DENPASAR, HR – Sekumpulan wartawan dari berbagai macam perwakilan media di Bali, beserta sekelompok mahasiswa Unud yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Bali menggelar aksi damai di Kantor DPRD Bali, Selasa (28/5).
Aksi damai itu dilakukan untuk menentang keras Rancangan Undang-Undang Penyiaran dinilai merugikan. Penolakan RUU Penyiaran itu dinilai tidak memperhatikan kepentingan lokal serta menimbulkan potensi monopoli media.
Para wartawan meminta kepada DPRD Bali sebagai perpanjangan tangan rakyat Bali untik mengambil sikap tegas menolak RUU tersebut demi menjaga kebebasan pers dan keberagaman informasi di Indonesia.
Spanduk dengan tulisan “Aliansi Masyarakat Bali Tolak RUU Penyiaran (AMKARA) BALI Tolak RUU Penyiaran!” juga dikibarkan di Kantor DPRD itu, sementara beberapa orang membawa poster dengan pesan-pesan protes yang mengkritik isi RUU tersebut.
Mereka berharap agar suara mereka didengar dan aspirasi masyarakat Bali disampaikan dalam proses pembahasan RUU Penyiaran di tingkat nasional.
Sekretaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali, Ambros Boli Berani yang tergabung dalam aksi itu mengatakan setelah pihaknya mempelajari RUU penyiaran ini, terdapat beberapa pasal-pasal yang kontroversial. Ambros menduga pasal-pasal ini sengaja diselundupkan untuk melindungi penguasa.
“Karena pembahasan RUU Penyiaran ini memang tidak melibatkan Dewan Pers,” ujarnya kepada awak media.
Pihaknya menyoroti pasal 51 E tentang sengketa jurnalistik dikeluarkan oleh keputusan KPI yang diselesaikan melalui peradilan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Dikatakan Ambros, kewenangan Dewan Pers seolah diambil alih oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap pasal itu. Hal itu menjadikan adanya tumpang tindih kewenangan Dewan Pers dengan KPI. Selama ini sengketa pers diselesaikan oleh Dewan Pers sesuai dengan UU 40 tahun 1999 Tentang Pers.
“Kita tahu kalau Dewan Pers kan dibentuk, dipilih sama teman-teman konstituen Dewan Pers, sementara KPI dibentuk, dipilih oleh DPR,” ungkap Ambros.
Selain itu, Ambros juga mengatakan pada pasal 50 B ayat 2 huruf C yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi juga dapat membungkam kerja jurnalistik. Lalu pada pasal 50 B ayat 2 huruf k tentang penayangan, isi siaran, konten siaran yang mengandung kebohongan, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik juga dilarang.
“Menurut kita ini pasal karet yang mengancam satu, kemerdekaan pers, terus kemudian teman-teman yang pegiat atau pekerja-pekerja kreatif juga itu terancam,” jelas Ambros.
Pada kegiatan tersebut juga dilakukan penaburan bunga diatas kamera – kamera jurnalis dan kartu identitas pers dari berbagai perwakilan media sebagai simbol matinya kebebasan pers jika RUU tersebut disahkan.dyra