JAKARTA, HR – Pelaporan dugaan penipuan berkedok investasi dengan terlapor Jam`an Nurchotib Mansur alias Ustadz Yusuf Mansur (UYM) memasuki babak baru. Ditreskrimum, Polda Jawa Timur yang menangani kasus ini telah meningkatkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Darso Arif |
Seperti diketahui, Darso Arief Bakuama telah melaporkan UYM dan beberapa terduga lainnya terkait dugaan tindak pidana Penipuan (Pasal 378 KUHP) dan Penggelapan (Pasal 372 KUHP) dengan surat laporan LPB/742/VI/2017/UM/JATIM pada 15 Juni 2017.
Polda Jatim kemudian memeriksa pelapor dan para korban UYM untuk melengkapi berkas pemeriksaan. Melalui surat pengembangan kedua bernomor B/1264/SP2HP/VIII/2017/Ditreskrimum, Polda Jawa Timur tertanggal 11 Agustus 2017 dan berdasarkan Gelar Perkara pada 4 Agustus lalu di Ruang Kasubdit II Harda Bangtah, maka LPB/742/VI/2017/UM/JATIM (15/6/2017), dinaikkan statusnya dari Penyelidikan menjadi Penyidikan. Perubahan status itu ditetapkan setelah ditemukannya adanya unsur-unsur pidana dalam kasus itu.
Menurut penasehat hukum pelapor, Rahmat K. Siregar, SH, Polda Jatim telah menjadwalkan pemanggilan kepada mereka yang disebutkan namanya dalam BAP terkait Investasi Condotel Moya Vidi, diantaranya koordinator investor di Surabaya, pengelola CV. Bintang Promosindo, PT. Grha Suryamas Vinandito dan Koperasi Indonesia Berjamaah.
“Tentu saja Yusuf Mansur sebagai terlapor juga seharusnya segera dipanggil dan diperiksa agar jelas statusnya,” ujar Rahmat K. Siregar saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (5/9/2017).
Dengan ditingkatkannya status perkara ini dari penyelidikan menjadi penyidikan, bagi Rahmat, menjadi awal terkuaknya investasi bermasalah dari UYM yang akrab dikenal dengan “Ustadz Sedekah” itu.
Darso Arief Bakuama menegaskan, apa yang dilakukannya itu bukan untuk mengkriminalisasi ulama. Karena data dan faktanya banyak korban tergiur program UYM yang tak berani melaporkan dugaan tindakan pidana penipuan dan penggelapan.
“Seperti diketahui banyak program Yusuf Mansur yang mengatasnamakan sedekah, bisnis umroh dan haji, franchise PPPA, batubara, patungan usaha, Hotel Siti maupun investasi Condotel Moya Vidi, memiliki celah-celah hukum yang banyak merugikan masyarakat. Ada proses yang salah dalam pengumpulan uang tersebut,” jelas Darso.
Menurut Darso. melihat jumlahnya yang kini ditangani, mungkin masih terbilang kecil. Namun ketika proses hukum ini terus berlangsung maka diharapkan ada korban yang lain untuk berani melaporkannya.
“Kita harus menghentikan pola-pola pengumpulan dana masyarakat yang ilegal itu. Sehingga masyarakat tercerahkan mana yang sedekah dan mana investasi yang sebenarnya,” katanya.
Kasus ini kembali menjadi sorotan publik setelah UYM dilaporkan sejumlah warga Surabaya ke Polda Jawa Timur pada 15 Juni lalu atas dugaan penipuan investasi.
Dalam program itu, terlapor menawarkan investasi berbentuk sertifikat dengan harga Rp 2,75 juta per lembar sertifikat, disertai skema keuntungan yang dijanjikan.
Belakangan, program itu dianggap bermasalah, lalu investasi dialihkan untuk bisnis hotel, bukan condotel seperti yang disebut dalam perjanjian. Para nasabah merasa tidak puas. Apalagi penyelenggara program investasi hanya diberitahu melalui website. Sebagian nasabah sempat melaporkan kasus itu ke Mabes Polri dan berujung damai.
“Jalan damai dan pengembalian uang nasabah itu menjadi bukti pengakuan Yusuf Mansur atas kesalahannya. Namun ketika muncul korban-korban lain, Yusuf Mansur yang pernah berjanji akan mengembalikan uang nasabah yang merasa jadi korban, malah mempersulit,” papar Darso.
Darso menyadari akan menghadapi kendala untuk menegakkan kebenaran dengan melaporkan sosok UYM yang sudah kesohor itu. “Saya tahu betul siapa Yusuf Mansur, jadi saya akan perjuangkan niat saya untuk mengungkap kebenaran agar tidak semakin banyak korban yang tertipu lagi,” tandas Darso. igo
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});