MAROS, HR – Dengan Kurang maksimalnya pelayanan puskesmas, sehingga warga terkadang harus menunggu cukup lama mengantri. Hal ini diakibatkan karena pegawai puskesmas tidak one time dan tidak konsistem dalam mengemban tugas dan kerjanya.
Pasien terkadang tidak terlayani oleh fungsi profesi pelayanan kesehatan yang sesuai. Harusnya masyarakat yang berobat ditangani langsung secara medis sesuai tupoksinya.
Seperti halnya yang dialami warga bernama Waris yang mengantar berobat istrinya. Ia secara fakta mengalami terjadinya pelayanan yang kurang maksimal di Puskesmas Marusu. Ia bercerita, sebagai pasien ditangani oleh para medis tidak sesuai tupoksi keahlianya.
Menurut Waris ketidak profesonalnya pelayanan di Puskesmas Marusu dari informasi yang didapat media ini, karena imbas dari adanya sistem ship shipan. Dimana poli atau bagian-bagian tertentu yang seharusnya memiliki petugas pengganti, guna mengantisifasi personil yang tidak bertugas, dikarenakan adanya pembagian hari atau jam. Sehingga mengakibatkan pelayanan terkadang lambat.
“Poli gigi, misalnya berakibat mempersulit pencabutan gigi dan penambalan. Hal ini dialami Istri saya Rahmawati, begitu juga beberapa pasien lainnya yang tak terlayani,” ungkapnya, Rabu (02/01/2019).
Menurutnya Waris, dengan banyaknya keluhan masyarakat yang ingin berobat. Pelayanan Puskesmas Marusu sangat bertolak belakang.dengan program Bupati Maros.yang mencenang. 3S, yaitu Senyum, salam, Sapa.
“Puskesmas memang menjadi harapan masyarakat yang tinggalnya di perkampungan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pada dasarnya, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka,’ jelasnya.
Perlu diketahui memang hal ini ditegaskan dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”). “Ini artinya puskesmas marus sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pasien yang dalam keadaan darurat serta wajib memberikan pelayanan untuk menyelamatkan pasien. Oleh karena itu, fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas wajib memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk tindakan medis tanpa memandang ada atau tidaknya keluarga pasien yang mendampingi saat itu,” tegas Waris.
Ia memaparkan ada sanksi pidana bagi puskesmas yang tidak segera menolong pasien yang sedang dalam keadaan gawat darurat. Berdasarkan Pasal 190 ayat (1) dan (2) UU Kesehatan, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dalam hal perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya penyalah gunaan tupoksi dan eewenang pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10tahun dan denda paling banyak Rp1 milyar.
Dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”). Dalam Pasal 59 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama kepada penerima pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
“Dengan demikian tidak ada alasan bagi petugas medis untuk tidak melakukan pelayananan kepada pasien. Harus diusut tuntas dan diberikan sanksi bagi pimpinan puskesmas marusu yang dianggap tidak becus menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya,” pungkasnya. hamzan