Proyek Ditjen Bina Marga Minta Diusut

oleh -26 Dilihat
oleh
JAKARTA, HR – Sebagai tindak lanjut pemberitaan sebelumnya, bahwa pekerjaan paket Pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Pengembangan Kapasitas Kebinamargaan Citeureup-Bogor (Paket MK05) yang dikerjakan PT Pesona Tamanindo diduga tidak sesuai subbidang, karena pekerjaan proyek di kawasan Citeureup, Bogor, itu sebagai peningkatan jalan, yang seharusnya subbidang kode S1003.
Memang, perusahaan PT Pesona Tamindo memiliki subbidang kode SP015 untuk Jasa Pelaksana Spesialis sub klasifikasi Pekerjaan Lansekap atau Pertamanan, namun praktik pekerjaan yang dilakukan oleh PT Pesona Tamindo di lokasi Pergudangan Direktorat Teknik, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR itu dikerjakan sebagai peningkatan jalan (pengaspalan jalan-red), sehingga lebih tepatnya pekerjaan sejenis S1003 yakni Jasa Pelaksana Konstruksi Jalan Raya (kecuali jalan layang), Jalan, Rel Kereta Api, dan landasan Pacu Bandara.
Ketika proses lelang, dengan “tender lelang” yang tahap masa sanggah hasil lelang tanggal 11 Juni 2016 sampai 15 Juni 2016, itu oleh Pokja Satuan Kerja Pembinaan Penanganan Jalan, Ditjen Bina Marga mensyaratkan sejumlah SBU untuk subbidang/klasifikasi, yakni S1003, S1001 dan SP015, namun pemenang tender yang hanya satu-satunya penawaran harga/biaya atau tunggal yakni PT Pesona Tamindo senilai Rp 9.923.114.000 atau 95,7 dari nilai HPS Rp 10.367.575.000, dimana perusahaan pemenang hanya memiliki Subbidang SP015, sedangkan dua subbidang lainnya yakni S1003 dan S1001 tidak dimiliki oleh PT Pesona Tamindo.
Sesuai jenis paketnya, yakni paket Pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Pengembangan Kapasitas Kebinamargaan Citeureup-Bogor (Paket MK05) dengan kode lelang 17747064, yang bersumber APBN tahun 2016 itu, memang sangat tepat sesuai kode SP015, namun praktiknya bukan mengerjakan taman atau Lansekap, melainkan mengerjakan “pengaspalan jalan” di lokasi pergudangan miliki Ditjen Bina Marga itu.
Pantauan tim Harapan Rakyat (HR) pada akhir Nopember 2016, di lokasi proyek di Jalan Pahlawan, Desa Sanja, Citeureup, Bogor, bahwa proyek yang dikerjakan oleh pemborong bukan memasang taman atau ruang terbuka hijau (RTH) melainkan mengerjakan, yang mayoritas “pengaspalan jalan” yang seharusnya diutamakan subbidang kode S1003 sesuai jenis pekerjaan pelaksanaan pembangunan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan jalan, jalan raya (kecuali jalan layang), Jalan, Rel Kereta Api, dan landasan Pacu Bandara.
Pengerjaan proyek yang sedang beroperasi untuk, “pengaspalan jalan dilingkungan Gudang Direktorat Bina Marga” itu terlihat memakai alat berat atau AMP yang milik PT Prayoga (PT Prayoga Pertambangan dan Energi/PT PPE) yang merupakan milik BUMD Kabupaten Bogor, yang kemungkinan besar disewa oleh PT Pesona Tamanindo, sehingga tidak terlihat dan terkesan yang lelang atau pemborongnya adalah PT Prayoga.
Tidak adanya SBU untuk Subbidang S1003 dan S1001 oleh pemenang PT Pesona Tamindo, hal itu terlihat sesuai detail diperoleh dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK-NET) yang tercatat, hanya memiliki subbidang SP015, sedangkan dua subbidang lainnya yakni S1001 dan S1003 tidak dimiliki.
Dirjen Bina Marga lama dan baru
(Hediyanto Husaini dan Arie Setiadi Moerwanto)
Adanya seabrak persyaratan SBU (sertifikat badan usaha) yang diminta oleh ULP Pokja (yang tidak jelas satkernya, apakah Satker Pembinaan Penanganan Jalan atau Satker Manajemen Kebinamargaan?) itu sampai tiga subbidang/klasifikasi yakni kode S1001, S1003 dan SP015, juga dipertanyakan atau diragukan untuk subbidang klasifikasi SP015 yang dimiliki oleh perusahaan pemenang dengan kemampuan dasar/KD senilai Rp 32.503.000.000 atau (3PNt) yang diperoleh dari paket Pekerjaan Hardscape (A) senilai Rp 10.834.257.000 dari pemberi tugas PT Jaya Real Property Tbk tahun 2013.
