WALHI Bali Soroti Krisis Air dan Potensi Bencana dalam Proyek Hotel Bintang di Berawa, Badung

DENPASAR, HR – Dalam rapat penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) serta Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) untuk pembangunan The Standard Hotel & Oakwood Premier Berawa Beach oleh PT Pantai Berawa Resort, WALHI Bali menyoroti sejumlah permasalahan dalam pembangunan hotel tersebut.

Direktur Eksekutif WALHI Bali, Made Krisna Dinata alias Bokis, menyoroti klaim dalam dokumen yang menyebut kebutuhan air hotel sebesar 463,55 m³/hari untuk 657 tempat tidur akan dipenuhi oleh Perumda Air Minum Tirta Mangutama (PDAM Badung). Menurutnya, hal itu tidak realistis mengingat PDAM Badung tengah menghadapi banyak persoalan serius.

Bokis menyebut, PDAM Badung telah lama bermasalah akibat tekanan pertumbuhan pariwisata yang tinggi. Mulai dari kebocoran pipa mencapai 48,96% pada 2020, sumur bor yang terus ditambah hingga 10 unit, pipa yang meledak di berbagai lokasi, hingga menurunnya debit mata air alami di berbagai titik sumber PDAM. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan air, PDAM Badung juga sedang membangun reservoir air untuk memenuhi kebutuhan air di Badung Barat.

“Dengan melihat situasi Perumda Air Minum Tirta Mangutama Kabupaten Badung yang sebenarnya sudah dihujani berbagai masalah apakah yakin Perumda Badung mampu mengcover kebutuhan air bagi hotel ini? Kami menduga hal tersebut tidak mungkin terjadi,” pungkas Bokis.

Lebih lanjut, Bokis menilai tidak ada transparansi dalam dokumen soal kemampuan PDAM menyediakan air untuk proyek tersebut. Ia menyebut cakupan layanan PDAM di wilayah Tibubeneng hanya mencakup 26,90%, yang menandakan bahwa pasokan air untuk masyarakat lokal sudah berada dalam kondisi kritis. Ia menduga, hotel nantinya juga akan mengambil air bawah tanah (ABT).

Ia juga mengkritik penggunaan air permukaan dari Tukad Penet dan Tukad Mati. Menurut hasil analisis WALHI Bali, daerah aliran sungai (DAS) tersebut sudah dalam kondisi defisit dan cadangan air tidak berkelanjutan. Bahkan hilir sungai sudah mengalami intrusi air laut, namun dampaknya tidak dijelaskan dalam dokumen. Sehingga, ia menyayangkan minimnya analisis risiko lingkungan dalam dokumen yang semestinya wajib dijabarkan secara rinci.

“Penggunaan sumber air permukaan yang berasal dari Tukad Penet dan Tukad Mati secara besar-besaran kami nilai akan mengancam dan memperparah krisis air di Pulau Bali,” tegas Bokis.

Di konfirmasi secara terpisah, I Made Juli Untung Pratama dari Divisi Advokasi KEKAL Bali juga angkat bicara. Ia mengingatkan bahwa lokasi proyek tergolong rawan bencana, seperti banjir dan tsunami. Menurutnya, pembangunan di daerah rawan bisa mengulang kesalahan yang sama seperti kasus banjir di Seminyak dan Legian.

Di akhir kegiatan, Bokis bersama rekannya, Ida Bagus Arya Yoga Bharata, menyerahkan surat tanggapan resmi kepada pimpinan rapat, Ida Bagus Adi Palguna dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, sebagai bentuk keberatan atas proyek yang dinilai berisiko terhadap lingkungan dan masyarakat. dyra

[rss_custom_reader]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *