Syarat Formil Tidak Lengkap, Surat Wasiat Batal Demi Hukum

oleh -943 views
oleh
JAKARTA, HR – “Jika syarat formilnya tidak lengkap maka esensinya secara otomatis akan membatalkan materil. Karena syarat formil itu adalah mandat pengesahan materil,” ucap Julkifli Harahap, SH., M.Kn selaku saksi ahli dalam kasus gugatan pembatalan “Akta Wasiat” di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (6/1/2016).
Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pudji Trirahardjo, SH dengan angota majelis Marthin Ponto Bidara, SH dan Ganjar Pasaribu, SH itu, Julkifli Harahap menjelaskan bahwa surat “AKTA WASIAT” merupakan keinginan terakhir seseorang untuk memberikan/mewariskan/mewasiatkan sesuatu barang bergerak maupun tidak bergerak kepada seseorang semasa hidupnya dihadapan “NOTARIS” tanpa sepengetahuan para ahli waris.
Menurutnya, bahwa persyaratan formil dalam pengesahan AKTA WASIAT harus dilengkapi dengan indentitas yang sah dari pemberi wasiat dan dan juga indentitas penerima wasiat sesuai dengan kondisi saat akta wasiat dibuat. Dan yang menjadi saksi dalam AKTA Wasiat adalah seseorang yang tidak ada hubungan darah dengan si pewaris maupun ahli waris, maupun hubungan darah dengan NOTARIS sampai turunan ke III. Saksi tidak boleh dari keluarga sedarah pewari sampai turunan ke 6 dan hubungan darah dengan penerima wasiat. Dan jika terjadi adanya saksi dari keluarga atau yang termasuk ahli waris, maka AKTA WASIAT itu batal demi hukum, ungkap Harahap menjawab pertanyaan majelis hakim, penggugat dan maupun pertanyaan kuasa terguat.
Ahli waris Asrul Harun, SH mengajukan gugatan pembatalan akta wasiat No:103 tanggal 20 Januari 1990, yang dibuat dihadapan Notaris Chufran Hamal, SH, karena akta Wasiat itu dianggap tidak, cacat hukum, sebab dirinya termasuk salah satu saksi yang menandatangani AKTA WASIAT itu, dan tanda tangannya itu pun dibubuhkan tanpa disadari/sepengetahuannya didalam AKTA WASIAT itu.
“Tanda tangan itu memang tanda tangan saya. Tetapi saya ingat betul tidak pernah membubuhkan tanda tangan pada AKTA WASIAT. Tetapi setelah saya teliti dan ingat-ingat bahwa yang saya ingat adalah bahwa saya pernah menandatangani berkas Akta Jual Beli pada tanggal 20 Januari 1990 dan ternyata bahwa tanggal pembuatan AKTA WASIAT itu pun tepat pada tanggal 20 Januari 1990 itu. Disitulah saya mulai menyadari bahwa telah terjadi tipu muslihat yang dilakukan Notaris Chufran dimana pada saat penandatangan saksi pada Akta Jual Beli dirumahnya itu disitulah tandatangan saya dibubuhkan pada Akta Wasiat itu. Rupanya pada saat penandatangan Akta Jual beli itu, disitulah diselipkan NOTARIS itu berkas Akta Wasiat Itu. Sekaranglah saya menyadari itu, bahwa saya telah diperdaya,” ucap Asrul Harun usai persidangan kepada HR.
“Saya tidak akan pernah mengetahui bahwa saya pernah menjadi saksi pada AKTA WASIAT No.103 itu seandainya hal ini tidak diberitahukan oleh saudara Dr. H. Muchtar munawar yang mengatakan bahwa ada tandatangan saya pada AKTA WASIAT,” terang Asrul Harun (penggugat).
“Saya pernah belajar tentang kriminologi: setiap perbuatan jahat akan terungkap cepat atau lambat tergantung situasi kondisi dan toleransi (sikontol),”ungkap Asrul Harus yang juga pensiunan NOTARIS itu.
Dari awal Asrul tidak terpikir bahwa Notaris itu telah tega membuat keretakan bahkan hancurnya hubungan kerluarganya atas perbuatan sang NOTARIS. “Saya pikir dia itu telah melakukan dua kesalahan pada saat membuat Akte Jual Beli dan saat membuat Akte Wasiat. Pada saat pembuatan Akta Jual Beli sang Notaris memanipulasi hasil nilai penjualan tanah. Hasil jual beli tanah adalah Rp.75 juta tetapi dalam AKTA Jual Beli disebutkan Rp40 juta. Ini korupsi. Selaku pejabat Negara dia telah mengkorupsi penerimaan pajak dari hasil pejualan tanah itu. Dan yang kedua, telah melakukan tipu muslihat untuk mendapatkan persetujuan dari saksi untuk membubuhkan tandatangan pada AKTA WASIAT. Itulah dua bentuk kejahatannya, tutur Asrul.
Untuk itulah saya mengajukan gugatan ini dan menggugat tergugat: Chufran Hamal SH, dan Elvina Maisyahrah, SH (Notaris) sebagai tergugat I, Askim Harun dan Andrie Versha Julius sebagai tergugat II; Dwi Anggraini Julius sebagai tergugat III; Lollyta Yulius sebagai tergugat IV; Raymond sebagai tergugat V; Rohana Prita, SH sebagai tergugat VI dan Kepala Kantor Pertanahan Pemkot Jakarta Timur sebagai tergugat VII, tutupnya. ferry/tom

Tinggalkan Balasan