- RMA Tidak Miliki Pengalaman
- RMA Tidak Miliki 3 SBU yang Disyaratkan
YOGJAKARTA, HR – Tender paket Pembangunan Gedung Pendidikan Poltekkes, Kementerian Kesehatan RI dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 18.850.443.000, yang dimenangkan PT Reyka Mandiri Abadi (RMA) dengan penawaran Rp 18.379.108.000 atau 97,5 persen, ternyata sarat kepentingan. Proyek yang dibiayai APBN 2017 itu berpotensi jadi bancakan oknum terkait.
Pasalnya, PT Reyka Mandiri Abadi (RMA) dipaksakan sebagai pemenang, padahal sejumlah persyaratan diduga tidak terpenuhi, salah satunya yakni: Sertifikat Badan Usaha (SBU), yang mana perusahaan pemenang tidak memiliki pengalaman sejenis atau kemampuan dasar (KD), dan bahkan diantara subbidang/klasifikasi yang disyaratkan oleh Satker Pokja Poltekkes Yogjakarta juga tidak terpenuhi.
Berdasarkan pengumuman pengadaan aplikasi LPSE Kementerian Kesehatan RI, paket Pembangunan Gedung Pendidikan Poltekkes Yogjakata, bahwa proses lelang dimulai 14 Februari 2017 hingga 20 Februari 2017.
Dalam proses lelang itu, Satker Pokja Poltekkes Yogyakarta meminta syarat SBU yang harus dipenuhi, yakni SBU Jasa Pelaksana Konstruksi Bangunan Pendidikan (BG007), Jasa Pelaksana Konstruksi Bangunan Gedung Lainnya (BG009), Jasa Pelaksana Pemasangan Lift dan Tangga Berjalan (MK 005), Jasa Pelaksana Pemasangan AC, Pemanas dan Ventilasi (MK001) dan Jasa Pelaksana Instalasi Listrik Gedung dan Pabrik (EL010).
Namun, untuk SBU kode BG007 dan BG009, RMA ternyata sama sekali tidak memiliki pengalaman atau pengalaman sejenis dan secara otomatis tidak memiliki kemampuan dasar (KD) untuk ukuran 3NPt.
Begitu pula, oleh Pokja Satker Poltekkes Yogyakarta juga meminta syarat SBU lainnya, yakni: Jasa Pelaksana Pemasangan Lift dan Tangga Berjalan (MK 005); Jasa Pelaksana Pemasangan AC, Pemanas dan Ventilasi (MK001); dan Jasa Pelaksana Instalasi Listrik Gedung dan Pabrik (EL010). Khusus untuk ketiga SBU yang disyarat ini, RMA ternyata tidak memilikinya.
Fakta bahwa tiga SBU RMA tidak memiliki kemampuan dasar untuk ukuran 3NPt serta 3 SBU tidak dimiliki oleh RMA, terlihat pada data detail yang diperoleh dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
Dan untuk melihat keabsahan data itu, tertuang pada Peraturan LPJK yang menyebutkan bahwa dalam hal ditemukan perbedaan data, antara data yang tertuang pada SBU dengan data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net), maka dinyatakan BENAR adalah data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net). Sangat jelas penafsiran dari Peraturan LPJK, bahwa data yang digunakan ada data yang ada di www.lpjk.net. Maka, bila ada data RMA di luar website itu, maka keabsahannya sangat diragukan.
Persyaratan lainnya yang diminta oleh Satker Poltekkes Yogyakarta yakni: Memiliki pengalaman dalam pekerjaan sejenis minimal 1 kali dalam 4 (empat) tahun terakhir, baik di instansi pemerintah maupun swasta. Dalam hal syarat ini, RMA juga tidak mampu memenuhinya. Sudah sangat jelas bahwa perusahaan pemenang tidak memiliki pengalaman atau pekerjaan sejenis sesuai yang disyaratakan.
Disetor di akhir lelang?
