MAJALENGKA, HR – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Majalengka mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa bersama ratusan insan pers di Majalengka, jika Polri tidak segera mengusut tuntas kasus kekerasan yang menimpa wartawan Tempo di Surabaya.
“Kita sudah berkordinasi dengan rekan rekan wartawan di Majalengka. Berencana akan turun ke jalan menggelar aksi demontrasi sebagai bentuk solidaritas, jika Polri tidak segera bergerak cepat mengungkap pelaku kekerasan terhadap wartawan di Surabaya,” tegas Ketua PWI Kabupaten Majalengka Jejep Falahul Alam Selasa (29/3/2021).
Menurut dia, kekerasan fisik yang menimpa wartawan Tempo itu serangan terhadap kebebasan pers dan melanggar KUHP serta Undang Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Kami sebagai wartawan di Majalengka Provinsi Jawa Barat mengutuk aksi kekerasan dan menuntut semua pelakunya diadili serta dijatuhi hukuman sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Pihaknya meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo segera mengusut tuntas dan melakukan langkah hukum terhadap pelaku kekerasan yang menghambat, hingga menganiaya wartawan yang tengah melakukan peliputan.
“Kami PWI Majalengka menyayangkan tindakan kekerasan ini. Padahal sebagaimana diketahui wartawan dalam menjalankan tugas dan peranan profesinya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pers bekerja berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers,” paparnya.
Oleh sebab itu, lanjut dia, pihak mana pun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi dan kerja pers, dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana 2 tahun penjara.
Dalam Peraturan Dewan Pers telah diatur terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya, apalagi sampai dibunuh.
“Kekerasan yang dilakukan oknum petugas itu, bukan hanya mengancam kelangsungan kemerdekaan pers. Melainkan juga tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi,” paparnya.
Dengan rencana adanya aksi itu, pihaknya berharap kejadian serupa tidak terjadi di Majalengka atau daerah lainnya.
“Semoga insiden kekerasan terhadap wartawan ini tidak lagi terjadi di kemudian hari,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, dari informasi yang dihimpun dari berbagai sumber. Dugaan penganiayaan iterjadi saat Jurnalis Tempo, Nurhadi (31), melakukan reportase keberadaan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji terkait kasus suap pajak yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peristiwa itu bermula ketika Nurhadi tiba di Gedung Samudra Bumimoro, Krembangan, Surabaya.
Di lokasi tersebut ternyata sedang berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dan anak mantan Karo Perencanaan Polda Jatim Kombes Pol Achmad Yani. Saat hendak keluar dari ruangan itu, ia dihentikan beberapa orang panitia dan ditanya identitas dan undangan mengikuti acara.
Nurhadi lantas dibawa ke belakang gedung, dengan cara didorong ajudan Angin Prayitno Aji. Selama proses tersebut korban mengalami perampasan ponsel kekerasan verbal, fisik dan ancaman pembunuhan.
Ia diinterogasi beberapa orang yang mengaku sebagai polisi dan beberapa orang lain yang diduga sebagai oknum anggota TNI, serta ajudan Angin Prayitno Aji. Bukan hanya pertanyaan yang didapatkan Nurhadi, karena wartawan tersebut mengalami intimidasi seperti pemukulan hingga ancaman pembunuhan.
Hadi juga dibawa ke Hotel Arcadia di bilangan Krembangan Selatan, Surabaya. Di hotel tersebut korban disekap selama dua jam lamanya, dia diinterogasi dua orang yang mengaku sebagai anggota kepolisian dan anak asuh Kombes Pol Achmad Yani yang bernama Purwanto dan Firman. lintong situmorang