Di Satker PJNW II Jateng, Pemenang PT Hutama Prima Tidak Sesuai Syarat?

oleh -2.6K views
oleh

SEMARANG, HR – Sebagai tindak lanjut pemberitaan Surat Kabar Harapan Rakyat dan harapanrakyatonline.com sebelumnya, pada paket Preservasi Rekonstruksi Jalan SP3 Jeruklegi-Cilacap Slarang Kesugihan-Sampang yang bersumber APBN tahun 2018 di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah (PJNW II) Jawa Tengah, Ditjen Bina Marga, yang ditetapkan pemenangnya tidak sesuai persyaratan di dalam dokumen.

Pasalnya, perusahaan pemenang PT Hutama Prima (PT HP) yang beralamat di kawasan Jakarta Selatan dan memiliki base camp AMP di Kota Bogor, diduga menggunakan peralatan AMP milik sendiri yang sangat jauh jaraknya ke lokasi proyek.

Benarkah demikian? Bila menggunakan peralatan AMP (Asphlat Mixing Plant) oleh pemenang PT HP yang mana sesuai diajukan dalam dokumen pengadaan paket Preservasi Rekonstruksi Jalan SP3 Jeruklegi-Cilacap Slarang Kesugihan-Sampang, maka jarak tempuh ke lokasi proyek dari base camp atau berlokasi di Kecamatana Tanah Sareal, Kota Bogor ke tempat proyek di Cilacap Jawa Tengah menempuh jarak sekitar 440 Km.

Idealnya, jarak AMP ke lokasi pekerjaan adalah maksimal sekitar 90 Km dengan waktu tempuh sekitar 3 jam atau kecepatan rata-rata 30-40 km/jam, dan hal ini dilakukan untuk kelaikan produksi AMP.

Untuk diketahui, bahwa Surat Edaran (SE) Ditjen Bina Marga No. 10/SE/Db/2014 tentang Penyampaian Standar Dokumen Pengadaan dan Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan, yang kemudian oleh Kepala Balai Besar PJN IV (kini BBPJN VI-red) menerbitkan Surat Edaran bernomor: 14/SE-BV/2014 tertanggal 15 Desember 2014 tentang Daftar Operasional Kelaikan AMP untuk Tahun 2015-2016. Dalam daftar itu, juga ada AMP PT. HP yang pada posisi 21 Mei 2016 tidak laik beroperasi. Apakah Sertifikat Kelaikan AMP PT. HP sudah diperbarui untuk periode tahun berikutnya?

Lelang paket Preservasi Rekonstruksi jalan SP3 Jeruklegi-Cilacap Slarang Kesugihan-Sampang dilingkungan Satker PJNW II Jawa Tengah BBPJN VII (Jawa Tengah- Yogjakarta) dengan nilai HPS Rp 51.968.730.000, dimenangkan PT. HP dengan nilai penawaran Rp 44.953.894.000 atau 86,5 %, dan penandatanganan kontrak pada 17 Januari 2018.

Berdasarkan SPSE Kementerian PUPR, sebanyak 154 perusahaan mendaftar untuk mengikuti tender tersebut. Namun, saat pemasukan penawaran hanya 10 perusahaan yakni PT KAK Rp 42.870.540.000, PT TMB Rp 43.057.160.000, PT HMP Rp 43.450.000.000, PT AHG Rp 43.576.463.000, PT AP Rp 43.911.370.000, PT HP Rp 44.953.896.900, PT MK Rp 46.590.924.000, PT PDP Rp 47.520.345.361, PT GK Rp 48.497.225.460, dan PT WKB Rp 49.806.300.000.

PT HP berada diurutan keenam terendah, artinya masih ada lima peserta dengan penawaran terendah dan layak sebagai pemenang.

Dari lima peserta penawar terendah yang digugurkan, dua diantaranya digugurkan dengan alasan: sub klasifikasi untuk jembatan, jalan layang, terowongan dan subways (S1004) adalah M, sehingga tidak memenuhi dokumen tentang persyaratan kualifikasi pada Bab IV.LDK B.

Padahal, di dalam pengumuman pasca kualifikasi tidak mensyaratkan adanya sub klasifikasi untuk SBU-S1004 untuk jembatan. Artinya, hanya diumumkan S1003 yakni Jasa Pelaksana Konstruksi Jalan Raya (kecuali Jalan Layang), Jalan, Rel Kereta Api dan Landas Pacu Bandara yang berkualifikasi B (B1 atau B2) sebagai persyaratan. Namun ternyata ada penambahan persyaratan lagi, dan hal ini diduga sebagai jebakan kepada peserta yang hanya memiliki SBU S1004 berkualifikasi M (Menengah).

