Pusaran KKN PT Wika (Persero) Tbk

oleh -25 Dilihat
oleh
Imam Santoso, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kemen PUPR merangkap Komisaris Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk

JAKARTA, HR – Sebanyak 17 paket proyek pada “waktu bersamaan” periode Juli – Desember 2017 yang dimenangkan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk antara bulan Juli – Desember 2017 bernilai Rp 4.606.860.549.000. Ke-17 paket itu dimenangkan dari lingkungan Ditjen SDA sebanyak 13 paket dan Ditjen Bina Marga sebanyak 4 paket. Logika, kah?

Perusahaan plat merah itu diduga menang proyek dengan cara-cara tidak jujur. Dugaan-dugaan itu diantaranya tidak sesuai dokumen lelang, seperti masa berlaku SBU yang telah habis. Kemudian, perusahaan plat merah itu juga diduga tidak beretika dengan mengerjakan paket senilai Rp 60 miliar atau dibawah Rp 100 miliar, padahal badan usahanya berkualifikasi B2. Lanjut, diduga ada juga dimenangkan dengan penawaran tinggi, sehingga mengabaikan asas penghematan uang negara. Dan fatalnya, kemenangan PT Wijaya Karya ada potensi intervensi Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) yang rangkap jabatan di perusahaan plat merah itu sebagai Komisaris Utama.

BBWS Citarum
Misalnya, paket Pembangunan Terowongan Nanjung, Kab Bandung dilingkungan BBWS Citarum dengan penawaran harga Rp 352.917.998.000 atau 98,23 % dari nilai HPS Rp 359.247.332.000. Di paket ini diduga saat evaluasi tidak transparan, karena PT Wijaya Karya mengalahkan penawaran BUMN lainnya. Anehnya, keterangan alasan dikalahkan BUMN pesaing PT Wijaya Karya terkesan alasan yang tidak masuk akal.

Ada alasan gugur dengan personil tidak memenuhi, personil logistik yang disyaratkan S1 Teknik Sipil justru melampirkan D3 Teknik Sipil, Pengalaman Personil pelaksana terowongan. Kemudian, ada Peralatan tidak memenuhi disyaratkan ventilation fan tunnel, tapi menyampaikan hexos fan; pengalaman kepala pelaksana disyaratkan memiliki pengalaman terowongan minimal 5 tahun, kepala pelaksana yang dilampirkan tidak mempunyai pengalaman terowongan dan lainnya, yang semuanya dialamatkan kepada peserta dari perusahaan BUMN yang gugur.

Anehnya, diantara peserta BUMN yang gugur ini, ternyata juga sebagai pemenang di paket lain. Dan di paket lain itu, PT Wika juga dikalahkan. Fakta-fakta ini menyiratkan adanya dugaan pengaturan dan persekongkolan antara BUMN peserta lelang dengan Satker/ULP Satker.

Banyaknya paket yang dimenangkan PT Wika di Ditjen SDA, ada dugaan menggunakan personil yang sama pula. Dan hal ini perlu pembuktian secara terbuka.

Selain itu, syarat subklasifiksi/subbidang SBU-SIUJK yang diminta ULP Pokja BBWS Citarum adalah yang masih berlaku dan tidak dibenarkan bila melampirkan surat keterangan. SBU yang dimaksud yakni S1001, yakni: Jasa Pelaksana untuk Konstruksi Saluran Air,Pelabuhan, Dam dan Prasarana Sumber Daya Air Lainnya.

Berdasarkan arsip yang tercantum pada situs Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK-NET) SBU – S1001 milik PT Wijaya Karya (Persero) Tbk telah habis masa berlakunya tertanggal 17 Juli 2017. Masa berlaku itu telah habis sebelum “Pembuktian Kualifikasi”, tanggal 03 Juli-18 Agustus 2017.

Di Paket Pembangunan Terowongan Nanjung, Kab Bandung, Pokja/ULP BBWS Citarum seharusnya menggugurkan PT Wika, mengingat SBU tidak berlaku. Lalu mengapa PT Wika bisa menang di paket itu?

