JAKARTA, HR – Pekerjaan proyek rehabilitasi dan pemeliharaan peningkatan SPP lanjutan Terminal Bus Tanjung Priok, dan proyek pemagaran keliling sisi Barat Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara, tahun anggaran 2024, dikerjakan asal jadi dan tidak sesuai Spek, diduga kuat terjadinya manipulasi volume pekerjaan, oleh kedua kontraktor.
Dua item pekerjaan proyek yang dikerjakan oleh dua kontraktor, yang berbeda. Dinsinyalir melakukan pekerjaan asal jadi dan terkesan mengabaikan mutu proyek, ditambah lagi material menyatu dengan sampah dan terkesan semrawut.
Dari dua item proyek, salah satu proyek dikerjakan oleh kontraktor pelaksana PT Kenny Jaya Berjaya dan PT Indosakti Pancadipo Paragraha, selaku konsultan pengawas, mengerjakan proyek rehabilitasi lanjutan perbaikan dan pemeliharaan Terminal Tipe A Terminal Bus Tanjung Priok.
Proyek dengan anggaran sangat fantastis sebesar Rp.1.866.539.963,00,- pengerjaannya dimulai sejak 31 Juli 2024, semestinya sudah rampung pertanggal 31 Oktober 2024, sebagaimana kontrak kerja berdurasi 90 (sembilan puluh) hari kalender, realita dilapangan pekerjaan proyek belum juga belum rampung, padahal sudah molor selama satu bulan kalender, dan mutu proyek terkesan asal jadi alias amburadul.
Dari pantauan wartawan Harapan Rakyat, didampingi Ketua Bidang Investigasi LSM-LP2I Jakarta, Marangin SH, ketika menyambangi lokasi proyek, minggu (01/12/24), terpantau pekerjaan belum selesai dan material proyek barantakan terkesan sembrawut, dan bahan material besi penopang serta pengecatan ala kadarnya, diduga kuat tidak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Mandor proyek dari PT Kenny Jaya Berjaya saat ditemui dilokasi Paijo mengatakan, “Terkait molornya pengerjaan proyek hingga melewati batas waktu satu bulan kalender pekerjaan proyek belum rampung, membenarkan keterlambatan pekerjaan dan beberapa hari kedepan sudah selesai dan bedeng langsung kami bongkar,” kata Paijo dilokasi.
Disinggung mengenai kehadiran Konsultan Pengawasan dari pihak PT Indosakti Pancadipo Paragraha, apakah kehadiran Konsultan rutin datang untuk memantau pekerjaan proyek, “Jarang datang kelokasi bang,” ujarnya menyudahi pertanyaan wartawan HR.
Untuk melanjutkan investigasi, wartawan HR bersama Ketua Investigasi LSM-LP2I, Marangin SH, mendatangi area proyek pemagaran di sisi barat terminal Tanjung Priok. Mirisnya, pengerjaan proyek begitu memperihatikan, jauh dari kata selesai dan terkesan sembrawut dan amburadul, papan proyekpun tidak ada terpasang.
Untuk mendapatkan informasi, terkait keberadaan papan proyek tak kunjung menemui ttitik terang. Mencoba menanyakkan ke salah seorang petugas jaga kantor perhubungan Jakut, “Tidak tahu bang, coba saja hubungi pengawas proyek,” jelas petugas perhubungan Jakut.
Keberadaan proyek yang hanya berjarak puluhan meter dari Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, menjadi sorotan publik.Sembrawutnya pekerjaan dan sampah menyatu dengan meterial proyek, memantik beragam tanggapan negatif dan dugaan “main mata” pemiliki proyek dan kontraktor.
Salah seorang ibu rumah tangga pengguna angkutan JakLingko 77, Helena ketika ditemui di area proyek beberapa meter dari pangkalan JakLingko, ketika diminta tanggapannya terkait material proyek yang sembrawut, warga yang tinggal di Warakas mengatakan, “Keberadaan material proyek yang berantakan dan sebahagian menyatu dengan sampah, sangat mengganggu pemandangan dan terkesan kumuh, kalau bisa sih semestinya dirapikan,” pintanya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Investigasi LSM-LP2I, Marangin SH mengatakan, “Buruknya kualitas pekerjaan yang dilakukan kedua kontraktor pelaksana proyek pemerintah diduga kuat kongkalikong antara kontraktor pelaksana dan Konsultan Pelaksana,” kata Marangin.
Marangin juga menambahkan, akan berkoodinasi dikantornya, sembari mengumpulkan data pendukung seperti Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebagai pembanding harga di E-Katalog, untuk memastikan secara pasti apa saja pelanggaran maupun manipulasi yang dilakukan oleh kedua kontraktor.
“Keberadaan Tim Pendampingan hukum (Legal Assistance) oleh Kejaksaan, dalam berbagai proyek sebagai bagian dari peran Kejaksaan dalam memastikan proyek berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, untuk meminimalisir penyimpangan yang dilakukan kontraktor, seolah hanya jargon semata,” tukasnya.
“Pasalnya, dua item proyek Dinas Perhubungan DKi Jakarta, rehabilitasi Terminal Tanjung Priok Jakarta Utara, bernilai miliaran rupiah, yang hanya berjarak puluhan meter dari Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara, pekerjaan proyek amburadulnya dan belum selesai, padahal kontrak kerja sudah lewat batas selama satu bulan kalender, namun realitanya dibiarkan dan terkesan “tutup mata,” pungkas Marangin. •lisbon sihombing