500 Juta

oleh -29 Dilihat
oleh
JAKARTA, HR – Eks Kasatpol PP Jakbar, Kadiman Sitinjak, bungkam saat dikonfirmasi HR, Kamis (10/8), terkait dugaan penerima dana refungsionalisasi kali/sungai dan saluran penghubung (PHB) di Jakbar, yang menyeret belasan tersangka, mulai dari eks Walikota Jakbar, eks Kasudin Tata Air Jakbar, dan lainnya.
Kadiman Sitinjak
Nama eks Kasatpol PP Jakbar disebut-sebut di persidangan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) refungsionalisasi kali/sungai dan saluran penghubung (PHB) di Jakbar, Rabu lalu, yang diduga menerima Rp 500 juta.
Dalam persidangan Rabu lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar), Salman dan Febby Salahuddin, menghadirkan dua terdakwa yang merupakan mantan Walikota Jakarta Barat, Fatahillah, dan Sekretaris Kota (Seko) Jakarta Barat, Asril Marzuki.
Sidang itu beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan terdakwa Fatahillah dan mendengarkan keterangan lima saksi yang dihadirkan JPU untuk terdakwa Asril Marzuki.
Kelima saksi, yaitu mantan Kepala Kanpeko (kantor perencanaan kota) Jakarta Barat Windriasanti, mantan Kasubid Prasarana Sarana dan Lingkungan Hidup Kanppeko Jakarta Barat Agusman Simarmata, Kabag Keuangan Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Barat sejak 29 Februaru 2012 hingga sekarang Suci Handayani, Kasi Pemeliharaan Suku Dinas Tata Air Kota Administrasi Jakara Barat tahun 2013 Santo (kini Kasudin SDA Jakut), Asisten Deputi Bidang Pemukiman Provinsi DKI Jakarta yang merupakan mantan Sekretaris Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2013 Syamsudin Lologau.
Kelima saksi yang hadir dalam sidang kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 4,8 miliar itu diperiksa secara bersamaan.
Salah satu saksi, yakni Kasie Pemeliharaan Suku Dinas Tata Air Kota Administrasi Jakara Barat tahun 2013, Santo, mengatakan, proyek refungsionalisasi kali itu merupakan program yang masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) DKI periode September hingga Desember 2013, sesuai Instruksi Gubernur (Ingub) yang kala itu dijabat Joko Widodo.
“Jadi proyek refungsionalisasi kali ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap perencanaan dan pemeliharaan dengan total anggaran yang diusulkan sebesar Rp 12 miliar,” kata Santo.
Menurut Santo, usulan anggaran tersebut kemudian diserahkan kepada Mantan Ka Kanpeko Jakarta Barat, Windriasanti.
“Usulan tersebut tidak dilengkapi dengan RAB (Rencana Anggaran Biaya) dan foto-foto lokasi yang akan dikenakan proyek refungsionalisasi,” ujar Windriasanti.
Windriasanti mengaku sempat menolak usulan anggaran tersebut karena tak memenuhi kelengkapan dokumen usulan anggaran yang ada.
“Saya kemudian melengkapi dokumen dengan terjun ke lapangan dengan bantuan para camat untuk mendata lokasi-lokasi yang memerlukan proyek normalisasi. Ini juga berdasarkan perintah Kasudin Tata Air, Pamudji,” lanjut Santo.
Selanjutnya Santo kembali mengajukan usulan anggaran proyek refungsionalisasi kali lengkap dengan foto-foto yang telah dikumpulkan dan rinncian anggaran secara garis besar.
“Rp 7,2 miliar untuk pemeliharaan kali dan saluran air, dan Rp 4,8 miliar untuk perencanaan disertai Ingub tentang refungsionalisasi kali,” kata Santo.
Ternyata, tahap perencanaan refungsionalisasi tersebut berisi kegiatan penertiban sejumlah bangunan yang sebenarnya menjadi tugas dan masuk dalam anggaran Satpol PP Jakarta Barat, bukan Sudin Tata Air.
“RAB-nya memang tidak detail. Waktu itu saya juga tidak tahu kalau di perencanaan ada kegiatan penertiban yang seharusnya jadi anggaran milik Satpol PP. Saya loloskan saja karena ada lampiran Ingub dan tembusan Walikota Jakbar. Kalau tahu ada kegiatan penertiban saya enggak akan loloskan,” kata Windriasanti.
