BEKASI, HR – Sidang lanjutan kasus penggelapan pajak senilai puluhan miliar rupiah dengan terdakwa Etty Melala, Direktur Utama PT Etty Bersaudara Jaya (EBJ), kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi pada Rabu kemarin. Sidang ini beragendakan pemeriksaan saksi-saksi dari pihak perpajakan.
Sidang dipimpin oleh Majelis Hakim Tri Riswanti, didampingi dua hakim anggota, Suparna dan Dr. Istiqomah. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Renhart M. Marbun, SH., M.H, serta Daster Sihotang dari Kejaksaan Agung menghadirkan tiga saksi dari petugas pajak, yaitu TM Gembong Ekalaya, Wahyu Budi Nugroho, dan Sri Wahyuni.
Dalam persidangan terungkap bahwa sejak Februari 2020 hingga 2021, PT EBJ yang terdaftar sebagai wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Kota Bekasi tidak melaporkan pajaknya dengan benar. Pemeriksaan digital terhadap laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT EBJ mengungkap adanya ketidaksesuaian.
Saksi menyatakan bahwa pembayaran PPN yang dilaporkan oleh PT EBJ bersifat fiktif, karena setelah dikroscek, tidak ditemukan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sebagai bukti setoran pajak. Petugas pajak kemudian memanggil terdakwa untuk klarifikasi pada Agustus 2021.

Dalam pertemuan tersebut, Etty Melala mengakui tidak melakukan pembayaran pajak dan berjanji akan melunasi kewajibannya, yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara.
Modus yang digunakan terdakwa adalah memungut PPN dari konsumen tetapi tidak menyetorkannya ke kas negara. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian hingga Rp16 miliar dalam kurun waktu 2020 hingga 2021.
Tak berhenti di situ, dalam dakwaan jaksa terungkap bahwa terdakwa terus melakukan praktik serupa hingga 2024 dengan modus laporan pembayaran pajak fiktif. Total kerugian negara akibat tindakan ini mencapai Rp63.000.174.577 (enam puluh tiga miliar seratus tujuh puluh empat ribu lima ratus tujuh puluh tujuh rupiah).
Atas perbuatannya, Etty Melala dijerat dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c dan d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah beberapa kali diubah terakhir melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Terdakwa terancam hukuman pidana penjara minimal 6 bulan dan maksimal 6 tahun, serta denda paling sedikit dua kali lipat dan paling banyak empat kali lipat dari pajak terutang yang belum dibayar.
Sementara itu, Etty Melala tidak ditahan dalam kasus penggelapan pajak ini karena masih menjalani proses hukum atas kasus penipuan senilai Rp15 miliar. Dalam kasus tersebut, ia telah divonis 3,6 tahun penjara dan saat ini sedang mengajukan banding di Pengadilan Negeri (PN) Cikarang. •lisbon sihombing