BENGKULU, HR – Dalam sidang dugaan korupsi pembangunan pasar inpres Bintuhan tahun anggaran tahun 2022/ JPU Pidsus Kejari Kaur memanggil 8 orang saksi namun yang hadir didalam persidangan hanya 6 orang dan satu diantaranya yakni Bupati Kaur Lismidianto. Senin (30/12).
Lismidianto dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu yang diketuai Hakim Agus Hamzah.
Bupati kaur Lismidianto banyak menjawab tidak tahu dan tidak mengakui menerima aliran dana 220 juta rupiah dan 20 puluh juta rupiah yang diserahkan dan ditransfer oleh terdakwa Sudarmaji Aguscik selaku pelaksana proyek pasar inpres Bintuhan yang diduga untuk fee proyek tersebut.
Keterangan Bupati Kaur tersebut membuat Hakim ketua jengkel karena selaku Bupati/saksi terkesan lepas dari tanggung jawab terhadap pembangunan pasar inpres Bintuhan tahun 2022 yang telah merugikan keuangan negara sebesar 2,6 miliar rupiah.
Padahal dari fakta persidangan diketahui Bupati Kaur Lismidianto menandatangani usulan proposal proyek pasar inpres ke Kementerian Perdagangan serta adanya bukti transfer ke rekening pribadi Bupati Kaur.
Sementara Ketua tim JPU Pidsus kejari kaur Bobby M Ali Akbar menegaskan keterangan Bupati Kaur tersebut nantinya akan didalami setelah pemeriksaan saksi ahli dan pemeriksaan para terdakwa.
Sementara Deden abdul hakim.SH. selaku kuasa hukum 6 mantan Kadis Perindag Kaur mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya pada hakim dan penyidik pidsus kejari kaur atas keterangan yang disampaikan Bupati Kaur.
Namun menurutnya fakta dan data yang disampaikan para terdakwa dipersidangan sudah jelas peran Bupati serta aliran dana yang diduga fee proyek ke rekening pribadinya.
Untuk diketahui, ke 7 terdakwa kasus korupsi pembangunan pasar Inpres Bintuhan Kabupaten Kaur yakni AGS mantan kadisperindakop Kaur, PO selaku Pptk , ME selaku direktur CV SBY kemudian SDR selaku peminjam perusahaan CV. SYB, TS selaku anggota Pokja UKPBJ Kaur, IO selaku peminjam perusahaan CV.TJK dan RE wakil direktur CV. TJK selaku konsultan perencana.
Ke 7 terdakwa terbukti sah melanggar pasal 2,3 undang undang R.I nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Di dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa AGS selaku Kadis
Perindag/PA/KPA mengatur proses tender, perencanaan, pengawasan dan konstruksi fisik ada menerima fee sekitar 181 juta rupiah. Kemudian Terdakwa PND selaku PPK, tidak mengendalikan kontrak sehingga perencanaan, pengawasan dan pekerjaan konstruksi dilaksanakan tidak sesuai KAK dan dokumen kontrak.
Untuk terdakwa SDR selaku Peminjam Perusahaan, mengerjakan pekerjaan pembangunan sesuai kehendak sendiri tanpa mempedomani KAK dan Dokumen Kontrak dan sebagai pemberi fee kepada sejumlah pihak antara lain ke terdakwa AGS sebesar Rp. 181 juta rupiah. Ke saksi LSD sebesar Rp 240 juta dan Pokja Rp. 45 Juta rupiah. rls/ependi silalahi