Saweran uang muka
Setelah uang muka anggaran perencanaan refungsionalisasi senilai Rp 2,4 miliar dicairkan, pada 22 November 2013, Santo mengaku diminta oleh Kasudin Tata Air untuk menuju ruangan Asisten Pembangunan Pemkot Administrasi Jakarta Barat yang kala itu dijabat Asril Marzuki.
“Waktu itu katanya dalam waktu dekat refungsionalisasi kali akan dilaksanakan. Waktu itu ada uang DP (down payment/uang muka) Rp 2,4 miliar. Kasudin menelpon bendahara agar uangnya dibawa ke ruang asisten,” kata dia.
Santo mengatakan, saat itu dirinya diminta untuk membagikan uang DP tersebut kepada nama-nama yang telah tertulis di dalam sebuah daftar lengkap dengan nominal uang yang harus dibagikan.
“Saat itu saya diminta membagikan uang sebesar Rp 80 juta kepada delapan orang camat di kawasan Jakarta Barat, lalu Kasatpol PP Jakbar Rp 500 juta,” kata dia.
Tak hanya itu, uang tersebut juga diberikan kepada Wakil Walikota Jakarta Barat saat itu sebesar Rp 50 juta, Seko Jakarta Barat Rp 50 juta, Kabag Keuangan Rp 50 juta, Kepala Kantor Perencanaan Kota Rp 50 juta, staf kantor perencanaan Rp 10 juta dan Irbanko sebesar Rp 50 juta dan kepada Asril Marzuki sebesar Rp 150 juta.
“Nah ada uang sisa sekitar Rp 560 juta dan rencananya pada waktu itu akan kami serahkan kepada Pak Fatahillah. Tapi hari itu enggak ada di tempat, jadi uang dibawa Pak Kasudin Tata Air. Katanya dia yang serahkan langsung kepada Pak Fatahillah,” ungkap Santo.
4 Saksi Membantah
Empat saksi yang dihadirkan dalam sidang tersebut membantah telah menerima aliran dana korupsi tersebut. Keempat saksi yang membantah itu yakni mantan Kepala Kanpeko (kantor perencanaan kota) Jakarta Barat, Windriasanti, mantan Kasubid Prasarana Sarana dan Lingkungan Hidup Kanppeko Jakarta Barat Agusman Simarmata, Kabag Keuangan Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Barat Suci Handayani, dan Asisten Deputi Bidang Pemukiman Provinsi DKI Jakarta Syamsudin Lologau.
Ketua Majelis Hakim yang memimpin jalannya sidang, Fahzal Hendri menanyakan kebenaran adanya sejumlah dana hasil korupsi yang diberikan kepada keempatnya. Hakim mempertanyakan hal itu kepada Santo.
“Jadi betul keempat saksi ini menerima aliran dana pencauran uang muka proyek penertiban itu?” ujar Fahzal dalam sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (9/8/2017).
Dengan tegas Santo membenarkan pernyataan Hakim Ketua.
“Ya, memang benar mereka menerima,” kata Santo.
Meski demikian, saat hakim mengkonfirmasi kebenaran pernyataan Santo, keempat saksi lain sepakat membantahnya.
Bahkan ketika Sahlan Effendy dan Sukartono sebagai hakim anggota menanyakan kembali hal yang sama, keempat saksi tetap membantah.
“Enggak usah ada yang ditutup-tutupi, kalau iya katakan saja iya. Nanti kalau ketahuan bohong, ingat hukumannya lebih berat,” saran Fahzal.
Padahal, dalam nota dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPI) dari Kejaksaan Negeri Jakarta barat pada sidang sebelumnya, keempatnya tercatat sebagai penerima aliran dana refungsionalisasi kali di Jakarta Barat.
Kasus refungsionalisasi kali/sungai dan saluran penghubung (PHB) di Jakbar, nampaknya akan menambah daftar tersangka. Masih ada beberapa oknum penerima uang korupsi tersebut yang masih menjabat dan bahkan ada yang pensiun.
Kejagung dan Kejari Jakbar yang berhasil mengungkap kasus korupsi berjamaah itu diminta untuk track on road, agar tidak pandang bulu menyeret calon-calon tersangka lainnya. Walaupun uang korupsi itu sebagian telah dikembalikan, bukan berarti unsur perbuatannya dihapuskan. kornel


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.