CIKARANG, HR – Pengadilan Negeri Cikarang kembali menggelar sidang kasus pengoplosan gas LPG bersubsidi 3 kg ke dalam tabung non-subsidi berukuran 5,5 kg, 12 kg, dan 50 kg, dengan tiga terdakwa: Rudiyanto Malango, Hendrik Nur Alfian, dan Kurniawan. Kasus ini terungkap berkat penyelidikan Unit VI Krimsus Polres Metro Bekasi.
Menurut data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Cikarang dengan nomor perkara 105/Pid.Sus/2025/PN.Ckr, agenda sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Allifian Fahmy Annashri dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi dijadwalkan berlangsung pada, Kamis, 22 Mei 2025.
Dalam dakwaan, terungkap bahwa praktik ilegal tersebut dijalankan dengan kesadaran penuh bahwa LPG 3 kg diperuntukkan bagi rumah tangga miskin dan pelaku usaha mikro, sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah. Namun, demi keuntungan pribadi, para terdakwa tetap melangsungkan aktivitas tersebut, yang berdampak pada potensi kelangkaan gas subsidi di masyarakat.
Ketiga terdakwa bekerja di bawah perintah Hendra (buron/DPO), dengan peran berbeda. Rudiyanto berperan sebagai sopir, Hendrik sebagai kernet, dan Kurniawan sebagai pelaku penyuntikan gas, dengan bayaran harian sebesar Rp200.000.
Kasus ini mencuat setelah polisi menangkap Rudiyanto dan Hendrik saat mengantar 65 tabung LPG 12 kg hasil oplosan menggunakan mobil pikap Daihatsu Grand Max putih bernomor polisi T 8761 AC. Berdasarkan interogasi, polisi menggerebek lokasi pengoplosan di Kampung Boled, Jalan Blendung, Desa Klari, Kecamatan Karawang Timur.
Dalam penggerebekan, aparat mengamankan 300 tabung LPG 3 kg berisi penuh, 65 tabung 12 kg, 10 tabung 5,5 kg, serta alat suntik, segel tabung 50 kg, satu unit mobil pikap beserta kunci dan STNK, serta nota pembukuan jual beli gas oplosan.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah oleh Pasal 40 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.
Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 8 ayat (1) huruf b jo Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana 5 tahun dan denda hingga Rp5 miliar.
Masyarakat mendesak agar para pelaku dijatuhi hukuman maksimal dengan pasal berlapis demi efek jera dan penegakan hukum yang adil.
Sekjen LSM-LP2I, Eben Ezer SH, menyuarakan hal serupa, menegaskan perlunya penerapan hukuman tegas terhadap mafia migas agar subsidi negara tidak terus bocor dan merugikan publik.
“Aparat Penegak Hukum (APH) agar menghukum para tersangka dengan hukuman seberat-beratnya bagi para pelaku oplosan Gas bersubsidi,” tutup Eben Ezer SH. •lisbon sihombing