SURABAYA, HR – Pekerjaan proyek yang ada di tubuh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah IV Provinsi Jawa Timur senilai 58 Milliar mendapat sorotan tajam dari media maupun penggiat anti rasuah Jawa Timur karena pelaksanaan pekerjaannya diduga tidak sesuai kontrak kerja.
Paket pekerjaan yang disorot yakni pekerjaan Rekonstruksi Jalan Batas Kota Jombang – Bts Kabupaten Mojokerto Tahun Anggaran 2019, Kode tender 55038064 HPS Rp. 58.030.367.287,-, dimenangkan oleh PT. Asri Jaya Putra Perkasa dengan nilai penawaran Rp. 41.779.185.000,– (72%).
Dari hasil investigasi (10/2) di lokasi pekerjaan, HR banyak menemukan item pekerjaan yang patut diduga kuat tidak dilaksanakan oleh Kontraktor pelaksana, padahal item pekerjaan yang dimaksud tertuang dalam BOQ maupun Drawing proyek.
Dalam dokumen BOQ maupun Drawing proyek yang dimiliki HR, disebutkan item pekerjaan yang harus dikerjakan pada KM.SBY. 63+700 – 64+800 diantaranya pekerjaan perkerasan aspal dan peninggian Kereb t : 20 cm. Tetapi ironisnya item pekerjaan (sepanjang 1,1 Km) tersebut tidak dilaksanakan.
Item pekerjaan yang juga diduga tidak dikerjakan Kontraktor pada pada KM 63+700 – 64+800 dan KM 66+000 – 72+550 (total 7,65 Km) yakni, patok kilometer sebanyak 7 buah dan patok hektometer sebanyak 63 buah.
Sementara untuk item pekerjaan pemeliharaan jembatan, HR menemukan pekerjaan yang terkesan sengaja ditinggalkan Kontraktor pada posisi tidak selesai (mangkrak, red). Untuk cat yang digunakan oleh Kontraktor terkesan berkualitas rendah, karena di beberapa jembatan warna cat pada besi jembatan sudah terlihat pudar.
Terkait adanya dugaan penyimpangan pada paket pekerjaan tersebut, HR (18/02) melayangkan surat konfirmasi via whatsapp ke nomor ponsel Sriyanto, ST. selaku PPK 4.2 Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan balasan surat yang diterima HR melalui whatsapp (20/02), Sriyanto menegaskan bahwa pekerjaan yang seharusnya sepanjang 7,65 Km berubah menjadi 6 Km ( KM 66+500 – KM 72+550), dengan alasan perubahan DIPA terbitnya terlambat, sehingga pekerjaan yang dilaksanakan hanya pekerjaan utama saja yakni perkerasan aspal.
Karena adanya keterlambatan terbitnya DIPA, durasi pekerjaan juga berubah, dari yang seharusnya 120 hari kalender berubah menjadi 29 hari kalender. Untuk nilai kontrak kerja juga berubah, dari nilai kontrak awal Rp. 41.779.185.000,- menjadi Rp. 30.745.678.000,-.
Disinggung terkait adanya denda keterlambatan karena pelaksanaan pekerjaan melebihi Tahun Anggaran, Sriyanto menyatakan belum bisa memberi jawaban dengan alasan karena masih menunggu audit BPKP. ian