DENPASAR,HR – WALHI Bali, melalui Direktur Eksekutif WALHI Bali, Made Krisna Dinata alias Bokis, mengungkapkan keberatan terkait prosedur undangan rapat pembahasan mengenai ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) RKL RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup). Rapat yang dilaksanakan pada 26 Maret 2025 di hotel Mercure Sanur itu membahas mengenai rencana kegiatan pembangunan Terminal LNG dan Fasilitas Pipa Penyaluran Gas oleh PT Dewata Energi Bersih.
Dirinya menyatakan, pihaknya hanya menerima undangan pada 24 Maret 2025 untuk rapat yang digelar dua hari kemudian, pada 26 Maret 2025. Selain itu, Walhi Bali merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan Kerangka Acuan Andal (KA ANDAL), meskipun sesuai prosedur, pemerhati lingkungan seharusnya terlibat sejak tahap tersebut.
“Kami menyatakan keberatan terhadap cara mengundang yang mendadak dan akses dokumen proyek ini, terlebih kami hanya baru dilibatkan saat pembahasan ANDAL RKL RPL sebab dalam prosedurnya pemerhati lingkungan wajib dilibatkan sedari tahapan Kerangka Acuan (KA ANDAL),” pungkasnya.
Selanjutnya, ia juga mempertanyakan konsistensi dokumen proyek, khususnya mengenai lokasi pembangunan Terminal LNG yang disebut berada di luar kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai, namun gambar dalam lampiran menunjukkan sebaliknya. Ia menduga proyek tersebut akan dibangun di kawasan mangrove, karena dokumen menyebutkan izin PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) berada di dalam Mangrove Tahura Ngurah Rai seluas 14,5 Hektar.
“Dimana lokasi sesungguhnya terminal LNG ini akan di bangun?,” tanyanya.
Selain itu, WALHI Bali mengkritisi rencana pemanfaatan hasil pengerukan sebanyak 3.300.000 meter kubik untuk reklamasi di pesisir, tanpa penjelasan teknis yang jelas. Bokis menanyakan apakah reklamasi ini akan dilakukan di sekitar kawasan mangrove, mengingat dampaknya terhadap ekosistem tersebut.
Padahal hal tersebut penting dijabarkan mengingat tidak ada deskripsi jelas mengenai teknis dumping yang akan dibuat di beberapa lokasi pesisir. Di titik tapak lokasi Terminal LNG yang dikatakan akan berada di luar kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai.
Iwan Setiawan selaku ketua tim penyusun dokumen Andal RKL-RPL mengonfirmasi bahwa reklamasi memang akan dilakukan.
“Iya itu akan dibuat dengan cara reklamasi, kami akan sempurnakan deskripsinya pada dokumen, jika penataan kawasan yang menggunakan hasil material keruk/dredging tersebut akan digunakan untuk penataan pesisir dengan cara reklamasi” jelas Iwan.
Lebih lanjut, Bokis mendorong jika seharusnya dokumen menjelaskan secara rinci mengenai dampak dari pembuatan dumping dengan cara reklamasi tersebut, mengingat dumping pada lokasi Terminal LNG tersebut juga berdekatan dengan Mangrove Tahura Ngurah Rai.
Dalam catatanya, penimbunan atau reklamasi yang dibangun berdekatan dengan mangrove pernah membuat mangrove mati seluas 17 Hektar, yang terjadi pada reklamasi perluasan pelabuhan yang dilakukan oleh Pelindo III cabang Benoa tahun 2018 silam. Hal tersebut terungkap dari hasil investigasi yang dilakukan oleh UPTD Tahura Ngurah Rai. Setelahnya aktivitas reklamasi diminta dihentikan melalui surat resmi dari Gubernur Bali.
Lebih jauh Bokis juga menyoroti dokumen proyek yang tidak memiliki kajian kebencanaan pada rona lingkungan. Padahal kajian kebencanaan amat penting dijabarkan secara rinci mengingat kawasan proyek merupakan kawasan rawan bencana.
Dalam temuannya, WALHI Bali mengatakan jika berdasarkan data dari Peta Zona Kerentanan Likuifaksi Bali Tahun 2019 oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa secara kerentanannya, lokasi dari tapak proyek berada di Zona Kerentanan Likuifaksi Tinggi dan Sedang. Berdasarkan penjelasan dari peta tersebut disebutkan bahwa Zona Kerentanan Likuifaksi Tinggi memiliki arti dapat mengalami likuifaksi secara merata dan struktur tanah umumnya menjadi rusak parah hingga hancur.
“Hal ini patut dilingkup dan dijabarkan dalam dokumen, mengingat lokasi tapak rentan, terlebih akan melakukan pemipaan di bawah mangrove yang menurut dugaan kami akan memberikan dampak terhadap stabilitas dan struktur tanah pada Mangrove” ungkap Bokis.
Menindaklanjuti hal itu, WALHI Bali mengirimkan surat tanggapan kepada Rafinasnanto selaku pimpinan rapat dan perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan (PDLUK) melalui pengiriman kantor Pos. dyra