Sebaliknya, bila PT Wika mengganti SBU terbaru yang telah dicetak pada saat proses lelang, maka hal itu tergolong sebuah pelanggaran, karena tidak dibenarkan peserta lelang mengganti atau menambah dokumen lelang saat proses lelang berlangsung. Untuk diketahui, SBU – S1001 milik PT Wika terbaru cetak berlaku mulai 28 Juli 2017 – 27 Juli 2020.

BBWS Brantas
Hal sama juga terjadi di BBWS Brantas pada Paket Pengembangan Pengendali Banjir Sistem Kali Kedunglarangan di Kab Pasuruan dan Kab Sidoarjo (MYC). PT Wika menang dengan penawaran Rp 196.659.597.000. Pokja mensyaratkan SBU S1001 saat upload dokumen per tanggal 15 – 26 Mei 2017. Saat upload, status SBU PT Wika masih berlaku. Persoalannya terjadi saat tahapan kualifikasi per tanggal 19 Juli 2017, status SBU S1001 milik PT Wika tidak berlaku lagi. Dalam tahapan itu, seharusnya PT Wika digugurkan.

Namun, oleh BBWS Brantas melalui Ketua Pokja, Sri Purwaningsih dalam surat jawabannya kepada HR bernomor HM.05.02.AM/1161 tanggal 3 Nopember 2017 menyebut, Pokja melakukan penetapan hasil kualifikasi tanggal 20 Juni 2017 (bukan tanggal 19 Juli 2017 seperti yang diumumkan di SPSE-red), dan juga Pokja dalam mengevaluasi kualifikasi secara keseluruhan peserta dilakukan dalam tempo satu hari, yakni 12 Juni 2017. Logikanya, untuk evaluasi dokumen tidak ada yang mampu melaksanakan dalam tempo satu hari, karena berdasarkan jadwalnya tertulis mulai 26 Mei – 16 Juni 2017.

Hal ini sangat aneh, Pokja BBWS Brantas mempercepat penetapan hasil kualifikasi dan tahapan evaluasi hanya dalam tempo satu hari saja. Ini adalah prestasi dan patut mendapat rekor MURI.

BBWS SO dan Pemali
Kemudian di Satker PJPA, BBWS Serayu Opak, pada Paket Pembangunan DI. Slinga Kiri Kab Purbalingga (MYC) dengan HPS Rp 194.280.235.000, PT Wika juga ditetapkan sebagai pemenang dengan penawaran Rp 184.565.238.000. Ironisnya, pada saat “Pembuktian Kualifikasi” tanggal 24 Juli – 10 Agustus 2017, SBU S1001 milik PT Wika juga telah habis masa berlakunya, tanggal 17 Juli 2017.

Hal sama pada paket Pembangunan Penyediaan Air Baku Semarang Barat (MYC) di Satker PJPA BBWS Pemali Juana dengan HPS Rp 105.351.666.000, PT Wika menang dengan penawaran Rp 99.557.799.000. Sama seperti di Satker lain, pada saat “Pembuktian Kualifikasi” 10 Juli- 21 Agustus 2017, dimana SBU yang sama digunakan dengan kode S1001 juga telah habis masa berlakunya.

Melalui surat HR bernomor: 82/HR/XI/2017 tanggal 14 Nopember 2017 yang kemudian dijawab Kepala BBWS Serayu Opak, Tri Bayu Adji dengan surat balasan No: Um.01 u.Ag/1296 tertanggal 16 Nopember 2017, namun surat balasan Kepala Balai Serayu Opak (SO) diterima Redaksi HR tanggal 23 Februari 2018.

Kepala BBWS Serayu Opak menjelaskan, bahwa masa berlaku SBU PT Wijaya Karya (Persero) Tbk berakhir tanggal 17 Juli 2017, sehingga saat batas akhir upload dokumen prakualifikasi SBU masih berlaku.

“Pada tahap pembuktian, berdasarkan berita acara klarifikasi dan pembuktian kualifikasi No. 5.2/BA/Pemb.PQ/MYC-IR.1/PJPA.SO/VII/2017 tanggal 31 Juli 2017, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sudah memiliki SBU yang baru dengan masa berlaku mulai 28 Juli 2017,” ujarnya.

