JAKARTA, HR – Terdakwa kasus mafia migas pengoplos tabung gas Elpiji 3 kg subsidi ke tabung gas non Subsidi 12 kg Toni Susanto lagi-lagi harus menunggu sidang tuntutan oleh Penuntut Umum (PU) Yonart Nanda Dedy di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, sidang yang seharusnya berlangsung selasa (15/8/2023) kemarin, namun sidang kembali ditunda karena Jaksa belum siap dengan tuntutannya.
Sidang kembali harus ditunda untuk ketiga kalinya alias molor selama sepekan karena Jaksa belum siap dalam membacakan rentut. Ketua Majelis Hakim Maryono membenarkan sidang sudah tiga kali tertunda.
Molornya jadwal sidang pembacaan tuntutan ditunda tiga kali secara beruntun terhadap terdakwa Toni Susanto memantik beragam reaksi publik terkait penanganan perkara ini oleh Jaksa yang dinilai setengah hati menyukseskan program pemerintah untuk meminimalisir menguapnya barang subsidi.
Publik sangat antusias menantikan sidang berikutnya hingga vonis perkara ini demi keadilan dimasyarakyat karena ulah mafia Migas yang telah merugikan orang banyak dan juga menggerus uang negara yang bersumber dari APBN untuk menalangi subsidi LPG 3 Kg oleh Pemerintah.
Tak ayalpun, dugaan penanganan perkara “masuk angin” semenjak penanganan di Polres Jakarta Utara. Pasalnya, salah satu agen resmi PT Sinar Langit Utara, selaku penyuplai tabung gas 3 Kg sebanyak 90 tabung tiap kali pengiriman dengan fee 1000 (seribu) rupiah per tabung tidak ditetapkan sebagai tersangka melainkan hanya saksi saja.
Perlu untuk diketahui, perkara ini bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, hasil pengungkapan Polres Jakarta Utara, tanggal (18/04/2023) lalu di jalan Camar Lorong F No 24 Rt 06 Rw 14 Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, bersama barang Bukti (BB) 159 tabung gas isi 3 Kg dan 40 ukuran 12 Kg dan berikut satu unit mobil pik up.
Atas tindakannya melakukan praktik ilegal menyuntikkan LPG 3 Kg subsidi ke non subsidi berbagai ukurun ke non subsidi demi keuntungan berlipat ganda dan hanya menjeratnya dengan pasal Migas saja sebagaimana yang diatur dalam pasal 40 angka 9 UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas perubahan ketentuan pasal 55 UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas (Pengangkutan dan Niaga) dengan ancaman hukuman pidana penjara 6 tahun dan denda 60 miliar rupiah.
Ironisnya, Penuntut Umum (PU) Yonart SH, mengabaikan pasal berlapis sebagaimana yang diatur pada pasal 62 ayat (1) Juncto pasal 8 ayat (1) huruf b dan c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan atau pasal 32 ayat (2) Jo. Pasal 31 tahun 1981 tentang Metrologi Legal, dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda 2 miliar rupiah.
Bukan rahasia umum lagi, penanganan sejumlah perkara mafia Migas khususnya pengoplosan LPG 3 Kg bersubsidi oleh Jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara, hanya berkutat pada pasal Migas selalu mengabaikan pasal berlapis yang berimbas pada tuntutan ringan dan berujung vonis ringan oleh sang pengadil di PN Jakarta Utara.
Hal itu terlihat dalam penanganan sejumlah kasus pengoplosan LPG 3 Kg subsidi baru-baru ini, perkara No. 317/Pid.Sus/2023 dan perkara 318/Pid.Sus/2023 dan perkara nomor. 138/Pid.Sus/2023 ,serta 139/Pid.Sus/2023 yang ditangani Penuntut Umum (PU) Melda Siagian, hanya menuntut 1 tahun 6 bulan pidana penjara terhadap puluhan orang terdakwa dalam empat perkara mafia migas.
Berkaca dari penanganan sejumlah perkara diatas oleh Penuntut Umum (PU) di Kejari Jakut, publik berharap banyak kepada Kepala Kejaksaan (Kajari) Negeri Jakarta Utara, H Atang Pujiyanto, seyoganya mengevaluasi kinerja bawahannya khususnya dalam penanganan perkara Migas, agar penanganan perkara kedepan bisa lebih maksimal untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku. l.sihombing