Rakor Deradikalisasi BNPT, Dihadiri Kalapas Kelas I Makassar

oleh -999 views

MAKASSAR, HR – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai Instansi yang diamanatkan Undang-Undang sebagai koordinator antar Lembaga dan Instansi pemerintah dalam melaksanakan program deradikalisasi.

Kalapas Kelas I Makassar, Budi Sarwono, hadiri Rapat Koordinasi Pelaksanaan Deradikalisasi dalam Lembaga Pemasyarakatan yang dilaksanakan di Swiss Bell Inn Hotel Makassar, yang dihadiri jajaran Kepala Lembaga Pemasyarakatan dari 12 Provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorongtalo, Sulawesi Utara, NTT, NTB, Maluku, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, Rabu (6/3/19).

Dibuka oleh Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, MA. Dalam sambutannya menjelaskan mengenai Deradikalisasi yang sesuai dengan UUD No.5 Tahun 2018 Pasal 43D, ia menjelaskan, bahwa Deradikalisasi merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan, yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikan pemahaman radikal terorisme yang terjadi.

Dalam rapat tersebut turut hadir anggota Komisi III DPR R, Akbar Faizal, Direktur Pimpinan dan Latihan Kerja Produksi, Zainal Arifin mewakili Direktur Jenderal Pemasyarakatan, serta Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Irfan Idris, sebagai pembicara dalam rapat ini. Dimoderatori oleh Dr H. Muh. Muammar Bakri dari FKPT Sulsel.

Pada kesempatan ini Akbar Faisal sedikit menyinggung terkait Undang-undang terorisme yang lalu sebelum adanya UU No.5/2018, radikalisasi kurang terkoordinir dengan baik. Terdapat pelaku teror ternyata residivis yang setelah keluar dari penjara malah semakin jauh lebih Radikal.

Ia juga menegaskan, bahwa dengan adanya BNPT selaku koordinator pelaksana Deradikalisasi serta lahirnya Undang-undang baru yang mengatur tentang Deradikalisasi ia berharap BNPT semakin kuat dalam menjaga NKRI.

“Undang undang terorisme yang baru adalah terbaik di dunia. Strukturnya sangat lengkap. Tidak hanya hard-approachnya, tetapi juga soft-approachnya. Dan hanya di Indonesia juga yang bertanggungjawab dengan korban dari terorisme, hal ini diakui di Amerika”, ucapnya.

Selain itu, Akbar juga menjelaskan bahwa Indonesia berada pada peringkat 43 dari 134 Negara di dunia yang rawan terhadap ancaman terorisme, ia juga mengungkapkan bahwa nilai tersebut tidak terlalu buruk dibandingkan Amerika yang menempati posisi ke 2.

Hal tersebut dapat membahayakan Indonesia jika saja terdapat aktivitas yang mengundang perpecahan tanpa ada pencegahan, bukan hal yang mustahil Indonesia akan semakin rentan dengan terorisme.

Sementara, Zainal Arifin juga menekankan atas pembinaan yang dilakukan oleh sipir-sipir yang ada di Lembaga Pemasyarakatan dimana strategi pembinaan napiter diawali dengan contoh prilaku petugas yang baik, kemudian ke Masyarakat, lalu ke Instansi terkait yang menangani Napi Terorisme salah satunya BNPT dan Kemenag, kemudian kembali pada prilaku Napi Teroris terkait hasil dari strategi tersebut.

Sejatinya pendekatan Deradikalisasi menggunakan 3 H yakni, pendekatan Heart atau hati, Hand atau tangan, dan Head atau Kepala yang diusulkan oleh Prof Irfan Idris, ia menegaskan bahwa pendekatan tersebut dapat merubah kepribadian Napi Terorisme yang dulunya Radikal menjadi moderat.

“Strategi pendekatan Deradikalisasi salah satunya yaitu konsep 3H yakni Hearth, Hand dan Head. Dimana kita sentuh hati dan jiwanya sebagai manusia memiliki rasa empati dan sayang, kemudian dengan tangan, kita bisa bersalaman bisa bekerja bisa memperbaiki kehidupan dengan penghasilan, selanjutnya dengan kepala, mengajak mereka memikirkan ideologi dan pandangan hidup”, ujar Prof Irfan.

Menyikapi kegiatan ini, Budi Sarwono mengingatkan bahwa peran seorang sipir merupakan ujung tombak dalam memperbaiki kepribadian Napi Teroris, selain mengawasi dan memantau kegiatan Napi Teroris, seorang sipir juga sudah sepatutnya memberikan contoh yang baik kepada Napi Teroris tersebut. kartia

Tinggalkan Balasan