Berdasarkan data detail RMA di lpjk.net, SBU Kode BG 007 dan 009 dicetak/terbit pada 24 Februari 2017. Artinya, kedua SBU itu diterbitkan setelah proses lelang. Timbul pertanyaan, karena proses lelangnya dimulai 14-20 Februari 2017, berarti dokumen kedua SBU RMA tidak dilampirkan. Berarti seharusnya saat evaluasi administrasi, RMA sudah patut digugurkan.
Atau ada dugaan opsi kedua, yakni SBU dilampirkan setelah selesai lelang, atau istilahnya penyetoran dokumen SBU menyusul di akhir lelang. Apakah hal ini bisa dilakukan? Dimana regulasinya?
Anehnya lagi, proses lelang di paket ini diikuti 212 badan usaha yang mendaftar, dimana ada beberapa perusahaan yang memasukkan double penawaran, tak terkecuali RMA. Bahkan, RMA sampai double memasukkan SPH dengan nilai penawaran sama yakni Rp 18.379.108.000, namun satu SPH-nya digugurkan dengan alasan: “penawaran ganda”. Padahal dokumen prakualifikasi RMA diduga sama, dan itu terbukti dari nilai penawaran, artinya penawaran sama, dokumen sama. Dan sangat aneh, serta belum ada proses lelang di instansi mana pun, yakni perusahaan ganda dengan penawaran sama, lalu salah satu digugurkan dan satu lagi dimenangkan. Kesalahan ini dibiarkan dengan sengaja.
Dari 11 peserta, penawaran harga RMA berada diurutan ke-8 atau 9, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara. Karena masih ada sekitar 10 peserta yang menawar terendah dan dokumennya lebih baik dari RMA.
Penetapan pemenang RMA adalah kualifikasi Perusahan Non Kecil. Dan berdasarkan Permen PUPR No. 19/PRT/M/2014 tentang pembagian subklasifikasi dan subkualifikasi usaha jasa konstuksi dan jasa konsultansi, bahwa perusahaan pemenang memiliki kualifikasi M1 seharusnya mengerjakan paket senilai dibawah Rp 10 M. Sedangkan M2, mengerjakan paket diatas Rp 10 miliar. Pembagian kualifikasi perusahaan sangat jelas tertuang pada Peraturan Menteri PUPR No. 31/PRT/M/2015 pasal 6c point 5 (5) paket pekerjaan konstruksi untuk kualifikasi menengah (M1 dan M2) mengerjakan senilai diatas Rp 2,5 miliar sampai Rp 50 miliar dengan memenuhi kemampuan Dasar (KD).
Juga diduga RMA menggunakan persyaratan personil inti (termasuk SKA) dan peralatan yang diajukan dalam dokumen pengadaan pada paket Pembangunan Gedung Pendidikan Kemkes Yogjakarta adalah sama dengan paket lainnya yakni paket Pembangunan Gedung Poltekkes Banten untuk Serang pada “waktu bersamaan”.
Padahal diketahui sesuai Perpres. 54/2010 dan perubahannya Perpres No70/2012 dan Perpres 4/2015, dan Permen PUPR No.31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, bahwa persyaratan personil dan peralatan yang disampaikan dalam penawaran hanya untuk 1 (satu) paket pekerjaan yang dilelangkan. Apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil inti dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda.
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mengajukan konfirmasi dan klarifikasi dengan surat bernomor: 35/HR/V/2017 tanggal 20 Mei 2017 yang disampaikan kepada Satuan Kerja Politeknik Kesehatan Yogjakarta, Kementerian Kesehatan RI, namun sampai saat ini belum ada tanggapan hingga berita naik cetak.
“Dengan sejumlah persyaratan yang diduga tidak terpenuhi itu, maka proses lelang paket gedung pendidikan Poltekkes ini, bila memang ada indikasi, ya perlu diusut agar tidak terjadi lagi semacam pelelangan begini pada tahun mendatang dilingkungan Poltekkes Kemkes,” ujar Ketua Umum Lembaga Pemantau Aparatur Negara (Lapan), Gintar Hasugian kepada HR, (2/6), di Jakarta. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});