“Dengan demikian, pada tahap upload dokumen prakualifikasi dan pada tahap penetapan hasil kualifikasi, SBU PT Wijaya Karya (Persero) Tbk masih berlaku,” ujar Tri Bayu Adji kepada HR serta melampirkan SBU terbaru yang berlaku tanggal 28 Juli 2017 hingga 27 Juli 2020, dan juga copy pengiriman via pos xpress kepada HR tanggal 21 Nov 2017, yang mana sampai ke Redaksi HR hari Jumat tanggal 23 Februari 2018.

Apa yang disampaikan Tri Bayu Adji selaku Kepala Balai Serayu Opak justru menjadi bahan tertawaan. Bahwa SBU – S1001 saat tahap pembuktian kualifikasi dilakukan sesuai berita acara tanggal 31 Juli 2017, maka sangat jelas SBU S1001 tersebut tidak berlaku lagi dan otomatis gugur. Anehnya, Tri Bayu Adji menyebut PT Wika telah telah memiliki SBU yang baru mulai berlaku 28 Juli 2017.

Keterangan Tri Bayu Adji tersebut menyiratkan bahwa PT Wika telah meng-upload ulang SBU S1001 pada tahap proses lelang, sehingga hal ini sangat fatal bahwa dilingkungan BBWS Serayu Opak bisa memasukkan dokumen dengan mengganti dokumen yang sudah mati. Padahal telah dijelaskan dalam pengadaan dokumen, yakni syarat SBU/SIUJK adalah harus yang masih berlaku, dan bukan berbentuk surat keterangan.

Overlapping?
Dari 13 paket tersebut yang menggunakan satu subbidang/klasifikasi yakni SBU – S1001, hingga otomatis menggunakan pengalaman sejenis, tenaga ahli, dan peralatan. Pertanyaannya, apakah perusahaan PT Wika menggunakan tenaga ahli dan peralatan yang berbeda?

Dalam aturan yang berlaku, seharusnya PT Wika menggunakan tenaga ahli dan peralatan yang berbeda. Termasuk dilingkungan Bina Marga, PT Wika juga menang 4 paket menggunakan Subbidang S1003 (Bidang Jalan) dan S1004 (Bidang Jembatan), personil inti dan peralatannya juga harus berbeda.

“Persyaratan personil inti/tenaga ahli (SKA) yang diajukan perusahaan pemenang PT Wika pada paket masing-masing dari 13 paket tersebut tidak sesuai di dalam dokumen pengadaan, dan bahkan berpotensi overlapping, karena dikerjakan/dimenangkan pada waktu bersamaan.

Padahal ketahui, bahwa personil dan peralatan yang disampaikan dalam penawaran hanya untuk satu paket proyek yang dilelangkan. Aturan main itu juga tertuang pada Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015, dan Permen PUPR No 31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.

Menang Curang?
Walaupun PT Wika tergolong BUMN Konstruksi terbesar di Indonesia, bukan berarti dokumen yang dikantonginya sudah lengkap dan benar. Pasti ada saja kekurangan seperti SKA, peralatan, syarat administrasi dan lainnya. Tetapi, hal itu dapat ditutupi rapat-rapat karena tergantung siapa lawan lelangnya, dan itu sudah ada di tangan pokja sebelum lelang.

“Ya, semua tergantung pokja dengan rekanan binaan. Tapi yang jelas, namanya tender ratusan miliar rupiah, itu pasti ada embel-embel semacam intervensi dari atasan,” ujar Gintar Hasugian, Ketua LSM Pemantau Aparatur Negara (Lapan) kepada HR, (30/5/2018), di Jakarta.

Gintar menilai, dari 14 paket dimenangkan PT Wika dilingkungan Ditjen SDA dan Ditjen Bina Marga selama setahun dan pada waktu bersamaan, jelas diduga penuh trik-trik untuk menjadikannya sebagai pemenang.

Memang, kata Gintar, proses lelang melalui online itu sangat kental permainan. Tender melalui website semakin rawan. Karena jauh dari pantuan publik atas proses penentuan pemenang.

“Pokja sudah mempublish di website, agar terkesan ada transparansi. Namun, sebelum proses lelang sudah diplot siapa pemenangnya. Artinya, proses lelang itu hanya formalitas saja,” tegas Gintar kepada HR.

Fakta hukumnya, SBU yang masa berlakunya sudah habis dapat diganti di saat proses lelang berlangsung.

