BADUNG, HR – Asian Congress of Nutrition atau yang biasa disingkat ACN merupakan kegiatan yang menghadirkan para peneliti, praktisi, dan profesional lainnya di bidang gizi, mencakup kawasan Asia dan sekitarnya. Indonesia telah menjadi tuan rumah pada tahun 1980 dan kembali menjadi tuan rumah pada 2019.
Dalam acara pembukaan (04/07/2019) yang bertempat di Bali Nusa Dua Convention Center, Komplek ITDC Nusa Dua, Bali, Kepala PERGIZI PANGAN Indonesia yang menjadi Ketua Panitia ACN 2019, Prof. Dr. Hardinsyah, MS menyampaikan terobosan baru dalam kegiatan ACN 2019.
“Dalam kongres tahun 2019 ini kami turut memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengetahui isu yang paling penting dalam perbaikan gizi dan dapat merefleksikan kembali studi kasus yang nantinya akan disampaikan kembali ke negara masing-masing”. Ungkap Hardinsyah.
Ia juga menekankan bahwa peserta yang hadir hampir mencapai angka 3000 orang dari total 32 negara Asia dan sekitarnya.
Kongres yang mengambil tema “Nutrition and Food Innovation for Sustained Well-being” disebutkan oleh Hardinsyah sebagai isu besar di Indonesia pada khususnya dan negara-negara Asia pada umumnya, berkenaan dengan tujuan mencapai pemenuhan gizi masyarakat secara berkelanjutan dengan menyambung komunikasi dan inovasi.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut President of Federation of Asian Nutrition Societies (FANS), Prof. Dr. Teruo Miyazawa, President of International Union of Nutrition Society (IUNS), Prof. J. Alfredo Martinez, dan Staf Khusus Menteri Bidang Peningkatan Pelayanan, Kementerian Kesehatan, Prof. dr. Akmal Taher, SpU(K).
Dalam sambutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang dibacakan oleh Akmal Taher, ia menyinggung tentang ketahanan pangan sebagai salah satu faktor utama dari kerangka pembangunan kesehatan yang berkelanjutan.
“Pangan merupakan faktor utama dalam mengusahakan kesehatan bagi manusia dan keberlangsungan lingkungan, jika konsumsi pangan telah memenuhi kebutuhan gizi manusia maka individu tersebut akan menjadi sehat, ketika individu sehat secara fisik dan mental maka ia akan dapat mengolah lingkungannya dengan lebih bijaksana, bukan semata hanya untuk kesejahteraannya semata melainkan juga untuk keberlangsungan lingkungan tersebut untuk dapat memproduksi pangan yang ia butuhkan.” Jelas Taher.
Ia juga menekankan bahwa pola pikir juga menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan, karena pihak pemerintah hanya dapat memberikan fasilitas, sementara dalam keseharian tanggung jawab pemenuhan gizi kembali lagi pada individu masing-masing.
Taher menambahkan dalam wawancara terpisah, bahwa Kementerian Kesehatan tengah berusaha untuk meningkatkan pelayanan dan sosialisasi kesehatan di berbagai tempat utamanya daerah terpencil terkait dengan perbaikan gizi, dan keberhasilan programnya sangatlah bergantung pada paradigma yang dibangun oleh masyarakat itu sendiri dan kolaborasi antar stakeholder.
“Implementasi dari paradigma kesehatan yang berkelanjutan adalah adanya sistem yang berlangsung terdiri dari kerja nyata para stake holder untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat untuk hidup sehat dan menggapai kualitas hidup yang lebih baik. Oleh karena itu melalui kongres ini besar harapan kami dapat muncul inovasi terkait program untuk membangun kesadaran masyarakat secara efektif dan efisien.” Tutup Taher. gina