Terkait Lelang Proyek Alkes RSUD Haji, PERAK Curigai Ada Settingan Dari Awal

oleh -1.5K views
oleh

MAKASSAR, HR — Kasus Pengadaan barang dan jasa (PBJ) Alat Kesehatan (Alkes) RSUD Haji Makassar tahun anggaran 2018 sebesar Rp 23.659.000.000 semakin menemukan titik terang.

Laporan yang dilayangkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pembela Rakyat (PERAK) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel ini diduga berindikasi pelanggaran tindak pidana korupsi (tipikor) yang merugikan keuangan negara.

Hal ini terungkap setelah LSM PERAK mengadakan Konfrensi Pers (konpers) di Cafe The Cinnamon Jalan Sultan Alaudin, Jumat (11/1/18). Dalam Konpers tersebut, LSM PERAK mengundang Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), H. Ahdy Syafar, SKM, S.Kep, M.Kes.

Di depan awak media, H. Ahdy Syafar menyampaikan keberatan jika hanya dirinya yang dikambing hitamkan dalam proyek alkes tersebut.

“Saya ini hanya menjalankan perintah atasan (Direktur RSUD Haji Makassar-red), jadi harusnya jika ada konsekuensi hukumnya di belakang dia juga ikut bertanggung jawab sebagai pimpinan,” ujarnya.

H. Ahdy juga mengatakan, dirinya tidak punya kompetensi, keahlian dan tidak pernah mengikuti pelatihan selaku KPA.

“Dua kali saya menolak disuruh jadi KPA oleh Direktur, nantipi dr. Sukraeni di depan Pak Direktur menyarankan katanya kalau jabatan Wakil Direktur itu bisa jadi KPA, barupi saya terima,” ungkap Wadir RSUD Haji Makassar ini.

H. Ahdy juga mengungkapkan, dirinya pernah ditemui suruhan Imelda Anton Obey terkait proyek Alkes tersebut.

“Saya pernah didatangi orang yang mengaku adiknya Imelda terkait proyek alkes tersebut,” akunya di depan awak media.

Iapun mengakui jika Imelda dan suruhannya adalah bagian dari pemenang tender PT. Naura Permata Nusantara.

Menyimak pengakuan tersebut, Ketua LSM PERAK Sulsel, Adiarsa MJ tetap bersikeras bahwa proses metode lelang yang dilakukan dalam pengadaan Alkes di RSUD Haji Makassar tersebut menyalahi aturan.

“Intinya sudah ada Permenkes No.63 Tahun 2014 dan PP LKPP No.6 tahun 2016 tentang pengadaan Alkes secara e-catalog dan e-purchasing. Dimana aturan tersebut adalah aturan yang berlaku khusus dalam pengadaan alkes dengan metode e-catalog dan bukan dilakukan secara metode lelang. Ngapain lagi minta LO di Kejati ?” tegas aktivis anti korupsi ini.

Adiarsa juga kesal legal opinion (LO) dijadikan dasar untuk melakukan proses pengadaan dengan metode lelang ULP.

“LO itu cuma pendapat hukum, bukan peraturan perundang-undangan. Janganki’ begok bapak !!!, shareki’ di google kalau masih belum paham tanyakki orang hukum,” geram Adiarsa.

Dengan adanya pengakuan KPA tersebut, Adiarsa semakin yakin adanya dugaan konspirasi, persekongkolan dan permufakatan jahat yang dilakukan Direktur RSUD Haji Makassar, drg. Abd. Haris Nawawi, M.Kes, KPA dan rekanan sebelum dilakukan proses lelang.

“Apalagi itu ada nama Imelda disebut-sebut, kami yakin kuat adanya dugaan orang tersebut bagian dari persekongkolan untuk mengatur ini pengadaan agar dilakukan metode lelang, terlebih lagi kami melihat 3 ranking teratas pemenang tender hanya selisih puluhan ribu. Pemenang tender PT Naura Permata Nusantara dengan nilai penawaran Rp 18.639.581.000, Ranking kedua PT Juriah Ratu Azora dengan nilai penawaran Rp. 18.646.146.999,61 dan yang ketiga PT Maju Lestari Abadi dengan nilai penawaran Rp 18.651.761.000,” ucapnya.

Adiarsa juga mencurigai inisiatif Direktur RSUD Haji meminta LO ke Kejati Sulsel bagian dari skenario yang sudah diatur sebelum dilakukan metode lelang ULP.

“Saya memang sering dengar ini nama sering disebut-sebut dalam pengadaan alkes di beberapa RSUD yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan tapi saya tidak tau orangnya,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, Adiarsa juga membantah pengakuan KPA jika alasan dilakukan lelang, pertama karena urgensi waktu pelaksanaan pengadaan mepet, kedua barang tidak ada di e-catalog, dan ketiga barang di atas harga Rp 200 juta sesuai ketentuan lelang.

“Blunder ini KPA, yang pertama itu bisanya mepet terus kenapa pale’ adaji 2 paket pekerjaan yang di e-catalog kan, katanya barang tidak ada di e-catalog nah ini produk pemerintah sudah dibuat digodok sedemikian rupa dan sesempurna mungkin barang yang dibutuhkan rumah sakit semua ada disitu, terus ketiga barang di atas harga Rp 200 juta hello….buat apa ada e-catalog yang harga di atas Rp 200 juta kalau bisaji dilelang semua,” jelas Adiarsa sambil terkekeh.

Adiarsa meminta Kejati Sulsel segera usut tuntas dan mengambil sikap terkait LO yang dikeluarkan.

“Kami masih yakin dan percaya dengan integritas, kredibilitas dan keprofesionalan Kejati Sulsel tentunya. Maka dari itu buktikan kalau produk LO anda bukan bagian dari dugaan konspirasi dan permufakatan jahat yang kami maksud,” terangnya.

Adiarsa menganggap, kurang tepat Direktur RSUD Haji Makassar dan KPA nya meminta pendapat ke Kejati Sulsel.

“Menurut kami, lebih tepat itu kalau minta pendapat ke Kemenkes RI selaku pemilik kegiatan dan Kemenkeu RI selaku pos anggaran atau ke DPR selaku perwakilan masyarakat yang punya hak atas anggaran negara,” tutup Adiarsa.

Diketahui dalam proyek PBJ Alkes ini, ada 6 paket pekerjaan. Namun, hanya 2 paket pekerjaan yang dilakukan secara metode e-catalog yakni paket prasarana berupa ambulans dan alat kesehatan CSSD dengan anggaran Rp 5 Milyar. sedangkan 4 paket pekerjaan sisanya yakni berupa alat kesehatan yang terdiri dari beberapa item dengan mencapai total anggaran Rp 18.639.581.000 yang dilakukan dengan metode lelang ULP. kartia

Tinggalkan Balasan