“Itulah dosa besarnya! Sehingga penetapan pemenang PT Wika di sejumlah paket dilingkungan Ditjen SDA selama TA 2017 patut dicurigai. PT Wika tetap menang karena diduga tidak lepas dari pengaruh dan intervensi jabatan rangkap yang dipegang oleh Dirjen Sumber Daya Air, Imam Santoso sebagai Komisaris Utama di BUMN tersebut,” tegas Gintar.

Berdasarkan pasal 17 Undang-undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dijelaskan larangan rangkap jabatan, sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, yang mana pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.

“Sehingga, jabatan ganda sebagai komisaris rawan konflik kepentingan. Pejabat publik tersebut bisa kongkalingkong dan bahkan juga main mata dengan direksi,” ujarnya.

Ketua KPK Bicara
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo pernah menegaskan, bahwa pihaknya adalah salah satu orang yang tak setuju dengan rangkap jabatan pejabat pemerintah. Pasalnya, konflik kepentingan saat menjalankan tugasnya sangat besar.

Rangkap jabatan itu, menurut Agus, seharusnya dihapuskan dan mulai dipilih orang-orang yang memiliki kemampuan serta waktu luang, sehingga bisa fokus menjalankan tugasnya sebagai Komisaris BUMN.

Agus Rahardjo menambahkan, kondisi rangkap jabatan pada penyelenggara negara, patut diwaspadai. Sebab bisa memicu terjadinya konflik kepentingan yang berpotensi terjadinya korupsi.

Menteri BUMN
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto mendesak Menteri BUMN Rini Soemarno segera memberhentikan Komisaris yang rangkap jabatan. Hal tersebut berseberangan dengan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

“Pada pasal 33 diatur bahwa Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai: a. anggota Direksi pada BUMN, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; b. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujar Darmasi Durianto, belum lama ini, di gedung DPR RI.

Ditambahkan Darmadi, secepatnya Menteri BUMN harus mengganti para Komisaris tersebut, karena mengganggu pengawasan terhadap kinerja BUMN dan bisa terjadi konflik kepentingan.

Diketahui, berdasarkan Permen BUMN RI No. Per-01/MBU/06/2017 tentang Perubahan Permen BUMN No.04/MBU 2014 tentang Perubahan Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas pada Pasal 4A ayat 2 –a,b tentang Honorarium Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, yakni Komisaris Utama dan Ketua Dewan Pengawas akan mendapat 45 persen dari gaji Direktur Utama, dan sedangkan untuk anggota Komisaris dan anggota Dewan Pengawas akan mendapat 95 persen dari gaji Komisaris Utama/Ketua Dewan Pengawas.

Diketahui, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk kini dipegang Tumiyana, menggantikan Bintang Perbowo. Pergantian Dirut PT Wika yang sebelumnya dipegang oleh Bintang Perbowo dengan alasan pensiun. Namun, tidak ada 20 hari pensiun kemudian, Bintang Perbowo, tepat 25 April 2018 kembali sebagai Direktur Utama PT Hutama Karya. redaksi

