JAKARTA, HR – Tindaklanjut pemberitaan HR dan harapanrakyatonline.com sebelumnya pada paket Preservasi Rehabilitasi Jalan Lingkar Barat-Bts Kota Serang-Bts Kota Tangerang yang dimenangkan PT Mastic Utama Sarana, di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Metropolitan Satu Jakarta.
Paket yang bersumber dana APBN 2018 itu patut dicurigai karena selain dimenangkan perusahaan tertentu, juga papan proyek tidak terpampang.
Padahal, Surat kabar Harapan Rakyat dan harapanrakyatonline.com telah mengajukan sejumlah pertanyaan yang dialamatkan kepada Kepala Satker PJN Metropolitan Satu Jakarta, dengan surat nomor: 036/HR/VII/2018 tanggal 2 Juli 2018, namun sampai saat ini belum ada jawaban dari Kasatker maupun PPK atau Pokja.
Pemenang PT Mastic Utama Sarana (MUS) dengan nilai HPS Rp 27.135.257.000 dan dari 12 peserta yang memasukkan penawaran harga, dimana pemenang urutan keenam dengan penawaran Rp 22.694.104.000.
Penandatanganan kontrak 3 Juni 2018 atau lelang sudah selesai itu, oleh Pokja Satuan Kerja PJN Metropolitan I Jakarta meminta syarat Sertifikat Badan Usaha (SBU) untuk kualifikasi dan klasifikasi S1003 (Jasa Pelaksana Untuk Konstruksi Jalan Raya (kecuali jalan layang), Jalan, Rel Kereta Api dan Landas Pacu Bandara.
Namun, berdasarkan penayangan di situs lpjk.net, untuk kemampuan dasar (KD) yang digunakan sebagai syarat oleh peserta PT MUS tidak mencukupi Kemampuan Dasar, yang diambil dari pengalaman sejenis (S1003) dari Pengaspalan jalan masuk/keluar PGU s/d Bundaran Poska -Bukit Indraprasta Plaza Haihoo dan Bundaran Marsudini dan Perkerasan tahun 2015 oleh pemberi tugas PT Kuripan Raya dengan nilai Rp 3.367.776.000 atau (3NPt=Rp10.132.000.000).
Sehingga jelas, untuk KD tidak mencukupi yang hanya senilai Rp 10.132.000, dan sangat jauh dari paket yang dikerjakan senilai Rp 27,1 miliar. Hal ini kurang atau seharusnya sekurang-kurangnya sama dengan nilai HPS yang lelang paket Preservasi Rehabilitasi Jalan Lingkar Barat-Bts Kota Serang-Bts Kota Tangerang Rp 27.135.257.000.
Bahkan pengalaman sejenis/S1003 oleh peserta PT MUS yang memberi tugas PT Kuripan Raya sebagai Real Estate/Pengembang itu, sangat diragukaan. Apalagi pekerjaan paket preservasi rehabilitasi jalan lingkar tersebut, apakah sejenis dengan subbidang yang bukan hanya saja pekerjaan pengaspalan tapi peningkatan jalan (pengecor beton).
Atau bila tidak menggunakan pengalaman sejenis yan dikeluarkan PT Kurifan Raya, maka digunakan dari pengalaman sejenis dari PT Hutama Prima? Karena pengalaman sejenis yang dimiliki PT Hutama Prima (PT. HP) cukup banyak. Dan pasalnya, antar PT MUS dengan PT HP merupakan satu atap yang berdomisili di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, dan itu sesuai domisili pengumuman lelang, namun alamat di kawasan Pondok Indah itu, juga diduga fiktif.
Surat Kabar Harapan Rakyat (HR) pernah mengirimkan surat dan koran, namun pihak kantor pos mengembalikan dengan asalan tidak ditemukan alamat tersebut.
Masuknya sebagai pemenang PT MUS di Satker PJN Satu Jakarta yang belum pernah mengerjakan paket proyek adalah bawaan atau diusung PT HP, karena PT HP adalah sebagai rekanan yang cukup bercokol di BBPJN VI (DKI Jakarta-Jabar dan Banten).
Bahkan personil dan peralatan pada paket Preservasi Rehabilitasi Jalan Lingkar Barat-Bts Kota Serang-Bts Kota Tangerang digunakan PT MUS adalah miliki saudara sendiri yakni PT HP terutama alat AMP.
Sesuai detail di situs lpjk.net, dimana personil tenaga ahli atas nama Adi J.S yang memiliki subklasifikasi AS-202 (ahli teknik jalan/muda) telah habis masa berlakunya SKA sampai 14 Okotber 2017.
Bahkan, sesuai pantauan HR disekitar pekerjaan proyek yang dimaksud, yakni dari Jalan Lingkar Barat – Jakarta Barat (Kota) – Batas Kota Serang – Batas Kota Tangerang – Tangerang (Kota), HR tidak menemukan adanya plang “papan proyek”.
Padahal oleh pemborong wajib memasang papan proyek, karena papan proyek ini adalah informasi sumber dana, jenis kegiatan, badan usaha/perusahaan yang mengerjakan, dan lamanya waktu pelaksanaan pekerjaan yang tentu itu mengingat anggarannya bersumber dari APBN Kementerian PUPR dan masyarakat mengetahui hal itu sesuai UU No. 14/2008 tentang KIP (Keterbukaan Informasi Publik).
Ketua Umum LSM Lapan (Lembaga Pemantau Aparatur Negara), Gintar Hasugian, menjelaskan, adanya proyek yang dibiayai APBN atau APBD, makanya publik juga ikut mengawasi pelak¬sanaan kegiatan proyek tersebut.
Ini mungkin ada, tetapi oleh rekanan pelaksana menyembunyikan karena tahu diketahui masyarakat yang melintasi lokasi proyek itu.
Pemasangan plang papan proyek diharuskan ka¬rena merupakan kewajiban sesuai dengan Perpres No 54/2010 dan atas Perubahannya No 70/2012 dan No 4/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pe¬merintah.
“Pihak pelaksana diwajibkan untuk memasang pa¬pan nama proyek, sehingga masyarakat mudah melakukan pe¬nga¬wasan terhadap proyek yang sedang dikerjakan,” ujar Gintar kepada HR, di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Gintar, proyek yang tidak menggunakan plang papan proyek patut dicurigai dan bermasalah. Dengan tidak adanya papan proyek tersebut membuat masyarakat sulit untuk me-ngawasi pekerjaan yang tujuannya sebagai bentuk pe¬ran serta masyarakat dalam pengawasan uang negara agar tidak salah dipergunakan.
“Dengan adanya plang papan proyek setidaknya kontraktor juga ikut men¬jalankan peraturan Undang-undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menggunakan dana APBN Kementerian PUPR. tim