SINTANG, HR – Warga Desa Ng Libau kecamatan Sepauk, kab Sintang Kalimantan Barat, kecewa dan tak terima penjelasan Hendrikus, ST, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek peningkatan ruas, SP II – NG Pari, sebesar Rp 15 M, dari DAK Reguler 2021 ( Online HR edisi 11/1/2022).
Mateus dan Swardi, warga Desa Libau diantaranya, mengecam keras pernyataan Hendrikus yang menyebut, pekerjaan masih sedang dilaksanakan, masih perawatan dan terakhir kontraktor telah di berikan perpanjangan waktu hingga Maret 2022.
“Kami warga Ng Libau dari awal memprotes pemerintah dan kontraktor karena tidak ada papan nama sehingga masyarakat tidak tahu apa pekerjaan di ruas SP II – Ng Pari.”
Okelah, papan nama tidak di pajang, tapi masyarakat tetap perhatikan model kerja kontraktor yang hasilnya seperti sekarang.
Belum sebulan aspal sudah retak, bergelombang, tanah timbunan asalnya tidak jelas, di kerjakan meloncat-loncat.
Lalu kemudian Hendrikus bilang di media ini, masih di kerjakan dan perawatan, pertanyaan masyarakat, apakah seperti ini mengelola uang negara apalagi millyaran ? tanya Mateus.
Kemudian Hendrikus sebut, waktu kontrak sudah di perpanjang, karena alasan banjir sehingga tidak didenda, ini alasan kami tidak terima.
Bencana banjir tidak sampai ke area proyek, lalu kenapa tidak di denda, kemudian, kenapa di kerjakan meloncat-loncat.
“Kami punya dasar mempertanyakan itu, sebab di ruas lain masih di Sepauk, tahun yang sama, pekerjaannya bagus padahal cuma Rp 7 M, kenapa pagu 15 M malah amburadul, bahkan kontraktor terkesan dibela Hendrikus.”
“Bagi kami warga Libau, ini proyek tidak akan genah, sebab di lapangan pun sarana kerja kontraktor cuma ada satu greder dan 1 stumbal, artinya sarana ini tak layak mengelola anggaran 15 M.”
“Kami warga Libau, sebenarnya tak peduli proyek itu di kerjakan 2 – 3 tahun asalkan kualitasnya bagus, kualitas bagus itu yang di inginkan masyarakat baik pemerintah tentunya.”
“Kami tadinya berharap ada ketegasan dari pemerintah/PPK beri sanksi kepada kontraktor, lantaran terlambat kerja dan kualiatas kerjanya seperti sekarang, eh malah terbalik.”
Okelah, Kalau begini cara pemerintah Sintang, kedepan kami tidak mau tahu apakah ini ulahnya kontraktor saja, kami akan laporkan ke penegak hukum, tegas Mateus.
Senada dengan Swardi, menurut Swardi pengerjaan proyek itu Ia saksikan tidak menguasai teknis sehingga hasilnya tidak maksimal.
Kemudian, matrial timbunan yang di gunakan sepertinya tidak sesuai, sebab jenis tanah sembarangan, mungkin itu membuat dasar badan jalan tidak kuat, mudah retak, padahal badan jalan sebelumnya memang rusak berat.
“Jadi teknis tidak di kuasai, sarana kerja minim, ditambah pengadaan matrial asal asalan, maka jadilah hasilnya seperti sekarang ini, parah nih,” imbuhnya.
Tidak cuma itu, Swardi juga ikut bingung liat cara kerja kontraktor yang cuma ada penimbunan di sana-sini, aspalnya juga, apakah memang kontraknya begitu, ini yang masyarakat tak dapat informasi.
Swardi kemudian berharap, ada perhatian khusus dari masyarakat yang menggunakan ruas SP II – Ng Pari untuk mengkritisi sebab, dari kualitas kerja hari ini, indikasinya bakal demikian di titik lain, mungkin saja lebih parah, himbaunya.
Kepada para pihak penegak hukum himbauan yang sama juga Swardi serukan agar mengawasi paket SP II – Ng Pari agar sisa pekerjaan dikerjakan lebih baik.
Namun Swardi dengan warga lainnya tetap komitmen bersedia bersaksi bila kelak ada temuan pelanggaran hukum di paket tersebut, paling tidak di saat mengetahui kontraktor main ambil saja matrial tanah masyarakat tanpa permisi.
Padahal, jenis tanah tersebut belum tentu diperbolehkan untuk di gunakan di proyek itu karena tidak masuk speknya.
Hendrikus, atas protes masyarakat Ng Libau menanggapinya dengan tetap berlandaskan aturan main kontrak dan PPK katanya, tidak boleh semena-mena.
Namun demikian, pihaknya selaku PPK, Ia pastikan tegas dan tidak menerima hasil pekerjaan kontraktor yang tidak sesuai RAB (Rencana Anggaran Biya). “Saya masih di luar kota, nanti saya jelaskan pekerjaan di sana,” jawabnya. tim