Begitu pula, diduga domisili atau kantor perusahaan pemenang PT Pesona Tamanindo dipertanyakan karena sesuai data yang tertera di LPJKNET beralamat di Jalan Ahmad Dahlan No. 6 RT. 008/009 Kel Palmerian Matraman, Jakarta Timur, dan menurut informasi didapat, bahwa domisili yang bersangkutan merupakan “rumah hunian” bukan sebagai kantor, dan yang menetap berdomisili yang juga merupakan rumah tinggal di kawasan Jalan Margonda Raya Depok, yang mengerjakan “pesan bunga” untuk pesta perkawinan dan acara lainnya.
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mengajukan konfirmasi dan klarifikasi yang disampaikan kepada Kepala Satker Pembinaan Penanganan Jalan (Ditjen Bina Marga), Kementerian PUPR RI dengan Nomor: 45/HR/X/2016 tanggal 17 Oktober 2016, namun sampai saat ini belum ada tanggapan dari Kasatker, maupun PPK dan Pokja.
Dirjen Diminta Tegas
Ketua Umum LSM LAPAN (lembaga Pemantau Aparatur Negara), Gintar Hasugian berharap meminta kepada Dirjen Bina Marga menindak tegas anak buahnya yang bermain api dalam proses lelang pada paket tersebut.
Selain itu, diharapkan Dirjen mau memerintahkan Kasatkernya untuk menjawab surat konfirmasi yang dilayangkan Surat Kabar Harapan Rakyat.
“Kalau tidak benar berita yang dimuat atau dipertanyakan oleh Harapan Rakyat, maka harusnya itu dibantah oleh Kasatker, PPK ataupun Pokjanya. Namun hal ini tidak ada bantahan, dan malah diam seribu kata, yang terkesan benar beritanya. Ya, Kasatker harus berani dong menjawab konfirmasi dan klarifikasi Harapan Rakyat, dan itu namanya keterbukaan, jangan diam seribu bahasa,” ujar Gintar.
Sebelumnya, LSM Lapan telah mempertanyakan, apakah proyek paket itu sejenis Lansekap atau Jalan raya (peningkatan jalan-red)? Karena penetapan pemenang yang diduga dikondisikan kepada perusahaan tertentu dan juga tidak terpasang papan proyek.
“Mungkin karena proyeknya masuk ke areal milik pergudangan Direktorat Teknik Ditjen Bina Marga, maka masyarakat di sekitarnya tidak tahu-menahu adanya pekerjaan yang dibiayai oleh APBN Kementerian PUPR sebesar kurang Rp 10 miliar itu, sehingga pengguna anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) sesukanya dengan alasan tidak ada yang melihat atau membiarkan pemborong tidak memasang papan proyek,” ujarnya.
Pengerjaan proyek tanpa plang ini seolah mendapat pembiaran dari kuasa pengguna anggaran. Padahal, hal itu bisa mempengaruhi kualitas pengerjaan proyek. Artinya, rekanan tidak mengindahkan peraturan, dan padahal hal ini wajib untuk memasang papan nama proyek.
“Dampak tidak adanya plang proyek, warga tidak dapat mengetahui spesifikasi rincian proyek yang dikerjakan, demikian juga proyek yang dipercayakan kepada kontraktor tersebut. Sehingga dalam pengerjaannya bisa asal-asalan. Makanya, kita tidak heran masih ada proyek yang baru dikerjakan, namun sudah rusak,” ujarnya.
Dan masih pantauan HR, bahwa pengerjaan proyek yang beroperasi, “pengaspalan jalan dilingkungan Gudang Direktorat Bina Marga” itu terlihat memakai alat berat atau AMP milik PT Prayoga Pertambangan dan Energi (PT PPE) yang merupakan milik BUMD Kabupaten Bogor, yang kemungkinan besar disewa PT Pesona Tamanindo, sehingga terkesan yang lelang adalah PT Prayoga.
Sehingga, pemasangan papan informasi proyek yang seharusnya dilakukan oleh PT Pesona merupakan hal penting dalam rangka transparansi dalam mengelola keuangan negara sehingga masyarakat luas bisa ikut mengawasi pelaksanaan proyek. Bahkan, dinilai tidak mengindahkan Perpres No. 54/2010 dan perubahannya Perpres 70/2012 dan Perpres 4/2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan UU No. 14/2008 tentang KIP
“Kalau pun ada pekerjaan-pekerjaan untuk subbidang S1001 dan S1003 sebagai dipersyaratkan tidak masalah, namun perusahan pemenang kan tidak memiliki kedua subbidang tersebut, lalu bagaimana? Kok gak ada subbidang, bisa menang?” jelas Gintar. tim


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.