SBU-S1004 PT HP
Lalu bagaimana pemenang PT HP soal SBU-S1004? Berdasarkan data yang tayangkan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK NET), bahwa SBU-S1004 PT HP awalnya berkualifikasi M1. Namun menjelang proses lelang dimulai 1 Nopember 2017, bersamaan itu pula pada pertengahan Oktober 2017, SBU-S1004 PT HP menjadi B1.

Anehnya, Kemampuan Dasar (KD) atau pengalaman sejenis (S1004) yang sebelumnya tidak memiliki KD atau pengalaman sejenis karena hanya Kualifikasi M1 pada September 2014 dengan nilai nol, juga berubah pada pertengahan Oktober 2017 menjadi Kualifikasi B1 dengan melewati Kualifikasi M2.

Pengalaman sejenis (S1004) yang tayang di LPJK hingga menjadi kualifikasi B1, diperoleh PT HP dari pemberi tugas PT Swadaya Sawitri Mandiri yakni paket Penggantian Jembatan di Unit Perkebunan Kelapa Sawit Tuah Karya PT Swadaya Sawitri Mandiri senilai Rp 17.365.100.000 atau (3NPt Rp 58.301.000.000) dengan kontrak PERJ-2516/DIV-XI/SSM-HP/DIR-V/2011 tanggal 25 Mei 2011 atau berita acara serah terima: BAST-I/2521/DIV-XI/SSM-HP/DIR-XI/2011 tanggal 25 November 2011.

Dan inilah anehnya, kalau memiliki pengalaman sejenis (S1004) tahun 2011, kenapa tidak dari awal ketika mengajukan detail pada tahun 2014 sebagai akhir periode SBU? Dan karena diketahui masa berlaku SBU adalah tiga tahun, dan ini sudah tiga periode mulai tahun 2011, 2014 dan 2017. Dan paling anehnya, kenapa langsung melompat dari kualifikasi M1 ke B1 dengan kemampuan dasar Rp 58 miliar?

Lelang paket Preservasi Rekonstruksi Jalan SP3 Jeruklegi-Cilacap Slarang Kesugihan-Sampang diduga ada penambahan dokumen, dan dinilai ULP Pokja melakukan post bidding?

Sebab, berdasarkan dokumen lelang bahwa Pokja dilarang mengubah, menambah, mengganti atau mengurangi dokumen pengadaan, dan “perintah” itu juga diinstruksikan di Perpres No 70/2012 pasal 70 yakni dalam melakukan evaluasi, ULP Pokja/Pejabat Pengadaan harus berpedoman pada tata acara/kriteria yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan, atau Pokja dapat melakukan klarifikasi.

Klarifikasi tidak boleh mengganti dokumen yang ada atau tidak boleh menambah dokumen yang ada, dan hal itu adalah salah satunya SBU – S1004 yang sebelumnya tidak diumumkan di pengumuman dan di pengumuman hanya disyaratkan S1003.

Surat Kabar Harapan Rakyat telah mempertanyakan dengan mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi bernomor: 16/HR/III/2018 tanggal 19 Maret 2018 yang disampaikan kepada Kepala Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Jawa Tengah, BBPJN VII, Ditjen Bina Marga, Kementerian PUPR, namun sampai saat ini belum ada tanggapan.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Lembaga Pemantau Aparatur Negara (Lapan), Gintar Hasugian menjelaskan, bila hal itu benar, peralatan AMP yang disampaikan dalam dokumen, yakni menggunakan AMP milik sendiri yang berlokasi di Bogor, itu tidak efektif.

Gintar menambahkan, sesuai analisa teknisnya perjalanan AMP/hotmix, dimana berdasarkan jarak antara AMP dengan jarak lokasi proyek berkisar 65-100 KM, atau kecepatan perjalanan rata rata 30-40/jam dan turun temperature diambil rata-rata 5 derajat/jam, atau total penurunan temperature dalam perjalanan diperkirakan 10,2 derajat dan temperature hotmix saat meninggalkan AMP rata-rata 155 derajat.

Oleh karena itu, apakah perusahaan pemenang sesuai persyaratan analisa teknisnya? Terutama dihitung antara jarak lokasi AMP dengan jarak lokasi proyek, yang tentu tidak masuk akal jauhnya. Bila pun pinjam AMP di sekitar lokasi proyek, apakah ada dan sesuai speknya?

“Kalau bicara soal bisnis, kalau memakai AMP milik perusahaan lain atau di sekitar lokasi proyek, tentu sangat mahal cost-nya. Lebih baik pakai milik sendiri, dan soal masak-memasak aspal bisa dilakukan di sekitar lokasi proyek. tim

Tinggalkan Balasan