13 Paket PT Wijaya Karya (Persero) Tbk di Ditjen SDA:

  1. Paket Pembangunan Penahan Beban (Counterweight) Waduk Jatigede, HPS Rp 67.950.000.000, penawaran Rp 65.946.718.000 (97%)/Satker Pembangunan Waduk Jatigede, BBWS Cimanuk-Cisanggarung. Dari enam peserta yang memasukkan harga, PT Wika adalah penawar tertinggi dan tidak wajar, karena SBU/SIUJK S1001 – kualifikasi B2. Penandatanganan Kontrak: 14-28 Juli 2017.
  2. Paket Pengembangan Pengendali Banjir Sistem Kali Kedunglarangan di Kab Pasuruan dan Kab Sidoarjo (MYC), HPS Rp 207.369.235.000, Penawaran Rp 196.659.597.000/Satker PJSA Brantas/BBWS Brantas. Penandatanganan Kontrak: 5 Oktober 2017.
  3. Paket Pembangunan DI. Slinga Kiri Kab Purbalingga (MYC)/Satker PJPA BBWS Serayu Opak, HPS Rp 194.280.235.000, dan penawaran Rp 184.565.238.000. Penandatanganan Kontrak: 23 Oktober 2017.
  4. Paket Pembangunan Penyediaan Air Baku Semarang Barat (MYC)/Satker PJPA BBWS Pemali Juana, HPS Rp 105.351.666.000, dan Penawaran Rp 99.557.799.000. Penandatanganan Kontrak: 22 Nopember 2017.
  5. Paket Rehabilitasi Peningkatan dan Penataan Kawasan Wisata Wadung Muaa Nusa Dua di Kota Denpasar/BWS Bali Penida, HPS Rp 216.372.290.000, dan Penawaran Rp 205.514.565.000. Penandatanganan Kontrak: 5 Desember 2017.
  6. Pembangunan Bendungan Lau Simeme Kab Deli Serdang Paket-1 (MYC)/HPS Rp 849.580.000.000, dan Penawaran Rp 806.871.000.000/BWS Sumatera II Medan. Penandatanganan Kontrak: 22 Desember 2017.
  7. Paket Pembangunan Pengaman Muara Sungai Ijo di Kabupaten Cilacap dan Kebumen/Satker PJSA BBWS Serayu Opak, HPS Rp 315.000.000.000, dan penawaran Rp 299.223.899.000. Kontrak: 08- 4 Desember 2017.
  8. Paket Rehabilitasi Jaringan Air Baku Klambu Kudu Paket 2/Satker PJPA BBWS Pemali Juana, HPS Rp 203.022.286.000, dan penawaran Rp 198.453.247.000. Kontrak: 17 Agustus 2107.
  9. Paket Pembangunan Sarana/Prasarana Pengendalian Banjir Batang Agam Kota Payakumbuh/Satker PJSA WS Indragiri-Akuaman, WS Kampar, WS Rokan Prov Sumatera Barat, HPS Rp 194.979.400.000, dan penawaran Rp 188.797.831.000. Penandatanganan kontrak: 26 Juli 2017.
  10. Paket Pengendalian Banjir Sungai Palu Kota Palu Kec Biromaru, Kec Dolo, Kec Tanambulava- paket I Kab Sigi Prov Sulawesi Tengah/Satker PJSA Sulawesi III Prov Sulawesi Tengah, HPS Rp 239.739.500.000, dan Penawaran Rp 228.467.000.000. Penandatanganan kontrak: 09 – 10 Nopember 2017.
  11.  Pembangunan Bendungan Pamukkulu Paket I Kab Takalar/Satker Pembangunan Bendungan BBWS Pomperangan Jeneberang, HPS Rp 892.760.884.000, dan penawaran Rp 852.497.067.000. Penandatanganan Kontrak: 08 Desember 2017.
  12. Paket Rehabilitasi Irigasi Pamarayan Barat D.I Ciujung Kab Serang (MYC)/Satker PJPA BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian HPS Rp 302.092.000.000, dan penawaran Rp 295.559.437.400. Penandatanganan kontrak: 22 September – 13 Oktober 2017.
  13. Pembangunan Terowongan Nanjung, Kab Bandung/BBWS Citarum, HPS Rp 359.247.332.000, dan penawaran Rp 352.917.998.000. Penandatanganan kontrak: 22 Desember 2017.

Dirjen Bina Marga

  1. Paket Pembangunan Jalan Oksibil – Towe Hitam (UMYC)/TA 2017 HPS Rp 129.942.000.000, dan penawaran Rp 108.567.070.000. Penandatanganan Kontrak: 20 Desember 2017.
  2. Paket Pembangunan Jalan Akses Gede Bage 3/TA 2017, HPS Rp 67.998.800.000, dan penawaraan Rp 57.646.330.000. Penandatanganan Kontrak: 25 April 2017 (tidak wajar karena SBU S1003 berkualifiaksi B2).
  3. Paket Jalan Denpasar – Tuban (Tukad Teba) (MYC) HPS Rp 214.524.000.000, dan penawaran Rp 181.297.991.000. Penandatanganan Kontrak: 27 Nopember 2017.
  4. Paket Pembangunan Jembantan Tumbang Samba (MYC 2016-2019), HPS Rp 300.000.000.000, dan penawaran Rp 284.317.762.000. Penandatanganan Kontrak: 31 Maret 2017.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.