JAKARTA, HR – Walaupun pekerjaan proyek selesai dikerjakan oleh penyedia jasa (kontraktor –red), karena dananya bersumber dari APBN Kementerian PUPR tahun 2016 untuk pengerjaan “tahun tunggal”, namun untuk proses lelangnya diminta layak diusut.
Pimpinan KPK (Ki-Ka):
Saut Situmorang, Alexander Marwata,
Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan,
Laode Muhammad Syarif
|
Hal itu disampaikan Ketua Umum DPP LSM LAPAN (Lembaga Pemantau Aparatur Negara), Gintar Hasugian, bahwa diduga pemenang atau yang mengerjakan paket Pekerjaan Penggantian Sistem Fire Alarm dan Hydrant Gedung Direktorat Jenderal Bina Marga Blok B1 A-B dalam penyampaikan dokumen pengadaan yang diminta oleh Pokja, tidak memiliki Subbidang kode (EL009), sedangkan untuk kode (MK002) tidak memiliki kemampuan dasar/KD.
Maka hal itu disayangkan dan patut dicurigai adanya permainan lelang dengan adanya persekongkolan untuk memenangkan rekanan tertentu.
“Kenapa perusahan yang ditetapkan sebagai pemenang tidak memiliki kemampuan dasar dan juga tidak memiliki subbidang?” ujar Gintar kepada HR, belum lama ini, di Jakarta.
Terkait itu, DPP LSM LAPAN menganjurkan Menteri PUPR, Basoeki Hadimoeljono untuk tegas menindak oknum bawahan di Satker Sekretariat Ditjen Bina Marga, yang diduga melakukan persekongkolan untuk memenangkan tender pada rekanan tertentu.
DPP LSM LAPAN juga menganjurkan pihak TP4P Kejagung untuk memeriksa fisik pekerjaan pengadaan paket Penggantian Sistem Fire Alarm dan Hydrant Gedung Direktorat Jenderal Bina Marga Blok B1 A-B senilai Rp 2,6 miliar.
Seperti yang dimuat HR sebelumnya, proses lelang dilingkungan Satuan Kerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga yang bersumber dari APBN 2016 diduga bermasalah dengan menetapkan perusahaan pemenang yang tidak memiliki SBU untuk subbidang dan tidak memiliki kemampuan dasar, dan juga penawaran harga tertinggi, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara.
“Tidak ada niat dari Satker/Pokja terkait untuk melakukan penghematan keuangan negara,” ujar Gintar.
Penetapan pemenang adalah PT Bachtiar Marpa Prima (BMP) pada Paket Pekerjaan Penggantian Sistem Fire Alarm dan Hydrant Gedung Direktorat Jenderal Bina Marga Blok B1 A-B dengan penawaran Rp 2.635.953.368 atau 96,3 persen dari nilai HPS Rp 2.735.587.800, dimana saat pemasukkan harga hanya dua peserta masing-masing penawaran PT Lintas Indonesia Khatulistiwa dengan penawaran harga terendah senilai Rp 2.512.275.700 dan PT Bachtiar Marpa Prima Rp 2.635.953.368.
Penawar terendah (PT Lintas) digugurkan dengan alasan dalam tahapan evaluasi yakni “Spesifikasi Teknis tidak sesuai dengan Dokumen Pengadaan” sementara perusahaan pemenang PT BMP dengan penawaran 96,3 persen diduga merupakan ‘perusahaan rental atau pinjam bendera”, yang diduga dipinjam oleh rekanan binaan Set Ditjen Bina Marga.
Bahkan, penetapan pemenang PT BMP tidak memiliki subbidang Instalasi Sistem Kontrol dan Instrumentasi (EL009) dan begitu pula, untuk subbidang Jasa Pelaksana Konstruksi Pemasangan Pipa Air (Plumbing) dalam Bangunan dan Salurannya (MK002) memiliki tetapi tidak memiliki Kemampuan Dasar/KD/Pengalaman Sejenis.
Hal itu sesuai detail yang diperoleh dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK-NET), dan sesuai Peraturan LPJKN No. 10/2013 pasal 13 (3) bahwa dalam hal ditemukan perbedaan data, antara data yang tertuang pada SBU dengan data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net), maka dinyatakan benar adalah data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net).
Dan berdasarkan itu, bahwa sesuai yang dipersyaratkan oleh ULP Pokja untuk Subbidang EL009 dan MK002, sama sekali perusahaan pemenang PT BMP tidak memiliki kode EL009. Begitu pula untuk MK002, yang mana pemenang PT BMP ternyata memiliki, namun sama sekali tidak mempunyai kemampuan dasar/KD. Seharusnya, ULP Pokja melakukan tender ulang untuk menjaring perusahaan berkualified. Demikian juga dengan Satker terkait, seharusnya menolak usulan Pokja atas calon pemenang PT BMP.
Namun, baik Pokja maupun Satker terkesan tutup mata atas kekurangan PT BMP, dan memaksakan perusahaan itu sebagai pemenang. Terkait itu, Gintar memastikan bahwa PT BMP memang telah diposisikan sebagai pemenang dan pihak Pokja dan Satker bersama PT BMP telah duduk manis bersama.
Kekurangan lainnya, bahwa dokumen Sertifikat Badan Usaha (SBU) PT BMP, masa berlakunya telah habis pada tanggal 27 Agustus 2016. Sedangkan proses lelang atau tahap penetapan pemenang dilakukan pada 31 Agustus 2016. Hal ini diketahui dari sumber data LPJK.
Juga dipertanyakan, persyaratan personil dan peralatan yang diajukan perusahan pemenang (PT BMP) tidak sesuai persyaratan dalam dokumen pengadaan, karena personil dan peralatan dipakai paket Pembangunan Bangunan Pendukung Kebun Raya Kendari Tahun 2016 yang masih dilingkungan Kementerian PUPR pada waktu bersamaan.
Padahal di dalam penawaran hanya untuk satu paket pekerjaan yang dilelangkan, apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil inti dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda, sehingga tidak sesuai aturan didalam Perpres 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015, dan Permen PUPR No 31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mempertanyakan dengan mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi dengan Nomor: 058/HR/XI/2016, tanggal 28 Nopember 2016 kepada Satker Sekretariat Ditjen Bina Marga, namun sampai saat ini belum ada tanggapan dari Kasatker maupun PPK dan Pokjanya. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});